Kini Mika diantar pulang oleh Jeff sendiri tanpa asistennya. Tidak ada percakapan sepanjang perjalanan. Menurut Mika yang masih remaja ini aneh sih.
Dia terbiasa di-treat like a queen oleh mantan-mantannya. Lalu sekarang dia harus terjebak di mobil ini dengan pria kaku. Rasanya membosankan.
"Kita menikah bulan depan," ucap Jeff mutlak.
"Apa-apaan sih, Om! Aku gak mau menikah sama kamu!" Tegas Mika yang masih tetap kukuh pada pendiriannya.
"Itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan. Saya tidak suka dibantah."
"Tapi aku juga gak suka diatur. Om, kamu itu kaya, mapan, tajir, siapa sih yang gak mau sama Om. Om tinggal pilih aja yang Om suka. Jadi tolong ya Om, tolong banget jangan paksa aku," tegas Mika.
"Kalau semua menginginkan saya, berarti kamu juga? Ya sudah, saya memilih kamu." Sangat mudah tentunya untuk seorang Jeff membalikan kata-kata gadis itu.
"Kecuali aku!" Kesal Mika, pria ini sudah dewasa tapi bodoh menurut Mika. Sudah jelas-jelas Mika menolaknya sejak awal.
Jeff hanya mengangguk-nganggukan kepalanya. Ah Mika tidak suka sekali dengan Jeff yang sudah seperti itu.
Tak selang beberapa lama Jeff menghentikan mobilnya di depan rumah Mika. Setelah mengucapkan terima kasih, Mika langsung saja bergegas untuk masuk ke rumahnya.
Namun tidak dia sangka kalau Jeff mengikutinya. Mika menyipitkan matanya menatap Jeff. "Om ngapain?!"
"Mau masuk ke rumah calon istri saya."
"Aku bukan calon istri kamu, Om!" Jujur Mika frustrasi menghadapi Om-Om pemaksa itu. Dia sudah beberapa kali menegaskan tapi Jeff masih bersikeras.
Jeff mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rumahnya bagus dengan desain minimalis. Mika memang bukan orang yang tidak mampu, tapi dia sekarang harus bertahan hidup karena hanya rumah beserta isinya lah yang menjadi satu-satunya peninggalan ayahnya.
Perusahaan ayahnya direbut paksa oleh Tante dan Omnya, membuat Mika yang pada saat itu tidak mengerti apa-apa menyerah pada keadaan.
"Om, sebaiknya kamu pulang," perintah Mika.
"Saya mau masuk."
"Buat apa?"
"Apa kamu diajarkan untuk mengusir tamu?"
Mika berdecak, jujur dia sudah lelah menghadapi pria itu sejak tadi, jadi biarkan saja dia melakukan sesukanya. Mika membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam dengan diekori Jeff dari belakang.
Entah mau apa juga dia di sana, sesekali dia melihat bingkai photo keluarga Mika dan melihat isi rumah yang begitu terlihat rapi. Bohong sekali jika Mika tidak bisa melakukan pekerjaan rumah tangga.
"Om tunggu di ruang tamu aja, mau dibikin apa?" Tanya Mika terpaksa.
Tanpa menjawab Jeff malah menarik tangan Mika dan masuk ke kamar yang asal dia masuki. Mika membulatkan matanya, bukan apa-apa tapi KENAPA?
"OM!"
Jeff menatapnya datar dan mendorong tubuh Mika ke atas ranjang, perlahan Jeff mengukung gadis itu di bawah tubuhnya. "Om, jangan macem-macem ya?!!"
Jeff hanya tersenyum simpul. "Bukannya kamu suka menggoda dan berciuman dengan orang asing?"
Degh ....
Sungguh Mika benar-benar menyesali apa yang dia katakan tadi. Kenapa ceritanya jadi begini? Tentulah tadi dia mengarang cerita agar terbebas dari Jeff.
"Om, aku teriak ya!"
"Coba saja."
Mika benar ketar-ketir, apa yang harus dia lakukan sekarang? Mika berusaha melepaskan diri dari Jeff, tapi tentulah tenaganya kalah dari Jeff. Pria bertubuh atletis itu tentu sangat mudah jika hanya menghadapi Mika yang menurutnya kecil.
Perlahan Jeff menautkan bibirnya di bibir cherry milik Mika. Membuat sang empu membelalakkan matanya karena syok dengan apa yang jeff perbuat.
Ciuman itu tidak hanya sekedar beradu bibir saja, tapi dengan lihai Jeff memainkan lidahnya di sana seolah mengajak Mika bermain. Ciuman yang terasa sangat brutal menurut Mika, sampai-sampai membuat Mika kehabisan pasokan oksigen.
Melihat gadisnya kesulitan bernapas Jeff memberinya jeda. Yang dia lihat sekarang adalah wajah Mika yang pucat pasi karena serangan mendadak yang dia lakukan. Mika bingung, dia tidak tau harus apa. Tentulah dia selama ini berpacaran dengan batas wajar, tidak pernah ada tuh yang berhasil mencuri ciuman pertamanya, tapi Jeff ....
Jeff tersenyum puas dan bangkit dari posisinya, membuat Mika bisa bangkit dari ranjangnya dan kini menatap Jeff takut. Ternyata berurusan dengan pria dewasa sangat berbahaya. Jeff benar-benar melakukannya tanpa persetujuan atau aba-aba.
"Om, itu first kiss!" Ucapnya pelan, sangat pelan.
"Saya tau, kamu kaku."
Mika melongo? Apa? Bisa-bisanya dia dikatai oleh orang yang tadi menikmati bibirnya dengan sembarang, sekarang dia bilang apa? Kaku katanya? Memang kurang ajar.
.
.
.
Di sisi lain Elang sekarang sudah habis cara bagaimana menenangkan Selena. dia sedari tadi merajuk dan memaki dengan kesal. Bukan hal baru untuk Elang sebenarnya, tapi tetap saja membuat pusing kepala.
"Kenapa kak Jeff mau nikah sama si kuman?!" Kesal Selena yang kini masih merengek seperti anak kecil pada Elang.
"Kalau gak nikah sama Mika dia gak mau menikah seumur hidup," ucap Elang.
"Tapi kenapa harus si kuman?!"
"Dek, kita gak bisa memaksakan perasaan seseorang. Kalau kak Jeff maunya Mika apa kita pantas buat melarang itu?"
"Tapi aku gak mau, Kak Elang! Aku benci banget sama dia aku gak suka. Kalau kak Jeff mau, aku juga bisa bantu cari yang cantik. Dia juga gak sebanding sama kita, dia miskin, jelek!"
"Gak boleh bilang gitu, nasib seseorang itu udah diatur. Dia juga gak mau terlahir dengan keadaan tidak mampu," peringat Elang.
Selena melepaskan pelukan Elang dari dirinya. "Tuh kan, belum apa-apa juga Kak Elang udah belain dia! Kenapa dia selalu mau apa yang aku punya? Udah juara terus di kelas, disukain sama orang yang aku suka terus sekarang dia mau rebut orang-orang di sekitar aku!"
"Gak gitu maksudnya, Dek," ucap Elang membujuk.
"Aku gak mau bicara sama Kak Elang atau kak Jeff! Aku kesel!" Selena mendorong tubuh Elang untuk keluar dari kamarnya. Dia benar-benar benci dengan keadaan yang seperti ini.
Ada banyak ketakutan dalam dirinya ketika memandang Mika sebagai saingannya. Dan ya, Mika memang selalu lebih unggul darinya dalam segi apapun.
Mona menatap putranya yang kini tengah kebingungan di depan kamar Selena. Sebagai Ibu juga dia bingung harus bagaimana menghadapi sikap keras kepala Selena. Memang salahnya juga yang dulu terlalu memanjakan Selena sehingga dia tumbuh menjadi gadis yang egois dan tidak memiliki empati.
"Udah, biarin dulu adiknya tenang. Nanti juga dia ke luar kalau lapar. Yang terpenting sudah berusaha," ucap Mona.
Elang mengangguk, memang benar. Tidak ada gunanya juga membujuk Selena sekarang. Yang ada nanti dia malah terbawa emosi dan semakin membuat adiknya salah paham. Jadi dia memutuskan untuk pergi ke kamar saja, meninggalkan Mona yang kini malah bergantian termenung di sana.
Sebenarnya Mona sudah memikirkan matang-matang mengenai dia yang menerima Mika sebagai pendamping Jeff. Ada hal yang membuat Mika istimewa. Dia tidak hanya ingin membuat Mika merubah Jeff tapi juga putri bungsunya.
Dengan kepribadian Mika yang seperti itu Mona merasa kalau dia bisa membawa perubahan baru dalam keluarga ini. Tapi tentunya juga dia tidak bisa memaksa, semua keputusan sudah dia serahkan pada Mika.
Membuat kegalauan sendiri juga pada benakknya, kalau Mika tetap menolak ya mungkin anak sulungnya akan melajang seumur hidup. Tentulah Mona sebagai Ibu dari Jeff sudah paham dengan seluk beluk putranya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments