Jalan-jalan yang dimaksud Sagara adalah duduk di dalam mobil selama dua jam lamanya. Entah sebenarnya Sagara mau membawanya ke mana. Nana juga dilanda kebingungan saat mobil yang mereka tumpangi mulai memasuki kota dingin yang terkenal dengan penghasil buah apelnya itu.
"Pak, ini sebenarnya kita mau ke mana sih?" tanya Nana.
"Kamu ini kenapa banyak tanya sih?" balas Sagara ketus.
Nana memilih bungkam daripada ia membuka mulut dan kembali mendapat omelan. Sumpah ya, Sagara ini baru sehari kerja tapi sudah bikin Nana darah tinggi. Hih, Nana tidak bisa membayangkan kalau ia harus bekerja bertahun-tahun di bawah kepemimpinan Sagara. Bisa mati buda ia kalau harus menghadapi orang macam Sagara selama bertahun-tahun.
Beberapa menit dalam keheningan, mobil yang dikendarai Sagara menepi di sebuah jalan. Nana melihat sekitar, sebuah proyek gedung bertingkat yang masih belum jadi terpampang di sebelah kiri jalan.
tok! tok!
"Kamu mau keluar atau makan gaji buta?"
Nana merengut melihat Sagara yang sudah berdiri di luar mobil tepat di samping pintu penumpang. Dengan tampang bersungut-sungut, Nana akhirnya keluar, "Segala sesuatu itu butuh proses, Pak. Keluar mobil pun juga butuh proses."
"Jawab aja terus!"
Nana membuang muka. Menghadapi Sagara benar-benar butuh banyak stok kesabaran. Karena stok kesabaran Nana sudah menipis, ia memilih untuk mengabaikan bosnya itu.
Sagara tak ambil pusing dengan sikap Nana, ia memilih berjalan dengan langkah lebar memasuki gedung yang tengah dalam proses pengerjaan, meninggalkan Nana yang berjalan pincang di belakang.
Selama satu jam bergabung di dalam proyek, Nana sama sekali tidak mengerti apa fungsi ia diajak ke sini. Sedari tadi Sagara asik berbincang dengan beberapa pekerja tanpa melibatkan Nana di dalamnya. Meskipun Nana faham apa yang mereka bicarakan, Nana masih punya urat malu untuk tidak bergabung dalam obrolan mereka.
Hiks!
Nana rasanya ingin menangis saja. Lihatlah Sagara yang malah pergi meninggalkannya entah ke mana. Dengan kaki yang masih terasa ngilu, mana mungkin Nana mau menjelajahi proyek yang luasnya seluas alun-alun Malang ini. Awas saja bos kampretnya itu kalau kembali nanti! Dia lupa atau gimana kalau membawa anak buah jauh-jauh ke sini?!
Karena cukup risih menjadi sorotan para pekerja proyek, Nana memilih melipir ke luar gedung. Ia kemudian mendudukkan tubuh di dekat jendela yang kebetulan ada sebuah bangku kayu panjang di sana. Lagipula tempat itu juga cukup strategis kalau-kalau nanti ia melihat Sagara lewat.
...TIM PRODUKSI 2...
^^^Clarina^^^
^^^Maunya bos baru itu apa sih???^^^
^^^Capek banget gue. Sumpah.^^^
Brian
Lo emangnya disuruh ngapain, Mbak?
Ngangkatin semen?
^^^Clarina^^^
^^^Ya menurut lo aja sih, Bri!^^^
Aditya
Sabar Na. Memangnya kamu lagi ngapain sekarang?
^^^Clarina^^^
^^^Lagi duduk-duduk ini. Mana kaki ngilu kan, ya.^^^
^^^Eh, si bos ngilang entah ke mana.^^^
^^^😭😭^^^
Brian
Buahahahahaha
Arin
Semangat, Mbak Na!
^^^Clarina^^^
^^^Brian ******!^^^
^^^Kapan sih gue gak semangat, Arin?^^^
^^^😪^^^
Sela
Gak papa, Mbak. Hari pertama ditandai bos baru.
Siapa tahu kan, hari berikutnya malah semakin uwu.
Hehe...
^^^Clarina^^^
^^^Uwu... uwu...^^^
^^^Siapa yang mau uwu-uwuan sama bos macam Pak Sagara?!^^^
^^^Gue sih, ogah ya!!!^^^
Imam
Awas lho, yang sekarang bilang ogah suatu saat
malah ogah pisah...
Brian
Buahahahaha...
Mas Imam sekali keluar langsung berdamage.
Sela
Nah, betul Mas Imam
^^^Clarina^^^
^^^Imam gak usah keluar aja kalau mau mancing!^^^
"Ehem!"
Suara deheman seseorang membuat Nana buru-buru mematikan ponselnya. Dari bingkai jendela di belakang Nana, Sagara melongok sambil bersendekap. Jas yang tadi dipakainya kini telah beralih posisi tersampir di bahu. Dari dalam bangunan yang hanya dibatasi tembok setengah jadi, Sagara menatap Nana sinis.
"Eh?"
"Jadi gitu ya kerjaan kamu?! Jangan-jangan kalau di kantor kamu juga gitu?! Asik chatting terus!"
Ucapan bernada kasar dari Sagara membuat mood Nana kembali anjlok, "Mana ada ya, Pak! Bapak kan, baru sehari kerja di perusahaan, jadi jangan nge-judge sembarangan!" semprot Nana kesal.
Sagara memicingkan mata, "Oh, jadi menurut kamu, orang yang kerjanya bertahun-tahun selalu benar? Cih!"
"Saya gak ada bilang kayak gitu ya, Pak!"
"Kamu memang gak bilang. Tapi ucapan kamu barusan memiliki makna lain," Sagara berlalu, membuat Nana hanya bisa menatapnya geram, "kamu, kalau mau nginep disini ya, silahkan." lanjutnya setelah keluar dari gedung.
Sumpah, Nana gedeg setengah mampus! Bisa gak sih tukar tambah bos sengak? Nana rela deh tombok agak banyakan untuk menukar bos seperti Sagara itu.
#####
Dua jam perjalanan dari Surabaya ke kota Malang, ditambah dua jam di proyek yang entah apa gunanya, ditambah lagi dua jam untuk sampai di Surabaya lagi. Fiuh! Adakah hal yang paling absurd dari hari ini bagi Nana? Nana lelah. Mana ia lapar karena dari pagi belum makan. Fix, Sagara ini benar-benar tidak punya hati. Apa dia tidak sadar kalau sedang membawa anak orang dan tidak dikasih makan?
"Kamu kenapa lihatin saya kayak gitu?"
Nana, yang tak sadar tengah menatap Sagara dengan pandangan kesal seketika membuang pandangan ke luar jendela. Melihat pepohonan yang bergerak cepat di luar mobil lebih baik daripada melihat wajah tampan Sagara yang menjengkelkan.
"Kalau ditanya itu jawab. Heran deh, perasaan kamu gak tuli atau bisu."
Nana menoleh cepat, "Astaghfirullah, Pak! Mulutnya itu tolong dikondisikan."
Sagara tertawa kecil yang sialnya terdengar merdu di telinga Nana. Perlahan, Nana menoleh dan mendapati Sagara masih dengan sisa tawanya. Untuk sesaat, Nana terpaku. Sagara ini, seandainya orangnya kalem kayak Pak Abi, sudah pasti Nana akan jatuh hati. Sayang sekali muka tampannya harus dibekali dengan mulut sengak yang sangat tidak berfaedah.
"Ehem!" Sagara yang menyadari tatapan Nana berdehem, "kamu jangan lihatin saya terus! Kalau kamu naksir, saya gak tanggung jawab!"
Nana menatap Sagara sinis. Iyuh, selain bermutut sengak, Sagara ini juga over pede ternyata, "Narsis."
"Kamu bilang apa?!"
Nana buru-buru menggeleng, "Enggak bilang apa-apa kok, Pak. Bapak salah dengar kali."
"Kamu pikir saya tuli?"
Nana mengangkat bahu acuh. Percuma meladeni mulut sengaknya Sagara, "Bapak yang bilang lho, ya. Bukan Saya."
"CLARINA!!!"
Nana langsung kicep mendengar bentakan Sagara. Lebih baik ia diam daripada ia diturunkan di tengah jalan. Kan gak lucu kalau pergi bareng bos, pulangnya sendirian. Dan di sepanjang perjalanan, Nana hanya diam sambil memegangi perutnya yang kelaparan. Nana mengelus perutnya pelan. Huft, sabar. Nanti kalau sudah sampai di Surabaya, Nana janji akan makan sepuasnya untuk mengganti rasa laparnya saat ini. Sialan Sagara!
#####
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
fitriani
bosnya g pengetian, masa bawa anak orang g dikasih makan minum.
2023-01-23
0