Part - 005

"Kita pulang sekarang?" tanya Disha pada Iyan, saat sudah selesai menyantap makan siang.

Iyan mengangguk dan tersenyum. Ia menaruh tangannya diatas tangan Disha, mengusap lembut punggung tangan sang kekasih, dengan ibu jarinya. Lalu, Iyan pun menggenggam tangan Disha.

"Tunggu sebentar, Sayang. Mas sudah minta pak Bejo, untuk menjemput kita." Iyan bergantian menoleh pada Disha dan Sisca.

"Nanti ... Sisca, biar diantarkan pulang dulu. Barulah setelah itu, antar kamu pulang. Gimana?" sambung Iyan dengan memberi usul.

"Emm ... Gimana ya? Aku sebenarnya mau ada perlu sebentar, Mas. Aku mau ke—" ucapan Disha terjeda. Disha memikirkan alasan untuk diberikan pada Iyan.

"Ke mana, Dek?" tanya Iyan.

"Hu-um. Kamu mau ke mana, Disha?" Sisca ikut bertanya.

"Ke toko buku sebentar. Ada yang mau aku beli soalnya. Hehehe ...." jawab Disha, sembari tersenyum kikuk.

"Begitu ya? Sisca, kamu pulang sendiri saja ya?"

"Lho.. aku nggak jadi diantar, nih? Ya elah, gitu amat sih sama aku." Sisca merajuk, melipat tangan ke depan dada dan memasang wajah cemberut.

"Aku yang bayarin ongkosnya, deh," bujuk Iyan.

Sisca menimbang-nimbang tawaran Iyan. Hingga akhirnya, Sisca menerima untuk dibayarkan ongkosnya. Lalu, Sisca pun langsung pergi keluar dari cafe, untuk menunggu taksi online yang sudah dipesannya.

Tinggal lah kini, Iyan dan Disha yang masih sama-sama terdiam. Tangan Iyan masih menggenggam di sela jemari Disha. Tatapannya tak terlepas sama sekali dari wajah ayu sang kekasih.

"Mas, sebaiknya aku pulang sendiri saja. Aku.. mungkin agak lama nanti di toko buku."

Iyan menggeleng pelan. "Tidak apa-apa jika Mas harus lama menemani kamu, Dek. Malah, Mas seneng banget. Hehehe," ungkap Iyan.

Disha memasang senyum yang ia paksakan. Karena sebenarnya, saat ini ia sedang merasakan perasaan yang campur aduk. Ingin percaya pada Dio, tapi perlakuan Iyan masihlah sangat manis padanya. Ingin percaya pada Iyan, tapi tadi sang kekasih sempat tertangkap mata olehnya, sedang bermain kode dengan Dio.

Setelah berpikir cukup lama, Disha pun menyetujui permintaan Iyan untuk menemaninya ke toko buku. Lalu, mereka berdua diantar supir Iyan ke tempat yang akan dituju. Setibanya di sana, Disha langsung menuju ke bagian buku yang ia cari, bersama Iyan yang mengekor di belakangnya.

"Oh, jadi ini yang kamu cari? Ada yang lain lagi nggak?"

"Enggak, Mas. Ini saja dulu. Aku bayar dulu ya?" ucap Disha, sembari melangkah menuju kasir. Namun, langkah Disha terhenti, manakala tangannya ditahan oleh Iyan.

Lalu, Iyan menyunggingkan senyum yang menampilkan deretan giginya yang rapi. "Biar Mas saja yang bayarkan, Dek. Kamu tunggulah di luar, temani pak Bejo ngobrol dulu."

Disha mengangguk pelan, dan pergi keluar untuk menemui Bejo. Bejo yang tengah duduk di kedai kopi di samping toko buku, lekas berdiri begitu melihat kehadiran Disha dan bertanya, "Eh, Mba Disha udah beres cari bukunya?"

"Lagi dibayar sama mas Iyan, Pak. Boleh saya duduk di sini?"

"Tentu saja boleh, Mba. Silakan ...."

Bejo menarik kursi untuk Disha. Lalu, keduanya pun saling bertukar cerita. Hingga beberapa menit kemudian, Iyan datang dan ikut bergabung bersama dengan mereka berdua.

"Ngobrolin apa sih, ketawa terus?" tanya Iyan, setelah mendaratkan pantatnya di kursi sebelah Disha.

"Ini, Mas Iyan ... Mba Disha lagi cerita soal masa kecilnya yang selalu dijahili sama kakaknya." Bejo kembali tertawa lirih.

Ketiganya.. Disha, Iyan, dan Bejo, lanjut mengobrol hingga setengah jam lamanya. Lalu, Iyan pun mengajak Disha pulang, karena hari sudah semakin sore. Sebelum pulang, Disha sempat memesan kopi untuk ia bawa pulang.

***

Sesampainya di rumah, Disha mendapati pintu kamar ibunya dalam keadaan setengah terbuka. Terdengar suara tangisan lirih, yang membuatnya ingin mengintip ke dalam kamar. "Ayah.. bagaimana caranya menjelaskan pada anak kita.. Hamzah dan Disha, kalau sekarang ibunya sedang tak baik-baik saja? Aku belum sanggup untuk mengatakan tentang penyakit ini pada mereka berdua...." Monolog Maryam, sembari mengusap sebuah foto.

Mendengar hal itu, Disha refleks menutup mulutnya. Sedangkan satu tangannya lagi, tengah menenteng kopi yang ia beli di kedai tadi. Matanya mengembun, karena tak kuasa menahan rasa sakit di hati, setelah mendengar sendiri keluhan dari sang ibu.

'Kenapa aku bisa sebodoh ini? Ibu sakit, dan aku sampai tak bisa menyadarinya? Maafkan aku, bu....' batin Disha.

Disha kembali berjalan menuju pintu utama, dengan langkah mengendap. Ia mengusap wajahnya pelan, untuk menghilangkan rona kesedihan. Senyum manis ia suguhkan, sembari memanggil ibunya, "Ibu! Ibu di mana? Aku sudah pulang ...!"

Maryam tersentak. Lekas, ia menghapus air mata yang masih tersisa di mata dan pipinya. Kemudian, ia berjalan keluar kamar, untuk menghampiri putrinya. Ia bersikap seolah tak terjadi apa-apa, dan tetap memasang senyum.

"Wah, putri Ibu sudah pulang rupanya. Sudah bertemu dengan Iyan?"

"Sudah, Bu. Tadi, aku juga sempat ditemani ke toko buku dan minum kopi. Ini, aku bawakan untuk Ibu dan mas Hamzah juga." Disha mengakat kopi yang ia bawa, dan memperlihatkannya pada Maryam.

"Ini kopi hangat semua, Bu. Aman untuk diminum. Hehehe."

Maryam menerima kopi itu dan berkata, "Kamu ini selalu saja...." Maryam mengusap lengan Disha lembut.

Disha langsung memeluk Maryam dan menangis. Ia sudah tak mampu lagi menahan bendungan air mata yang sedari tadi sudah ia paksa untuk tidak menetes. Sesekali, Disha menarik napas dalam, hingga makin terdengar jelas tangisannya.

Maryam menuntun Disha untuk masuk ke kamarnya. Maryam mendudukkan putrinya di tepi ranjang. Pun dengan Maryam, ia duduk di sebelah Disha. Setelah sudah sedikit tenang, Maryam pun bertanya, "Ada apa, Nduk? Kenapa menangis? Apakah Iyan menyakitimu?" Maryam mengusap punggung Disha.

"A-aku bingung, Bu. Ta-tadi, saat kita makan siang bersama, Ada sesuatu yang baru aku tahu, Bu," ucap Disha dengan kepala menunduk. Lalu kedua tangannya menutup wajah.

"Apa itu? Coba ceritakan pada Ibu, Nduk."

Disha menyapu air matanya, kemudian menatap Maryam. Ia mencoba mengumpulkan keberanian untuk menceritakan apa yang di alaminya saat makan siang berasama Iyan dan Sisca.

"Bu, tadi.. aku ditemani Sisca, menjemput mas Iyan."

"Iya... Lalu?"

"Kami bertiga makan siang dan —" ucapan Disha tertahan, karena tak sengaja matanya tertuju pada sebuah foto dan kertas yang ada di atas nakas dekat ranjang.

Disha bangkit, ingin mengambil foto dan kertas itu, yang posisi nakasnya ada di belakang Maryam. Sedangkan Maryam yang menyadari bahwa Disha akan mendekati nakas, segera menahan putrinya itu, dengan menarik pergelangan tangannya pelan.

"Nduk.... Katanya mau cerita?"

Disha menoleh pada Maryam dan langsung menurunkan tangan sang ibu dari pergelangan gangannya. "Biar aku lihat dulu, apa yang ada di atas meja itu, Bu," jawab Disha yang kembali mendekati nakas.

Setelah melihat apa yang ada di atas nakas, Disha mengusap foto yang ternyata, itu adalah foto dari mendiang ayahnya. Dan ada sebuah kertas terlipat, yang saat Disha buka, ternyata kertas itu adalah hasil dari pemeriksaan kesehatan ibunya.

Disha mulai membaca isi dari kertas itu dengan teliti. Lalu, ia membulatkan matanya. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran, kala ia sudah selesai membaca hasil tes kesehatan ibunya."Bu.... Sejak kapan Ibu sakit? Kenapa Ibu tidak pernah cerita padaku dan mas Hamzah, Bu?"

Maryam tertunduk lesu, tak bisa berkata apa-apa. Kemudian, ia menarik napas dalam sebelum akhirnya memutuskan untuk menjelaskan soal penyakitnya. "Nduk ... Sebenarnya—"

"Sebenarnya apa, Bu? Kok serius banget sih kelihatannya?"

Maryam dan Disha menoleh ke arah sumber suara bersamaan. Ternyata, Hamzah sudah berdiri di ambang pintu kamar Maryam. Hamzah berjalan mendekati sang ibu, dan mencium takzim punggung tangan ibunya. Maryam dan Disha saling pandang. Hal itu membuat Hamzah menjadi curiga.

"Ada apa, Bu.. Dek?" Hamzah menatap adik dan ibunya bergantian. "Terakhir kalian bersikap begitu, karena kalian menyembunyikan kepergian ayah. Sekarang, apa yang kalian sembunyikan?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!