Floretta pulang ke rumah bersama Dael. Bertepatan jam makan siang, Floretta terlebih dulu membantu Dael untuk berganti pakaian sekolah. Sementara itu, Rosalie diurus oleh pengasuh.
"Anak-anak mari kita makan," ucap Floretta begitu ia selesai membereskan pakaian putranya. Perempuan itu menghampiri kedua anaknya yang sedang bermain bersama.
Saat mereka masuk ke ruang makan. Dael bersorak senang, "Ayah... ada di sini?" Bocah kecil itu menghampiri ayahnya yang tengah duduk di kursi makan, memberinya salam dan pelukan.
"Ya, tadi ayah dan ibu menjemputku dari sekolah," pamer Rosalie bangga.
"Mengapa ayah tidak berkunjung ke sekolahku?" rengek Dael.
"Tadi ibu yang meminta menjemputmu sendirian, Dael. Sekalian berbicara dengan kepala sekolahmu," sahut Floretta menjelaskan. Ia berusaha menghindari pertengkaran antara Dael dan Rosalie menjelang jam makan siang.
"Mari kita makan, nanti Ibu akan membacakan buku cerita untuk kalian," bujuk Floretta saat memandang rupa Dael yang memang kesal mendengar kalau ayahnya hanya datang ke sekolah Rosalie, adiknya.
Kalimat itu berhasil mengubah suasana hati Dael. Ia bertepuk tangan. "Oke Ibu, aku mau dibacakan buku yang tempo hari kita beli dari toko," timpal bocah laki-laki itu.
Floretta melempar senyum dan anggukan setuju pada Dael. Mereka menikmati santapan siang dalam hening. Masing-masing terlihat fokus dengan apa yang ada di hadapan mereka.
Begitu jam makan siang selesai, Dael dan Rosalie beranjak ke ruang keluarga. Dael mengajak Rosalie bermain susun kata, meskipun masih bersekolah di taman kanak-kanak Rosalie telah mengenal huruf vokal dan konsonan.
Floretta masih di ruang makan ikut membantu merapikan meja.
"Boleh aku berbicara padamu sebentar?" tanya Jarvis saat aktivitas Floretta selesai. Ia duduk termenung sendirian di ruangan itu.
Floretta terlonjak, lamunan dalamnya buyar begitu mendengar suara Jarvis.
"Ya, katakanlah," sahut Floretta dengan dongakan untuk melihat suaminya.
"Tidak di sini, di kamar saja," pinta pria itu. Dia berjalan duluan menuju kamar pribadi mereka.
Floretta mengikuti langkah Jarvis. Mereka tiba di kamar yang menjadi saksi penyatuan panas mereka sebagai suami istri.
Beberapa hari ini Floretta tidak tidur di sini, ia memilih kamar Rosalie dengan alasan menemani putri mereka tidur.
Jarvis tidak menaruh rasa curiga sedikit pun saat Floretta meminta izin untuk itu. Pekerjaan yang padat membuat Jarvis tidak keberatan terhadap permintaan sang istri.
Namun, semalam saat Floretta menolak sekamar dengannya barulah Jarvis mengilas balik perubahan demi perubahan pada istrinya.
Floretta duduk di sofa yang ada dalam kamar mereka, sementara itu Jarvis berdiri membelakangi istrinya menatap keluar jendela, tangannya ditaruh di kantong celananya.
Tidak ada suara dari Jarvis. Setelah menunggu beberapa waktu, barulah Floretta angkat bicara, "Apa yang mau kau sampaikan? Aku ingin menemani anak-anak membacakan buku." Floretta berdiri.
Suara Floretta terdengar dingin dan kesal, bukanlah tipe dirinya yang selalu ceria. Sejak kapan Floretta berubah? Jarvis tidak menyadarinya, tahu-tahu ibu dua anak itu seperti tampak tidak antusias dengannya.
Jarvis memutar tubuhnya. Jarak mereka tidaklah terlalu jauh, tetapi Floretta tidak bertingkah centil seperti biasanya kalau dekat dengan suaminya.
Kebiasaannya menempeli tubuh Jarvis tidak dilakukannya. Perempuan itu benar-benar menahan dirinya sendiri sekuat tenaga.
Sorot tajam mata Jarvis membuat Floretta salah tingkah, ia memutus pandangan dari suaminya.
"Kau sendiri, apa ada hal yang ingin kau sampaikan?" tanya Jarvis berharap Floretta kembali seperti dulu.
"Kau yang mengajakku ke mari," sanggah Floretta, melirik Jarvis sekilas.
Raut jengkel begitu kentara dari paras Floretta. Jarvis bisa menemukan perbedaannya saat ini.
"Apa kau sudah menonton tayangan itu?"
"Tayangan apa?" ketus Floretta. Pikirannya mengawang pada sesi wawancara Alleta Nicoline bersama Brigitta Adams. Perlahan ia menarik nafas panjang bergetar.
"Aku rasa itu sudah berlalu dan kau tahu itu. Kita punya perjanjian di awal pernikahan bahwa aku boleh berhubungan dengan siapa saja dan kau tidak keberatan dengan hal itu," papar Jarvis mengingatkan Floretta.
Perempuan itu merasa bodoh sekali bahwa ia pernah punya perjanjian busuk dengan suaminya dengan motivasi ia tetap bisa menikah dengan Jarvis sang pujaan hati.
"Ya," ucapnya singkat. "Tidak masalah," ungkapnya berbohong.
"Apa aku sudah boleh pergi?" tanyanya. Ia mengerjap seserong mungkin menghalau rasa panas di maniknya yang indah.
Diamnya Jarvis dianggap persetujuan oleh Floretta. Ia memutar tubuhnya berjalan ke arah pintu kamar.
Sekejap Jarvis berjalan menghalau langkah Floretta, lengannya diputar menghadap suaminya. Perempuan itu tersentak memandang manik Jarvis dari dekat.
Namun, rasa jijik dan entahlah... marah barangkali, begitu menyerangnya.
"Lepaskan!" paksanya menarik lengan dari Jarvis.
Pria itu sampai mengangkat tangannya, ia pun terkejut dengan sikap tiba-tiba Floretta, perempuan yang tidak pernah menolak dipegang atau disentuh Jarvis.
"Ada apa denganmu? Mengapa berubah dengan cepat?"
Floretta mundur selangkah. Ia menetralkan emosi yang sedang menguncinya. Perempuan itu berusaha menahan diri.
"Tidak apa-apa... hanya... lelah," jawabnya.
Kata lelah dimaknai fisik oleh Jarvis. "Kalau begitu beristirahatlah di sini, biar anak-anak ditemani pengasuhnya."
Kalau dulu Floretta mendengar kalimat Jarvis itu, ia akan merasa senang terbang ke langit ke tujuh. Namun, kalimat seperti itu baru kali ini Jarvis ucapkan, tidaklah pernah terjadi dulu.
"Tidak perlu," lirihnya. "Bersama anak-anak aku tidak pernah lelah," sambungnya. Hatinya mendadak hangat begitu mengingat Rosalie dan Dael.
"Atau kau mengingkan liburan?" tebak Jarvis. "Kita lama tidak liburan bersama. Terakhir kali kalian hanya bertiga," ucap pria itu.
Floretta ingat benar dengan liburan yang diucapkan Jarvis. Pria itu acapkali tidak bisa diajak berlibur dengan alasan pekerjaan, bukan hanya di awal pernikahan melainkan hingga dua bulan lalu pun ia tidak punya waktu.
"Ya, nanti aku akan jadwalkan liburan bersama anak-anak," imbuhnya mengangguk samar.
"Em... rasanya awal bulan depan aku punya waktu lowong untuk liburan." Kalimat itu sungguh mengejutkan untuk Floretta. Perkataan langka yang entah kapan terakhir kali pria itu mengatakan hal demikian, meskipun pada kenyataannya ia membatalkan di saat liburan telah tiba dengan alasan perusahaan membutuhkan kehadirannya.
Floretta terkekeh geli dan merasa miris dengan percakapan mereka yang seolah-olah harmonis, tetapi menyimpan banyak ketidakcocokan.
"Terserah padamu." Lebih baik Floretta menjawab demikian daripada ia memeluk dan mencium Jarvis, senang dengan ucapan itu, sayangnya tidak bisa dipenuhi.
"Kalau tidak ada pembicaraan lagi, aku ingin ke kamar bermain anak-anak," ucap Floretta ingin menghentikan dialog yang tidak akan ada ujung yang manis.
Floretta membalik tubuhnya. Saat ia sudah berada di pintu, kalimat selanjutnya membuat Jarvis benar-benar merasa istrinya mulai menjauhinya.
"Kalau nanti kembali ke kantor, aku tidak bisa mengantarkanmu. Tidak perlu berpamitan dengan anak-anak, nanti mereka terlalu berharap kau menemani mereka bermain."
Floretta melangkah keluar lalu menutup pintu. Tinggallah Jarvis di kamar, merenungi keanehan istrinya.
Dia menunduk melihat pakaiannya yang telah diganti lebih santai. Dia tidak berencana ke kantor lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments