Menjelang pagi yang masih gelap gulita, Roman memaksakan dirinya untuk berangkat menuju sekolah. Meski baru pulih dari perawatan semalam, ia tetap memutuskan untuk begegas secara diam-diam, mengelabui Angelina dan Natasha yang sedang tertidur pulas.
Demi membahagiakan mama, jalan kaki ke sekolahpun akan ku lakukan! batin Roman.
Roman masih memiliki ingatan tentang kejadian yang menimpanya kemarin. Asalkan nyawanya masih bernaung didalam raga, kehilangan sepeda pun bukan masalah baginya.
Ia mengikhlaskan perlakuan Paul, Rika, dan Valentine yang telah menghilangkan sepedanya. Roman akan mengingat nama-nama tersebut, dan memasukkannya kedalam daftar orang yang dianggap musuh.
Ayah! Maafkan aku yang tidak berdaya ini. Aku akan mengingat nama-nama yang telah menghancurkan pemberian berhargamu!
Roman membatin dalam hatinya seraya menatap ke arah langit yang gelap. Ia pun telah memiliki rencana untuk membalas segala perbuatan mereka. Roman seketika menyeringai ke atas langit, pertanda bila dirinya telah memahami seluk-beluk tentang mereka.
Aku akan mengalahkan orang-orang yang sombong itu! batin Roman seraya mengepalkan kedua tangannya.
Ia pun menghentikan langkahnya pada sebuah tempat, yang menjadi saksi bisu atas tragedi yang telah menimpanya. Roman menatap pada sebuah tiang listrik yang telah menahan punggungnya, saat berbenturan dengan sebuah mobil yang ditumpangi Rika.
Hei tiang! Terima kasih telah menyelamatkanku! Tidak, Tidak! Terima kasih karena telah membuat punggungku retak! Roman membatin dalam hatinya seraya menyetuh tiang listrik itu.
Roman tersenyum-senyum sendiri, karena merasa malu dengan tindakannya. Ia mengingat-ingat kembali kejadian yang telah menimpa dirinya, di hari pertamanya sekolah.
Roman pun kembali menatap tiang listrik itu dengan pandangan yang tajam. "Tuan tiang listrik, Eh? Atau mungkin..., Nyonya tiang listrik? Arggghhh! Apapun sebutanmu, mulai hari ini, aku adalah aku yang baru! Dan kau adalah saksiku!" kata Roman kepada tiang listrik.
Roman seketika terkejut, setelah mendapati kedatangan sebuah mobil, yang cahaya lampunya menyilaukan pandangan Roman. Ia kemudian melirik pada plat mobil itu.
Bukankah itu mobil Rika? Sial! batin Roman.
Roman segera memalingkan wajahnya ke arah lain, agar tak dikenali oleh Rika. Ia kemudian mengambil ancang-ancang untuk bersiap melarikan diri dari gadis itu.
"Roman?" Rika menutup pintu mobilnya, "Apa aku salah lihat?" Rika kemudian mendekatkan dirinya menuju Roman. Ia merasa yakin bila anak laki-laki yang sedang jongkok itu, adalah Roman. Postur tubuhnya pun mirip, dan wajahnya sempat terlihat sekilas oleh Rika. "Roman!" sorak Rika dengan rasa penasaran.
Gawat!!! Aku harus lari! batin Roman.
Roman sontak berlari secepat mungkin. Ia berusaha menghindari Rika yang hampir mendekatinya. Gerak kakinya pun sungguh lincah dan gesit. Ia layak disebut sebagai atlit pelari nasional karena kecepatannya itu.
"Romaaan!!! ... Maxwell! Cepat kejar dia!" seru Rika pada supir pribadinya seraya memasuki mobil.
"Nona yakin?" tanya Maxwell dengan nada serius.
"Jika kau bertanya lagi, maka gajimu akan ku potong!"
"Okay!" Maxwell menginjak pedal gas mobilnya dengan segera. Ia berusaha mengejar Roman yang sudah tak terlihat batang hidungnya.
Setelah tiba pada sebuah perempatan, supir itu menjadi kebingungan. Maxwell pun menghentikan laju mobilnya, seraya melontarkan pertanyaan pada Rika. "Nona, ke arah mana?" tanya Maxwell.
"Jangan banyak tanya! Roman pakai seragam sekolah! Tentu kita harus pergi ke sekolah!" bentak Rika yang hampir emosi dengan cara berpikir Maxwell.
"Tapi nona, ini masih jam setengah lima pagi,"
"Maxweeeelll! Jika terus membantah, gajimu akan ku potong sampai tiga bulan kedepan! Cepat!"
"J-j-jangan nona!" Maxwell pun sontak menghantamkan pedal gasnya dengan keras, setelah mendapatkan ancaman dari Rika. Ia memaksimalkan kecepatan mobilnya, seraya bergegas menuju sekolah menengah St. Luxury.
...*** Disebuah taman ***...
"Huft... Huft... Hampir saja." ucap Roman dengan nafas terengah-engah. Roman berhasil mengelabui Rika. Ia tahu gadis itu telah melihat seragam sekolahnya. Dengan pola pikir yang jenius, Roman mengambil jalan kanan menuju sebuah taman kota. Sementara Rika tetap lurus menuju sekolah.
"Aku hanya ingin berangkat sekolah dengan damai, Rika!!!" sorak Roman seraya menatap ke arah langit. Peluh keringat pun telah membanjiri sekujur tubuh Roman. Ia merasa kesal dengan sikap Rika yang terus menghantuinya setiap saat.
Roman kemudian menatap pada sebuah ayunan. Ia berniat menenangkan hatinya dengan ayunan tersebut. Argghh!!! Bagaimana ini! Aku bisa terlambat kalau terus begini! batin Roman.
Roman terus menggumam dalam hatinya seraya mengayun-ayunkan tubuhnya pada sebuah ayunan. Waktunya telah terbuang begitu banyak karena kejadian tadi.
Ia kemudian berpikir bagaimana cara yang cepat dan tepat, untuk segera sampai di sekolah. "Baiklah! Cuma ini satu-satunya cara untuk pergi ke sekolah dengan cepat!" kata Roman dengan penuh keyakinan seraya bergegas menuju kantor polisi, yang tak jauh dari taman itu.
...*** Di depan gerbang sekolah ***...
"Nona? Apa kau tetap ingin menunggunya?" tanya Maxwell yang telah menepikan mobilnya didepan gerbang sekolah.
"Tunggu sebentar lagi! Aku yakin dia akan segera tiba!" tegas Rika seraya melihat-lihat ke arah luar jendela mobil.
Maxwell semakin tidak sabaran. Ia merasa aneh dengan sikap bosnya itu. Setelah menunggu beberapa menit, Maxwell yang telah kehilangan kesabarannya pun sontak menyalakan mobil. "Nona, jika terus begini, kau akan terlambat ke sekolah," tutur Maxwell sambil menginjak pedal gas.
Rika pun tak dapat mengelak lagi. Ia membiarkan Maxwell memutar kemudi mobil seraya bergegas menuju rumah. Sepintas teringat dalam benak Rika, akan kejadian dimana Maxwell yang tanpa sengaja menyerempet Roman, di hari pertamanya sekolah. "Semua ini gara-gara mu! Kalau saja kau tidak menabraknya!" bentak Rika pada Maxwell.
"Tenangkan dirimu nona! Sekarang sudah pukul setengah enam. Nama baikmu akan jelek, jika kau sampai terlambat ke sekolah," tutur Maxwell seraya menenangkan Rika yang sudah tersulut emosi.Ia pun mendapati Rika, hanya terdiam seraya memasang wajah judes. Maxwell ada benarnya. Pria itu lebih memilih untuk tidak menuruti keegoisan Rika, daripada membuat jelek nama baik bosnya itu.
Frederica Geraldine. Ia merupakan putri sulung dari Michael Geraldine, seorang pejabat tinggi di kotanya. Ayahnya menjabat sebagai walikota selama dua periode berturut-turut.
Dan Maxwell, telah mengabdi sebagai pengawal di keluarga besar Geraldine, selama dua puluh tahun. Ia pun tahu betul seperti apa tradisi dalam keluarga Geraldine.
...*** Di Kantor Polisi ***...
Setibanya di kantor polisi, Roman dengan rasa paniknya, mengejutkan semua petugas yang sedang bekerja. Lalu, seorang polisi menghampiri Roman seraya menenangkan kepanikannya.
Roman pun menjelaskan duduk perkara atas kejadian yang telah dialaminya itu kepada sang polisi. "Begini pak! Saat akan berangkat menuju sekolah, saya dikejar-kejar oleh sebuah mobil yang mencurigakan! Namun saya berhasil lolos dari kejaran mobil itu. Tetapi, saya malah semakin menjauh dari sekolah. Oleh sebab itu, saya menjadi trauma. Sudikah bapak mengantar saya menuju sekolah? Saya mohon pak, saya mohon!" tutur Roman dengan panjang lebar seraya membungkukkan badannya.
Setelah mendengar penjelasan Roman, sang polisi pun menjadi iba kepadanya. Pak polisi menduga bila mobil yang dimaksud Roman, adalah dalang dari penyebab maraknya penculikan yang terjadi di kota. Ia kemudian menanyakan sebuah pertanyaan kepada Roman. "Apa kamu melihat plat nomornya?" tanya Pak Polisi seraya mengetik pada sebuah komputer.
"Iya, pak! Saya masih mengingatnya! Plat nomornya adalah FG2022," jawab Roman dengan yakin.
"Baiklah. Kamu silahkan tunggu diluar. Biar petugas lain yang akan mengantarkanmu." kata sang polisi.
Roman pun segera beranjak dari kursinya. Dengan penuh rasa semangat, ia membuka pintu kantor polisi, seraya bergegas menuju luar. Yes! Rasakan itu, Rika! batin Roman.
Roman benar-benar cerdik. Selain mendapatkan tumpangan gratis, ia pun dapat membalaskan dendamnya pada Rika. Roman telah menuduh mobil Rika sebagai mobil yang kerap melakukan penculikan di kota.
Sang polisi pun dengan mudahnya mempercayai perkataan Roman, yang sedari tadi tetap mempertahankan rasa paniknya. Roman kemudian mendapati sebuah mobil dengan sirine yang menyala, menghampiri dirinya yang telah menunggu didepan gedung kantor polisi. Tanpa basa-basi, Roman memasuki mobil itu dengan penuh semangat.
~To be continued~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Imel • DUBY | gg
Wah Roman penyabar
2023-02-08
0
Dewi
Kesalahpahaman kah?
2023-01-17
0
d'Nadia¿ "EROR" -/ Server EN*
Wah, wah Roman!!. kamu cerdik ke aku. bukan cuma dapat tumpang gratis tapi juga kau bisa membalaskan dendam mu. tapi apakah itu akan berhasil?!, yah setidaknya mencemarkan nama baik Rika itu sudah cukup 🤭
2022-12-29
2