Bab 3 Belahan jiwa

Dafa masih dalam kondisi koma ketika keluarga besar datang kerumah sakit. Saat Chika datang keluarga Dafa sedang mengurus jenazah Aishah.

Chika tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ketika kakaknya di bawa melewatinya untuk di bersihkan luka luarnya. Keluarga Dafa lalu memeluknya tanpa mampu berkata apapun.

"Mbak Aishah..." Chika menangis dan ketika itu, ayah serta ibunya juga sudah sampai dengan cepat.

"Ayah...ibu...." Chika lalu memeluk mereka dan menangis karena sangat terpukul.

"Mbak Aishah sudah meninggal. Dan Mas Dafa sedang koma," kata Chika pada ibunya.

"Iya....ibu juga sedih. Ibu tidak menyangka hal ini akan terjadi. Secepat ini kakakmu telah pergi," Ibunya berusaha tegar dan menyeka air matanya.

Dokter datang dan mengatakan jika Aishah bisa dibawa pulang sekarang juga.

Keluarganya lalu membawa Aishah kerumah untuk di makamkan. Sedangkan Dafa dalam pengawasan dokter karena masih koma.

"Mas Dafa masih koma," kata Chika ketika berada di mobil bersama keluarganya.

"Ya. Untunglah Adam bersama denganmu," ucap ibunya sambil membayangkan jika Adam bersama mereka.

"Iya. Saya dan Adam menunggu di restoran. Mbak Aishah dan Mas Dafa datang belakangan. Lalu tiba-tiba polisi menelpon kami dan mengatakan jika mereka kecelakaan. Chika tidak percaya jika ini benar-benar terjadi. Ibu cubit Chika. Mungkin ini hanya mimpi," Chika dan ibunya lalu berpelukan.

"Ini bukan mimpi Chika. Kakakmu memang telah tiada. Dan kita tidak bisa melawan kehendaknya. Ini sudah takdir. Kita harus ikhlas," ibunya terlihat lebih tegar daripada Chika sendiri yang belum lama dia berbicara dan ngobrol dengan kakaknya. Lalu tiba-tiba sekarang mereka akan berpisah untuk selamanya.

Hatinya hancur berkeping-keping, dan membayangkan Adam yang pasti akan rewel mencari ibunya, membuat dia lebih sedih lagi.

*

*

Satu Minggu kemudian....

Dafa terbangun dari koma. Dia menatap satu persatu keluarganya. Dan mencari seseorang yang sangat dia cintai dan ingin dia lihat senyumnya hari ini.

"Dimana Aishah?" Bertanya pada seluruh keluarganya yang berdiri mengitarinya.

Semua terdiam. Keheningan terasa sangat mencekam.

"Istrimu....istrimu telah meninggal satu Minggu yang lalu dalam kecelakaan," kata Romi papanya.

Mama Rasti lalu memeluk Dafa putra kesayangannya.

"Tidak mungkin. Kalian pasti bohong. Mana Aishah? Aku ingin melihatnya. Aku ingin bertemu dengan-nya," Dafa lalu melepas semua selang dan akan bangun mencari istrinya.

"Dafa. Tenang nak. Papa berkata yang sesungguhnya. Istrimu telah tiada. Dia meninggal begitu sampai dirumah sakit. Dan kau koma selama satu Minggu," Mama Rasti memberikan pengertian pada putranya yang terlihat marah dan tidak bisa menerima kenyataan jika Aishah telah meninggal dunia.

"Tidak! Ini pasti kejutan. Kalian pasti menyembunyikan istriku. Kami akan merayakan pernikahan kami yang ke empat tahun. Aishah pasti yang meminta kalian untuk berbohong kan? Aishah ada dirumah dan sedang membuat kejutan untukku bukan? Aishah pasti sudah menungguku. Aku harus pulang. Aku akan pulang sekarang. Dia tidak boleh menunggu lama,"

Dafa tidak percaya dan tidak menerima kenyataan ini. Dia tidak percaya jika istrinya meninggal dalam kecelakaan.

"Dafa...tenang nak. Jangan kemana-mana. Kamu masih sakit,"

"Tidak ma. Aku harus pulang. Aku ingin bertemu istriku. Dia pasti sudah menungguku,"

Semua yang ada disana menjadi terisak melihat Dafa yang tidak percaya jika istrinya telah di renggut takdir.

"Chika. Katakan. Kamu sangat sayang pada Adam bukan? Katakan dimana Aishah kakakmu! Mereka semua berbohong. Kau pasti jujur. Dimana kakakmu?"

"Mas Dafa....Mbah Aishah....sudah meninggal dunia. Meninggalkan kita untuk selama-lamanya...." Chika berkata dengan terbata dan juga kesedihan yang mendalam.

"Kau juga berbohong pada kakak iparmu? Kalian semua berbohong padaku! Kenapa!? Diana istriku!?" Dafa berteriak sambil memukul dadanya sendiri hingga membuat dia pingsan.

"Dafa!" Mama Rasti kaget dan berteriak memanggil dokter.

"Dokteeerrrr!"

"Silahkan kalian tunggu diluar. Kami harus segera melakukan tindakan. Tuan Dafa mengalami shock dan tekanan yang sangat dalam,"

Semua keluarganya lalu keluar.

*

*

Beberapa jam kemudian.....

Dafa membuka matanya dan hanya dokter yang dia lihat diruangan itu.

"Dokter....dimana istri saya?" bertanya dan berharap mendapatkan jawaban yang berbeda.

"Dihatimu..." Dokter memahami apa yang dialami pasiennya.

"Disini?" Dafa berkata sambil memegang dadanya.

"Ya. Istrimu selalu dihatimu,"

"Tapi dokter..." Dafa nampak kebingungan.

"Jika kau sangat mencintai nya, maka kau harus mengikhlaskan kepergiannya. Raganya memang pergi. Tapi bukankah dia selalu ada dihatimu?"

Dafa mengangguk pelan.

"Apakah kalian sudah punya anak?" tanya Dokter.

"Adam namanya. Usianya tiga tahun,"

"Istrimu mencintai nya?"

"Tentu saja. Kenapa dokter bertanya? Semua ibu pasti mencintai anaknya,"

"Kalau begitu, hiduplah untuk anakmu. Dan cintai dia sebagai mana istrimu mencintai anakmu,"

"Jadi...apakah istriku memang sudah tiada?" bertanya dengan hati yang teriris sembilu.

"Benar,"

"Ohh, Aishah. Maafkan aku. Aku tidak bisa menjagamu dengan baik. Kau tiada karena aku. Andai kita tidak merayakannya maka kau pasti masih hidup,"

Dokter yang mendengar penyesalan dari Dafa lalu mendekatinya.

"Jangan pernah menyalahkan diri sendiri atas apa yang sudah terjadi. Kenanglah hal baik yang kalian lewati yang membuat kau bersemangat untuk hidup dan membuat istrimu tenang di alam sana. Menyalahkan diri sendiri hanya akan membuat kau hancur setiap hari. Selain itu, kau juga akan membuat keluargamu sedih karena penyesalan mu,"

"Tapi dokter, ini memang salahku," Dafa mulai meratapi rasa kehilangan yang sangat menyakitkan. Dia menyesali acara perayaan yang berujung nestapa.

"Maafkan dirimu. Tidak semua bisa kau kendalikan dalam hidup ini. Ada saatnya kita hanya harus menerima dan bersabar atas musibah dan cobaan yang terjadi. Hadapi dengan ikhlas lalu segeralah bangkit demi putramu. Istrimu juga berharap hal yang sama seperti yang aku katakan. Sekarang kau temui keluargamu, aku akan melihat pasien lain,"

Dokter yang sangat bijaksana laksana sahabat yang membetikan air di tengah gurun pasir dan menghilangkan dahaga yang menyiksa.

"Terimakasih dokter...." Dengan berat hati, Dafa akhirnya sadar jika semua ini adalah kenyataan.

Mama dan papanya lalu masuk dan memeluk Dafa yang mulai bisa menerima kepergian Aishah dari sisinya.

"Ma, pa...Aku merasa sakit disini. Di hatiku. Aku merasa separo nyawaku telah meninggalkan aku..."

"Sabar Dafa. Sabar. Ingat anakmu Adam. Kamu harus tetap semangat dan ikhlas akan musibah ini demi Adam. Dia membutuhkanmu," bisik Mama Rasti di telinga Dafa.

"Babar nak. Semangat lah untuk putramu. Cepat sembuh. Dia sangat merindukanmu dirumah,"

"Dimana Adam?"

"Dirumah dengan suster..."

"Aku ingin segera pulang," kata Dafa.

"Ya...nanti papa akan bicara dengan dokter,"

Semua keluarga merasa lega akhirnya bisa melihat Dafa yang bersemangat dan bisa ikhlas menerima kepergian istrinya.

Chika pulang lebih dulu dan akan membereskan semua bajunya dan akan tinggal dirumah orang tuanya.

Dia tidak bisa lagi tinggal dirumah itu setelah kakaknya tiada. Selain akan menjadi fitnah, dia tidak bisa jika harus melihat bayangan kakaknya Aishah disetiap sudut rumah itu.

Tinggal bersama kakak iparnya menjadi hal yang mustahil dia lakukan. Begitu sampai dirumah. Chika masuk kekamar dan memasukkan semua barangnya ke dalam koper.

Adam lalu berjalan perlahan mendekatinya.

"Tentu mau kemana?" tanya Adam masuk kedalam koper yang belum tertutup itu. Dan menindih semua lipatan baju didalamnya.

"Tante akan tinggal bersama kakek dan nenek. Kamu disini bersama ayah dan suster ya?"

Adam menggelengkan kepalanya dan memegang tangan Chika dengan erat.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!