Entah mengapa Baby merasa perjalanan dari meja kerjanya ke ruangan Cakra begitu lama. Entah sudah berapa lama ia berjalan di belakang Dandi, namun pria itu tak kunjung berhenti. Kakinya terasa pegal karena sejak tadi dibuat berjalan dan berlari.
Bruk!
"Aduh, Pak. Maaf saya kira Bapak masih jalan tadi." Baby berujar sungkan karena tak sengaja menubruk punggung lebar Dandi.
"Masuk!" teriak Cakra dari dalam.
Baby masih setia berjalan di belakang Dandi. Perasaannya tiba-tiba saja tak enak ketika kakinya ia gunakan untuk menapak lantai ruangan Cakra.
Begitu kotak bekal itu berada di tangan Cakra, Dandi meninggalkan Baby dengan Cakra di ruangan yang sama.
"Kau pemilik kotak bekal ini?"
"Iya, Pak. Apa kotak bekalku diambil oleh maling dan Bapak menyelamatkannya? Kalau memang benar begitu, terima kasih banyak karena sudah menyelamatkan hidup saya, Pak."
Baby berucap panjang lebar berharap mendapatkan respon yang baik dari Cakra, justru pria itu malah tetap menatapnya dengan ekspresi dan wajah yang sama dinginnya seperti tadi pagi.
"Kotak bekal buruk rupa begini mana ada maling yang ambil?" celetuk Cakra yang membuat Baby membola seketika.
Sabar Baby, barangkali dia sedang menguji kesabaran kamu sebagai karyawan baru. Bersabarlah, suatu saat buatlah dia tak bisa hidup tanpamu.
"Kau tahu kenapa benda ini ada padaku?"
Baby menggeleng lemah. Ia sedikit menggerakkan kakinya karena terasa lelah berdiri. Tega sekali pria itu membiarkan Baby berdiri dengan hells setinggi tujuh centi.
"Aku melihat ini ketika ada seseorang yang menabrak mobilku dari belakang."
Baby masih sibuk dengan kakinya, belum mencerna dengan baik apa yang diucapkan oleh Cakra. Hingga beberapa detik berikutnya, barulah Baby tersadar dengan ucapan yang ia dengar.
Baby seketika mendongak menatap wajah Cakra yang tampannya berlebihan namun, nampak garang. Melihat wajah tampan itu seketika ia mendadak amnesia hendak mengatakan apa.
"Pak, maaf sebelumnya. Apa Bapak akan membiarkan saya berdiri seperti ini? Jika obrolan kita masih butuh waktu lama, maka biarkan saya meletakkan bokong saya, Pak. Saya tidak biasa memakai hells, jadi kaki saya terasa lelah."
"Apa peduliku? Katakan kenapa kau lari setelah membuat mobilku rusak!"
"Bapak, kan tahu tidak lama setelah insiden itu lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. Kalau hijau, kan tandanya kita harus jalan. Bukan maksud saya untuk tidak mau tanggung jawab, saya juga takut terlambat datang ke kantor. Lagipula Bapak orang kaya, masa iya minta tanggung jawab ganti kerusakan. Uang Bapak, kan pasti lebih banyak."
"Bukan perkara uang. Tapi, tanggung jawab."
"Ya, kan tanggung jawabnya pasti berupa uang. Emang bisa mobil Bapak di perbaiki dengan ganti kotak bekal yang Bapak bawa?"
Cakra tak bisa menahan amarahnya lebih lama. Ia berdiri dengan kilatan emosi yang membuncah, hal itu terlihat dari sorot matanya yang merah. Tak berselang lama setelah ia berdiri, meja yang sejak tadi menjadi pembatas antara dirinya dan Baby jadi pelampiasan amarahnya.
Baby terlonjak dari tempatnya ketika tangan Cakra menggebrak meja dengan keras. Bunyi yang ditimbulkan tangan Cakra begitu nyaring di telinga.
"Tanggung jawab tidak hanya perkara uang. Apa mulutmu tidak bisa mengucap maaf? Aku juga tidak butuh uangmu. Aku yang memberimu gaji di sini. Untuk apa aku minta uang untuk memperbaiki mobil?"
Baby menelan ludahnya kasar. Ingin balas membentak, tapi Cakra terlalu tampan untuk di bentak. Jika ingin membalas menggebrak meja, ia takut Cakra jantungan dan meninggal di tempat.
"Iya, Pak. Saya bisa kok mengucap maaf. Saya minta maaf yang sebesar-besarnya karena sudah merusak mobil Bapak. Saya tidak sengaja melakukannya."
"Siapa namamu?"
"Baby."
"Nama lengkap?"
"Baby Clarissa."
"Kembali ke tempat kerjamu."
"Apa saya dipanggil hanya untuk minta maaf?"
"Kau pikir?"
Mendapat tatapan Cakra membuat baby sedikit menciut.
"Baik, saya akan kembali. Permisi." Baby memutar tubuhnya dan berjalan keluar ruangan. "Dasar manusia gila hormat," gumam Baby sangat pelan.
"Tunggu!" ujar Cakra begitu Baby menyentuh gagang pintu. "Milikmu." Cakra berdiri dari kursi kebesaranya dan berjalan ke arah Baby.
"Iya, kau memang milikku," jawab Baby berjalan kembali ke tempat semula dan mengambil kotak bekal miliknya.
"Apa kau bilang?" tanya Cakra memindahkan posisi kotak bekal itu menjadi di balik punggungnya.
"Bapak ingin saya mengulanginya lagi? Sepertinya Bapak suka mendengar kalimat tadi? Ba..."
Belum selesai Baby mengucapkan sebuah kalimat, Cakra tiba-tiba menyodorkan kotak bekal dan menyuruhnya untuk pergi dari ruangan. Cukup dengan sekali gerakan tangan, Baby meninggalkan ruangan atasannya itu dengan memberikan satu kedipan di sebelah matanya.
Baby cekikikan begitu menutup pintu. Entah kenapa ia merasa terlalu berani untuk melakukan hal itu pada seorang atasan yang tidak bisa tersenyum itu.
"Kenapa kau senyum-senyum?" Dandi yang akan kembali ke ruangan Cakra heran mendapati Baby yang menutup pintu dengan suara cekikikan.
"Nggak apa-apa, Pak senyum, kan ibadah yang paling gampang dan murah."
"Tapi bukan berarti senyum sendiri. Oh, ya roti yang ada di kotak bekalmu aku makan, di suruh sama Pak Cakra. Takutnya kau kembali berulah dengan makan di jam kerja."
"Bukan masalah yang besar."
Ganteng juga.
Baby kembali ke meja kerja begitu percakapan singkat itu berakhir. Tidak normal kalau tidak ada yang kepo soal apa yang terjadi padanya, kenapa ia harus dipanggil Cakra di hari pertamanya bekerja.
Mira, salah satu teman barunya itu adalah perwakilan dari kang kepo dan kang julit di saat bersamaan.
"Ngapain Pak cakra manggil lo?"
"Cuman mau kembalikan kotak bekal ini."
"Ha? Ngapain dia susah payah mengembalikan kotak bekal sialan itu? Kan tadi udah dibawa Pak Dandi. Gimana sih, perkara kotak bekal ribet amat."
"Ngapain sih, julit amat lo jadi orang. Udah sana balik kerja, mau lo dipecat sama calon laki gue?"
"Ih najis. Mana mau Pak Cakra sama perempuan modelan begini."
"Pasti mau lah, lo salah satu saksi hidup yang melihat dengan mata kepala sendiri kalau gue di gendong sama Pak Cakra. Itu adalah cara Tuhan buat ngasih kode ke lo semua kalau gue adalah wanita yang paling beruntung bisa di sentuh oleh Pak Cakra. Lo sendiri yang bilang begitu, kan?"
Tanpa mereka sadari, ada tatapan tak suka yang diarahkan pada Baby. Tatapannya begitu tajam seolah menyiratkan kebencian yang besar.
Masih bocah udah belagu, gue akan tunggu lo sampai lo diam. Kalau nggak bisa diam, jangan salahkan gue kalau gue bertindak. Semuanya tahu siapa gue di sini.
Wanita yang sempat menghentikan langka di dekat meja kerja Baby dan Mira kembali menautkan heels nya dengan lantai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Serli Ati
klu dalam cerita sah-sah saja karyawan baru bersikap seperti baby, tapi jangan sampai di dunia nyata bersikap seperti yg dilakukan baby, bakal dibeklis gak bakal ada yg terima kita bekerja gak minim ahlak dan sopan santun.
2022-12-13
1
Nur Adam
ky seru sm lucu nih hehe
2022-12-09
0