Petrus Samyang (Pepet Terus Sampai Sayang)
"Ibu. Astaga Ibu aku akan terlambat masuk kantor. Ya Tuhan ini adalah hari pertama aku kerja dan aku terlambat. Oh tidak, ini tidak baik untuk reputasiku. Ibu kenapa nggak bangunin aku? Aku, kan sudah berpesan untuk membangunkan aku jam enam. Aku masuk kantor jam delapan, Bu. Aku jadinya dandan nggak maksimal, kan?" Baby terus berceloteh seraya memasukkan roti yang sudah ditumpuk dengan selai ke dalam kotak bekalnya.
Bekal yang seharusnya berisi makan siang, kini digantikan oleh sehelai roti yang seharusnya ia buat sarapan.
"Jangan nyalahin Ibu terus, kamu yang susah dibangunin. Ibu udah bangunin kamu dari jam enam. Bahkan alarm kamu juga udah bunyi, kamu hidup cuman matiin alarm terus balik lagi merem. Heran, kamu tidur kayak orang koma."
"Nggak sekalian aja kayak orang mati, aku berangkat. Bye!" Baby berlari keluar rumah.
"Salim Baby!" teriak Bu Nur, selaku ibu Baby.
"Salimnya besok aja kalau nggak telat."
Dengan kecepatan super, Baby yang sudah ahli dalam mengendalikan motor memutar gas dengan kencang. Ia meliuk-liukkan setir motornya dengan lihai bak pembalap.
Cittt!
Baby yang mengendarai motor dengan kecepatan penuh menekan rem di tangannya dalam-dalam. Sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mengerem motornya, tapi tetap saja ban motornya menubruk mobil yang berhenti karena lampu lalu lintas merah menyala.
"Astaga, mampus gue. Belum juga kerja, masa iya gue harus ganti rugi kerusakan mobil orang? Nyusahin Ibu lagi, deh gue. Nggak-nggak, harus kabur sih gue ini. Bisa dijual Ibu ke juragan tanah kalau gue minta uang buat ganti rugi."
Di saat Baby melihat pintu mobil hampir terbuka, lampu hijau menyala. Baby bernafas lega, semesta kali ini mendukungnya. Dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya, Baby meninggalkan tempat itu dengan senyum sumringah.
Jarak tempuh antara kantor dan rumahnya yang seharusnya memakan waktu lima belas menit, hanya di tempuh lima menit saja.
"Aduh, hari pertama kerja jelek banget gue. Rambut acak kadul, bedak tipis sebelah, warna lipstik menor banget. Ya Gusti, gue kerja buat nyari duit sama nyari jodoh. Kalau diatur begini, dapet jodoh kagak, dapet kang julit, iya," gerutu Baby menyisir rambutnya dengan ke lima jarinya.
Di detik-detik yang tersisa, Baby masih sempat-sempatnya membenarkan lipstik dan juga bedaknya. Setelah di rasa sudah cukup, ia mengukir senyum di bibirnya lalu turun dari motor dan berjalan dengan anggun.
Kakinya yang tak biasa memakai hells membuat Baby merasa kesulitan berjalan. Beberapa kali ia hampir terjatuh, untunglah tak sampai nyusruk ke tanah.
Mata ****** Baby bekerja dengan baik, ia melirik ke sana dan kemari, ia berpikir barangkali ia bisa menggaet salah satu karyawan di sana. Tapi yang ia dapat justru satpam yang berada tak jauh darinya sedang tebar pesona dengan memainkan rambutnya.
"Hai karyawan baru, ya? Namanya siapa?" tanya satpam yang masih terlihat muda.
"Baby."
"Oh iya honey," jawab satpam itu dengan terkejut sekaligus malu.
"Namaku Baby. Bukan manggil kamu baby," jawab Baby lalu pergi dari sana.
Baby berjalan masuk ke dalam kantor dan duduk di meja kerjanya yang sebagai staf biasa. Ia berada di ruangan terbuka dengan staf lainnya. Hanya ada skat dari kayu yang tingginya hanya sebatas pundak orang dewasa. Mereka tinggal berdiri jika ada pertanyaan atau ada yang mereka obrolkan pada staf lainnya.
Ia datang tak terlalu terlambat. Tepat pukul delapan gadis itu sudah duduk di kursinya. Gadis petakilan itu celingukan ke sana dan kemari. Perutnya yang begitu lapar sejak tadi sudah tak tahan ingin di isi. Ia merasa cacing di perutnya sedang megap-megap karena menghadapi sakaratul mautnya.
"Ya Tuhan. Hari apa, sih ini? Apes banget gue perasaan. Kotak bekal gue ketinggalan di motor. Aduh, mudah-mudahan nggak ilang, bisa-bisa gue dibikinin adek lagi sama Ibu, warisan bagian gue makin dikit. Warisan nggak seberapa masa dibagi-bagi sama tiga orang anaknya. Udah cukup gue punya adik satu yang bikin gue ubanan sebelum waktunya." Baby kembali beranjak keluar dari mejanya dan berjalan dengan tergesa-gesa.
Belum sempat sampai di teras kantor, langkah Baby terhenti karena ada seorang pria muda yang berjalan begitu berwibawa ke arahnya. Ada seorang pria lagi yang berjalan mengikuti pria tampan itu.
Jangan-jangan itu CEO perusahaan ini. Ya salam, ganteng banget. Ini nih yang gue cari. Ibu pasti seneng dapet mantu bening begini, bisa beli tuppercare banyak-banyak. Jangankan tuppercare, pabriknya juga mampu dia beli. Oke, lo gue tandain, Pak.
Sedetik kemudian, Baby mengibaskan rambutnya ke belakang lalu berjalan kembali dengan seanggun mungkin. Ia berdoa dalam hati agar tak terjatuh di depan pria yang nampak dingin dan galak itu.
Tap tap tap
Bunyi hentakan sepatu hells Baby dan dan pria yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya itu terdengar menggema. Baby semakin dekat dengan pria itu, detak jantungnya seakan semakin berani berdetak lebih kencang dari yang ia kira.
"Selamat pagi, Pak," sapa Baby dengan suara yang dibuat begitu halus dan lembut.
"Hm. Mau ke mana kau di jam kerja seperti ini?" tanya pria itu tanpa menoleh padanya.
"Ambil bekal saya yang ketinggalan di motor, Pak."
"Ambil di jam istirahat."
"Hanya ambil saja, Pak. Saya akan kembali dengan cepat."
"Kembali ke meja! Tidak ada satu pun orang yang bisa keluar masuk dengan bebas di jam kerja. Kembali ke meja, atau tetaplah keluar dan jangan kembali!"
Baby yang berada di belakang pria itu hanya mencibir. Terpaksa ia kembali ke mejanya dengan kondisi cacing yang mungkin akan semakin kurus karena menahan lapar.
Untung ganteng.
Hening sesaat.
Tak berselang lama, pria itu terdengar kembali melanjutkan langkah. Dengan keadaan perut yang kosong Baby terpaksa menundukkan kepala menatap kertas yang penuh dengan deretan huruf.
Beberapa jam berlalu.
Sedang fokus dengan pekerjaannya, tak sengaja bola matanya menangkap sosok pria yang tadi berjalan dengan pria dingin yang tak ia ketahui namanya.
Baby memperhatikan pria itu berjalan, melihatnya terus berjalan ke arah teras kantor membuat ia mendapatkan ide cemerlang.
"Hey, Pak. Kau yang berjalan ke arah teras, berhentilah!" teriak Baby berlari menuju pria itu.
Baby bisa berlari dengan hells? Tentu saja tidak, ia berlari tanpa alas kaki. Sejak duduk di meja kerjanya tadi, ia memang sengaja melepas hellsnya, Baby yang terbiasa petakilan merasa tak nyaman jika terus menerus memakai hells.
Merasa menjadi satu-satunya manusia yang berjalan ke arah teras, Dandi refleks berhenti dan menoleh ke belakang. Pria yang menjabat menjadi asisten pribadi pria dingin itu memiliki sifat yang humble dan humoris, sangat berbanding terbalik dengan atasannya.
"Kau memanggilku?" tanya Dandi begitu Baby sampai di depannya dengan nafas ngos-ngosan.
"Iya, memang siapa lagi yang bejalan ke arah teras selain kau? Boleh aku minta tolong?"
"Apa? Ambilkan bekalmu?"
Baby seketika menunjukkan deretan gigi putihnya seraya mengangguk semangat.
"Kau lapar?"
"Banget. Aku terlambat bangun tadi, jadi nggak sempat sarapan."
"Sayangnya nggak boleh makan di jam kerja. Entah makan makanan ringan ataupun berat. Kau bekerja di sini, harus mematuhi peraturan di sini."
"Astaga, aku janji aku akan tetap fokus bekerja sambil makan. Aku nggak bisa konsetrasi kalau lapar." Wajah Baby yang memelas nampak memucat. Gadis itu tak terbiasa menahan lapar.
Tak berselang lama dari setelah itu, kepala Baby terasa berputar, ia merasa pening mendadak. Rasanya sangat sulit untuk membuka mata karena pusing di kepalanya dan apapun yang ia lihat mendadak buram.
"Kau kenapa? Hey kau tidak apa-apa?" tanya Dandi yang sedikit menelengkan kepalanya melihat wajah Baby.
"Tidak, aku baik-baik saja. Aku kembali ke meja saja."
Baby kembali ke meja kerjanya, dengan pelan dan sedikit sempoyongan karena menahan pusing di kepalanya. Tiba-tiba saja apapun yang ia lihat nampak semakin tidak jelas dan sedetik kemudian semua terasa gelap.
Baby merasa ada seseorang yang membuatkan melayang, ia sadar ia seperti di gendong seseorang, tapi matanya begitu sulit untuk ia buka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
azka
keren😂😂
2022-12-09
0