Floretta menyenderkan punggungnya di dinding, ia tidak mungkin ke kamar bermain anak-anaknya dengan linangan air mata.
Floretta masuk ke kamar putrinya, Rosalie. Ia menyentuh dadanya yang sesak. Tidak sanggup berdiri lama, Floretta menyeret punggungnya dari dinding sampai terduduk di lantai.
Rasanya begitu terlambat Floretta sadari bahwa Jarvis tidak pernah mencintai dan menginginkannya sepanjang pernikahan mereka. Wawancara Alleta Nicoline menginsafi kondisi rumah tangga mereka.
Floretta menutup kedua matanya, ia berusaha menormalkan laju nafasnya. Tidak bisa berlama-lama di kamar, Floretta pergi ke kamar kecil dalam ruangan itu lalu membasuh wajahnya.
Perempuan itu melangkah keluar menuju ruang bermain anak-anaknya. Betapa terkejutnya Floretta mendapati Jarvis tengah bermain bersama anak-anaknya. Pemandangan langka di masa lalu.
"Dari mana?" tanya Jarvis begitu Floretta mendekat. Rosalie dan Dael sibuk bermain dadu dan menjalankan pion di papan permainan.
"Dari kamar kecil," jawab Floretta tanpa memandang Jarvis. Ia memberi perhatian pada aktivitas anak-anaknya.
Jarvis memandangi Floretta lekat-lekat, ia bisa melihat warna putih manik mata istrinya sedikit memerah. Jarvis menggeser tubuhnya sedikit mendekat pada Floretta.
"Apakah kau baru saja menangis?" tanya Jarvis berbisik ke telinga Floretta.
Floretta terhenyak mendengar pertanyaan itu. Ia mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan dengan posisi Jarvis saat ini.
Air matanya masih ingin mengalir melewati kedua pipinya, Floretta tidak ingin itu terjadi, dia lantas beranjak dari sana. Floretta menyibukkan diri dengan membereskan mainan yang tidak dimainkan oleh anak-anaknya.
Jarvis memperhatikan dan mempelajari gerak-gerik istrinya. Ke mana Floretta, istri yang ingin selalu menempel pada dirinya? Ke mana Floretta yang ceria, sering memeluknya sampai Jarvis sering risih dibuatnya?
Floretta di hadapannya bukan lagi istrinya yang dulu.
"Yeey, pionku tiba duluan. Aku pemenangnya," sorak Dael gembira. Rosalie tampak sedih dibuatnya.
"Kau curang, menjalankan pionmu dua kali," sanggah Rosalie mengerucutkan bibirnya.
"Itu bukan curang Ros, angka daduku 6, jadi aku punya kesempatan sebanyak dua kali," jelas Dael pada adiknya.
Rosalie sedih hampir saja menangis. "Hei, sayang. Apakah kau sedih karena kalah?" tanyanya pada Rosalie yang telah mengeluarkan air matanya.
Jarvis memandangi paras cantik Rosalie yang semakin mirip dengan ibunya. Ia mengusap kepalanya lalu memeluk putrinya itu.
"Namanya permainan ada kalah dan menang, Rosalie. Saat ini kau kalah dan Dael menang. Lain kali bisa sebaliknya. Bagaimana kalau ayah menghiburmu?" tawar Jarvis sembari menghapus air mata putrinya.
"Ya, aku bersedih. Ayah ingin menghibur dengan cara apa?" tanya Rosalie memandang ayahnya.
"Em...." Jarvis berpikir keras, ia melirik Floretta yang tengah memegang sebuah buku cerita anak bergambar. "Ayah akan membacakan buku untuk kalian. Flo, kemarikan bukunya," ucapnya mengulurkan tangan pada Floretta.
Floretta yang diam mematung patuh saat Jarvis meminta buku yang ada di tangannya. Floretta cukup kaget karena Jarvis menawarkan diri untuk membacakan buku bagi anak-anak mereka.
Melihat kebersamaan Jarvis dan anak-anaknya, Floretta merasa senang. Ia berpikir kehadirannya tidak dibutuhkan saat ini, maka kakinya melangkah keluar kamar, lebih baik ia melakukan hal lain agar tidak melihat Jarvis.
Saat dirinya menuju pintu, jalannya harus melewati Jarvis, sontak tangannya ditahan lalu ditarik. Tubuhnya terduduk di pangkuan suaminya.
Suara cekikikan putra-putrinya membuat Floretta sedikit canggung.
"Lepaskan, apa yang kau lakukan?" tanya Floretta berbisik seraya mengurai belitan tangan Jarvis dari perutnya.
"Temani kami di sini," balas Jarvis dengan bisikan pula.
Floretta tidak menjawab, ia sibuk mengangkat tangan kokoh Jarvis dari perutnya.
"Aku tidak akan melepaskanmu, kalau kau ingin pergi dari kamar ini," bisik Jarvis mempererat belitan tangannya, bahkan bibir pria itu sengaja menyentuh daun telinga Floretta.
Floretta menoleh ingin marah, sesaat terkunci oleh tatapan memabukkan Jarvis. Tidak ingin lengah, cepat ia membuang pandangan ke arah lain sembari menjawab, "Oke. Cepat lepaskan!"
Belitan itu mengendur, gegas Floretta berdiri dan duduk ke ujung sofa menjauh dari Jarvis.
"Ayah dan Ibu begitu manis," ujar Dael seraya menunjukkan barisan gigi putihnya.
Jarvis tertawa mendengarnya. Ia menepuk sofa di sebelah kanan agar Dael duduk di sebelah kanannya. "Kelak kau harus memperlakukan perempuan dengan baik, Dael," ucap Jarvis mengusap kepala putra sulungnya itu.
Floretta memutar bola matanya dan menggeleng samar. Bagi Floretta ucapan pria itu seharusnya ditujukan bagi dirinya sendiri bukan Dael yang masih kecil.
Jarvis membacakan kembali buku untuk putra-putrinya sampai mereka berdua tertidur menyender pada ayahnya.
"Bisakah kau membantu untuk mengangkat anak-anak? Biarkan mereka tidur di sini," ucap Jarvis.
Floretta memenuhi permintaan suaminya. Ia memindahkan Rosalie, sementara Jarvis memindahkan Dael.
Setelahnya mereka keluar kamar bermain. Saat melewati kamar pribadi mereka berdua, mendadak Jarvis menarik Floretta masuk ke dalam.
Pria itu menutup pintu lalu menghujani Floretta dengan kecupan penuh gairah sampai-sampai Floretta terbuai dibuatnya. Tidak sadar mereka telah berbaring di ranjang, padahal hari masih siang.
Jarvis masih terus mengecup istrinya. Saat Jarvis menginginkan hal lebih, ia memandang mata teduh milik Floretta.
Jarvis mendekatkan wajahnya untuk kembali mengangkat gelora Floretta. Deru nafas mereka menyatu.
Namun, secara mendadak Floretta menutup matanya lalu memalingkan wajahnya disertai air mata. Ingatan Floretta digempur dengan ucapan-ucapan Alleta Nicoline yang mengaku pernah disentuh oleh suaminya hingga membuatnya tidak berdaya. Ditambah lagi, ingatan akan segala usaha-usahanya yang percuma untuk membuat Jarvis berpaling padanya.
Jarvis mendengar isak tertahan istrinya, dia lantas menggulingkan tubuhnya ke samping Floretta. Perempuan itu memiringkan tubuh ke arah yang berlawanan dengan Jarvis.
"Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi padamu," ucap Jarvis sembari menoleh pada Floretta. Punggung bergetar tanpa suara menandakan kesakitan hati istrinya yang dipendam. Namun, mengapa Floretta selama ini diam saja?
"Kau bisa mengucapkan apa isi hatimu, bukan dengan cara mendiamkanku seperti saat ini," sesal Jarvis, menaruh tangannya di balik kepalanya.
Mereka diselimuti keheningan beberapa saat hingga ucapan Floretta begitu mengganggu Jarvis.
"Aku ingin kita berpisah."
Floretta menutup kedua matanya, bening keluar membasahi kasurnya. Ia sendiri tidak menyangka telah mengucapkan kata yang ditolaknya beberapa hari ini. Tidak mungkin ada perpisahan antara suami dan istri menurut kepercayaan yang dianutnya.
Mendengar permintaan konyol istrinya, Jarvis berang. Ia kembali naik ke atas tubuh istrinya lalu menggenggam pergelangan tangan Floretta di kedua sisi kepala perempuan itu.
Floretta membelalak menerima sikap Jarvis yang kasar.
"Berpisah? Beri aku alasannya!" seru Jarvis menekan kuat pergelangan tangan Floretta.
"Kau tidak pernah mencintaiku! Lepaskan aku dan carilah perempuan yang bisa membuatmu betah di rumah dan memuaskanmu di ranjang," sembur Floretta dengan berani. Kalimat yang telah lama dipendamnya.
Jarvis mengamati istrinya yang melempar tatapan menantang.
"Cinta? Bukannya dulu kau katakan dalam pernikahan kita tidak peduli aku mencintaimu atau tidak, kau akan mengusahakannya sendiri?"
Floretta memalingkan kembali wajahnya ke arah lain.
"Aku menyerah, lelah dan butuh istirahat," tekadnya. Bening dari matanya kembali jatuh, seolah-olah menyatakan keberatan akan rencana Floretta untuk meninggalkan Jarvis.
"Dengar, jangan bertindak bodoh! Tidak akan ada perpisahan di antara kita. Aku sudah terjebak bersamamu dalam pernikahan ini. Takdirmu bersamaku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Xyylva Xyylva
tegas flo jgn mau kamu lembek sama suami penghianat kayak javir
2022-12-28
1