Tio yang merasa penasaran, langsung memutuskan untuk pulang dan membuntuti Mami Nurul.
"Bos mau kemana?, kita akan melakukan meeting setelah makan siang nanti." Ucap Tolip.
"Batalkan saja."
"Edalah. Kenapa?" Tanya Tolip lagi.
"Aku harus menjadi detektif untuk menyelidiki sesuatu yang sangat intim." Pekik Tio sambil keluar dari ruangannya setelah dia memakai jas.
Tio segera memasuki lift dan berharap sang Mami masih berada di kawasan kantor, ada dia bisa mengetahui kemana Maminya akan pergi.
Beruntung sekali, saat Tio tiba di lantai dasar. Dia melihat sang Mami baru saja memasuki mobil. Dengan cepat, Tio langsung menuju mobilnya dan mengikuti mobil kami.
"Mami mau ke mana ya?, bukankah ini bukan jalan menuju mansion?" Tanya Tio saat dia mengikuti mobil maminya yang tidak berada di jalan menuju rumah.
Tio terus mengikuti mobil Mami dengan jarak aman, sehingga sang Mami tidak mengetahui jika sebenarnya Tio sedang membuntutinya.
"Mami ngapain ke perkebunan Jeruk?" Pekik Tio saat melihat mobil Mami nya berhenti di perkebunan jeruk milik keluarga.
"Apa Mami dan Papi akan mengocok di sini?" Pekik Tio.
Tanpa pikir panjang lagi dan karena rasa penasaran yang sangat tinggi. Tio ikut memarkirkan mobilnya dan langsung berjalan untuk mengejar Nurul.
Sialnya, saat Tio baru saja memasuki ruangan. Tio kehilangan Mami.
Tio berjalan naik ke lantai atas dan menuju balkon untuk melihat Mami nya dari atas.
Tio tidak menemukan Mami diantara tumbuhan pohon jeruk.
"Mami pergi ke mana ya? cepet banget hilangnya."
Tio akhirnya berjalan dan memutuskan untuk kembali setelah beberapa kali ponselnya berdering. Panggilan dari Tolip.
"Halo?" Tio memutuskan untuk mengangkat panggilan dari Tolip karena merasa bahwa ponselnya cukup mengganggu dengan berdering terus menerus.
Tolip kemudian memperingatkan Tio bahwa dia sudah memundurkan meeting selama 2 jam. Jadi, Tio harus kembali ke kantor dalam waktu 2 jam.
"Baiklah, Aku akan kembali dalam waktu 1 jam." Pekik Tio.
Tio yang hendak melangkah untuk keluar dari sana, tiba-tiba merinding karena mendengar suara yang sangat merdu.
"Pelan pelan, Pa."
"Iya, iya.. Mami bantuin buka dong."
"Ih Papi, Mami kan udah basah. Gak bisa nahan lagi."
"Ya udah, kita berusaha buka bareng aja."
Sesuatu milik Tio tiba-tiba terbangun.
"Gila orang tua zaman sekarang kalau main suaranya nggak bisa dikondisikan." Pekik Tio.
"Lah, elu kenapa juga bangun perkedel tahu." Ucap Tio sambil melihat ke arah bawah.
"Yaelah, gue bangun itu tandanya lu normal. Wajar kan, gue bangun karena mendengar suara yang menggugah selera itu."
"Hais, suara semacam itu tidak akan membangkitkan seleraku." Ucap Tio lagi.
Tio memutuskan untuk keluar dari sana Namun, baru satu langkah Tio melangkahkan kakinya. Dia bergegas lari dan mencari asal suara itu.
Tio menempelkan telinganya pada pintu yang berada tidak jauh dari ruangan dapur.
"Ah, Papi..."
"Apa Mami sayang?"
"Mami udah basah. Kocok sekarang aja."
"Sebentar Mami, tinggal dikit lagi."
"Ah Papi, moncrot ke Mami lo. Papi jorok. Udah di bilang jangan ngocok sendiri."
Deg !!!
Tio menjauhkan diri dari pintu, dan melihat ke bawah. Dimana, si Paijo seperti mendesak ingin keluar dari sangkar.
"Tahan. Udahlah Paijo, kita balik aja. Orang tua gak akan akhlaq."
Seperti sebelumnya, saat dia sudah melangkahkan kaki untuk pergi dari sana. Tio kembali menempelkan telinganya pada pintu.
"Udah ma, Papi masukin ya?"
"Iya Pi, kan dari tadi Mami juga minta dimasukin. Mami udah gak tahan."
"Ya udah, bentar."
"Cepet Papi..."
"Iya iya, eh.. mati mami"
"Apanya mati?"
"Ini..."
"Duh, Papi ini gimana sih. Tadi semangat ngajakin ngocok. Sekarang..."
Diluar sana, Tio tertawa karena mengira yang mati adalah pusaka keramat milik Papi nya.
"Yah, terus gimana dong, Mami?"
"Ya udah, di kocok manual aja."
"Maaf ya."
"Iya, ya udah ayo cepat di kocok."
"Iya..."
Hening...
Tio mulai kebingungan karena dia tidak dapat mendengar suara dari kedua orang tuanya.
"Hmm, enak ya Pi.."
"Ya jelas enak, siapa yang ngocok."
"Lagi papi..."
"Boleh, mau kecepatan super apa luar biasa."
"Luar biasa."
"Okeh..."
"Huh hah..."
"Uh yea..."
"Huh, hah.."
"Uh, yeah..."
Tio tidak tahan lagi, dia merasa telinganya ternodai dengan suara-suara yang dikeluarkan oleh orang tuanya.
Brak !!!
"Tuyul sableng..." Ucap Papi
"Monyet eh monyet.." Ucap Mami.
"Heh anak tuyul." Ketus Nuril. Suami Nurul, yang juga bapak dari Tio.
"Apa bapak Tuyul?"
"Dasar bocah gemblung. ini kamu yang ngatain bapakmu ini sebagai bapak tuyul?"
"Lah, tadi Papi manggil aku anak tuyul. Terus Papi siapa kalau bukan bapak tuyul. Kan Tio anaknya Papi."
"Oh iya ya. Ya wes."
"Bocah perkedel."
"Iya bapak perkedel?"
"Loh, sekarang kau juga nanti jadi bapak perkedel?"
"Lah, tapi tadi menyebut aku sebagai bocah perkedel. Bocah perkedel tidak akan ada, kalau tidak ada bapak perkedel."
"Kalau gitu, bocah...,"
"Halah, anak sama bapak sama-sama gemblung. Tio, kamu ngapain pakai acara dongkrak pintu segala? nggak sopan banget kamu jadi anak." Ketus Mami.
"Ya, ngapain Mami sama papi ngeluarin suara seolah-olah kalian sedang ber ehem-ehem?"
"Ehem ehem apa?" Tanya Mama.
"Ehem ehem, tadi itu kan Mami sama papi ngeluarin suara kayak orang kepedesan. Huh hah, huh hah. Terus tadi apa yang pakai moncrot-moncrot segala?"
Mami dan Papi saling berpandangan. Lalu pandangan Tio fokus pada kedua orang tuanya yang masih berpakaian lengkap.
"Ini kalian kenapa masih lengkap pakaiannya?"
"Hoy anak dugong. Kamu berharap kamu telanjang begitu?"
"Ya, kalian kan lagi senam aerobik. Tadi yang basah-basah itu apa?"
"Jeruk." Ucap Mama.
"Yang moncrot?"
"Jeruk juga?"
"Yang di kocok?"
"Jeruk versus buah naga."
Nuril yang mengerti arah dari pertanyaan yang dilontarkan Tio, langsung berjalan menghampiri Tio dan memukul kepalanya menggunakan tongkat kecil.
Pletak !!!
"Bocah mesum. Kamu pikir kami sedang mengocok apa?" Ketus Nuril.
"Ngocok telur sampai keluar mayonaise." Ucap Tio sambil berlalu pergi.
"Bocah sableng!"
Wing....
Beberapa sandal dan barang-barang lainnya meluncur bersamaan dengan perginya Tio.
"Haduh, punya anak laki laki kok eror nya minta ampun." Pekik Nuril setelah Tio pergi.
"Mami kenapa?" Tanya Nuril saat istrinya terlihat senyum sendiri sambil mengedipkan mata dan berlenggak-lenggok seperti cacing kepanasan.
"Ngomong-ngomong soal ngocok, gimana kalau...." Nuril mengedip-ngedipkan matanya.
"Mami kelilipan?"
"Bukan, tapi mata berkedip ini kode untuk Papi."
"Kode apa?. Mami mau ngocok lagi?"
"Iya, kok Papi tahu sih."
"Ya jelas tahu lah, aku ini kan suami terbaik di dunia."
Nurul terlihat tersenyum dan langsung memejamkan mata sambil memojokkan bibirnya, menunggu sebuah bibir lagi yang akan ditabrakkan pada bibirnya.
Nuril yang baru saja selesai memasukkan jeruk dan buah naga pada alat kocok manual, tentu saja heran melihat istrinya yang memejamkan mata sambil memonyongkan bibirnya.
"Loh, Mami kenapa mulutnya kayak pantaat bebek?"
"Emm... mmmm."
"Katanya mau ngocok?"
"Mmm...mmm.." Ucap Nurul sambil menggerak-gerakan tangannya, gerakan empat jari sebagai kode bahwa apa yang ada di depannya untuk segera dekat dengan dirinya.
"Nih.., selamat menikmati ngocok jusnya. Papi laper, mau ke dapur ambil makanan."
Jeng....
Jeng...
Jeng...
"PAPI !!!"
...----------------...
...----------------...
...----------------...
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
MAY.s
Kok jadi perkedel tahu? Cocoknya terong gelantung
2022-12-19
1