Hari sial

Karena semalaman tidak bisa tidur. Akhirnya pagi ini Nana bangun kesiangan. Bagaimana tidak, pukul tujuh ia baru bangun. Salahkan Ilyas dan Sarah yang mengabarkan hal menyebalkan kemarin dan membuat Nana memikirkannya semalaman.

"Aku berangkat!" teriaknya sambil berlari kecil menuju tempat motornya terparkir.

Jarum jam sudah menunjukkan angka setengah delapan kala motor yang dikendarai Nana keluar dari rumah. Tak ada waktu lagi. Kalau ia tak mengebut, sudah pasti ia akan terlambat. Saking tingginya kecepatan motor yang dikendarai Nana, ketika berada di jalan berbelok, laju roda motor yang Nana kendarai tak dapat dikendalikan. Alhasil motornya terlalu melaju ke kanan jalan dan terserempet mobil di belakangnya.

"Awwhh!!!"

Nana meringis kala motornya terjatuh dan kakinya tertimpa badan motor. Beberapa pengendara yang lewat berhenti untuk membantunya. Pun dengan mobil yang menyerempetnya.

"Mbak gak pa-pa?" tanya seorang wanita yang membantunya menepi.

"Gak pa-pa, Bu. Terima kasih," kata Nana, "Terima kasih, Pak," lanjutnya pada pria yang menepikan motornya.

"Sama-sama, Mbak. Masih bisa bawa motor'kan, ini?"

"Bisa Pak, bisa. Sekali lagi terima kasih."

Nana melepas helm yang ia pakai, membiarkan udara membelai kepalanya.

"Mbak!"

Nana menoleh kala seseorang memanggilnya. Dari sebuah mobil warna hitam, seorang laki-laki berjas abu-abu turun.

'Mampus! Ini mobil yang gue serempet. Jangan-jangan mau minta ganti rugi, lagi!' batin Nana.

Nana melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sial, ia jelas akan terlambat kalau tidak segera pergi.

"Aduh, Pak! Maaf banget, saya gak sengaja nyerempet mobilnya. Saya bakalan ganti rugi, kok!" Nana mengubek-ubek tak selempangnya dan mengambil sebuah kertas dari sana, "saya lagi buru-buru. Bapak bisa hubungi saya di nomer ini kalau mau bawa mobilnya ke bengkel. Saya gak bakalan lari dari tanggung jawab, kok!"

Begitu menyerahkan kartu nama pada si pemilik mobil, Nana buru-buru memakai helmnya kembali dan mulai menaiki motor. Persetan dengan kakinya yang sakit, nyawanya untuk saat ini lebih perlu diselamatkan dari amukan atasannya.

#####

Nana buru-buru meletakkan jarinya di mesin fingerprint sebelum pukul delapan tepat. Fiuh! Untung saja. Kalau terlambat dua menit saja, sudah habis ia.

Nana buru-buru masuk ke dalam lift sebelum tertutup. Kini, ia hanya tinggal menunggu lift berhenti di lantai empat, dimana lantai divisinya berada.

"Tumben baru datang, Mbak?" adalah pertanyaan pertama kala ia menginjakkan kaki di ruangannya.

"Iya nih. Kesiangan gue," katanya sambil menatap Arin, orang yang baru saja bertanya.

"Lo kenapa dah, Mbak, jalannya pincang gitu?" seorang cowok bertanya saat masuk ruangan. Ditangannya segelas mug terlihat masih mengeluarkan asap. Namanya Brian.

"Jatoh gue. Sial banget hari ini, tuh. Udah kesiangan, keserempet mobil pula."

"Kok bisa?"

"Lo gak pa-pa, kan tapi, Mbak?"

Brian dan Arin bergegas mendekati meja Nana. Dua orang yang saat ini ada di ruangan itu serempak menanyakan keadaan Nana dengan nada khawatir.

"Udah, gue gak pa-pa! Pada balik ke kubikel, gih!" kata Nana seraya mengibaskan tangan.

"Pagi semuaaaaaa!!!" Sela menyapa dengan suaranya yang cukup melengking. Gadis berambut sebahu itu pasti habis berkumpul dengan teman gosipnya dari divisi lain, "eh? Ada apa nih, kok ngumpul di mejanya bu ketua???"

"Mbak Nana keserempet mobil," jelas Brian.

"Kok bisa sih, Mbak? Udah diperiksain belom?" tanya Sela.

"Cuma memar doang," kata Nana sambil menunjukkan memar di pergelangan kaki kanannya, "nanti dikompres es batu juga mendingan," lanjutnya.

Sela hanya mengangguk, "Eh guys! Kita bakalan punya CEO baru!" seru Sela heboh.

Nana memandang Sela sangsi, "Gosip terosss!!"

Sela hanya nyengir, "Eh, beneran tau Mbak Na. Coba deh ntar tanya Mas Aditya sama Mas Imam! Mereka tadi sempet nyapa di bawah."

"Lah? Kalau ada CEO baru Pak Abi mau dikemanain???" sahut Brian yang di setujui oleh Nana.

"Entah," Sela mengangkat bahu, "mungkin ditarik sama kantor pusat kali, Mbak."

Nana mengangguk. Bisa jadi. Apalagi perusahaan selama di bawah kepemimpinan Pak Abi juga baik-baik saja. Malahan bisa dikatakan cukup berkembang.

"Apaan nih, pagi-pagi udah ngumpul? Ada yang bawa makanan, kah?" seorang pria berkacamata masuk. Namanya Adit. Kalau yang agak gemukan di sampingnya itu namanya Imam.

"Yeu.... makanan mulu Mas Adit yang dipikirin. Heran deh, badan gak gemuk gitu kok doyan makan? Kebalik tuh sama Mas Imam!" Brian menyahut. Brian ini meskipun cowok mulutnya pedes banget. Segala sesuatu pasti dikomentarin. Kenapa ayam bertelur pun pernah ia komentarin.

"Eh, Mas! Bener ya Pak Abi mau diganti sama CEO baru?" tanya Nana akhirnya.

Mas Adit mengangguk, "Nanti palingan sama Pak Abi diajak keliling. Tunggu aja."

Omong-omong dalam divisi ini Aditlah yang paling tua. Makanya meski secara jabatan Nana yang lebih tinggi, ia tetap memanggil Adit dengan sopan meskipun umur keduanya tidak jauh berbeda. Hanya selisih dua tahun. Kalau Imam itu sepantaran dengan Nana, tahun ini usianya menginjak angka 27. Lalu cowok tertampan di divisinya (read:Brian) berumur 25 sama dengan Arin. Sedangkan Sela adalah bontot di sini, baru berusia 23 tahun. Jadi jangan heran deh, kalau kadang Sela itu manja.

"Tuh kan?!" teriak Sela.

Kami semua hanya berdehem menanggapi Sela sebelum kembali ke kubikel masing-masing.

"Btw, Na?" Nana menengok pada Adit yang mejanya berada tepat di hadapannya, "tumben rambut lo gak rapi? Numpang mandi di kantor apa gimana?"

Nana meraba kepalanya. Damn it! Ternyata ia belum sisiran. Pantesan sedari tadi kayak ada yang kurang, "Rin, pinjam sisir, dong!" ucap Nana yang dihadiahi tawa satu ruangan. Nana sih gak peduli, ia tetap santai menyisir rambutnya. Untung saja kemarin ia keramas, jadi rambutnya masih lembut dan mudah diatur.

"Wah! Kayaknya lagi seru ini tim-nya Nana!"

Nah lho? Suara siapa itu yang barusan terdengar?

Nana yang masih asik sisiran mengangkat kepala perlahan. Ia kemudian tersenyum mala kala mendapati Pak Abi berada di ruangan mereka.

"Gak pa-pa, Na, lanjutin aja!" kata Pak Abi seraya tersenyum geli.

"Hehe.... sudah selesai kok Pak, ini."

Masih dengan senyum tipis, Pak Abi mengangguk. Duh, Pak Abi itu meski hampir kepala empat tapi tetap enak dipandang. Sebelas dua belas lah kayak Gong Yoo Oppa.

"Minta waktunya sebentar, ya? Kenalkan, ini Pak Sagara. Beliau yang akan memimpin perusahaan untuk ke depannya."

Pandangan Nana beralih pada sosok yang sedari tadi di belakang Pak Abi. Sosok itu kini berdiri sejajar dengan Pak Abi.

Tunggu! Nana perhatikan kok mukanya familiar, ya? Kayak pernah lihat tapi dimana? What the-----

Bukankan dia pemilik mobil yang tadi pagi tak sengaja ia serempet???

#####

Terpopuler

Comments

fitriani

fitriani

moga aja bos yg baru baik

2023-01-22

0

May Tanty

May Tanty

Bagus cerita nya tulisan nya juga mudah di mengerti

2023-01-22

0

yaniDanang

yaniDanang

Alur nya sangat bagus👍 kak, lanjut

2022-12-24

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!