Roman terus berjuang melangkahkan kakinya. Meski menahan rasa sakit, ia tetap meneguhkan tekadnya untuk memasuki ruangan kelas. Seketika semua mata menaruh perhatian terhadap dirinya yang berjalan sempoyongan.
Ia menoleh kanan-kiri guna mencari tempat duduk yang kosong. Anak itu kemudian berjalan, menuju sebuah kursi yang terletak di bagian pojok kanan belakang ruangan kelas, setelah mendapati hanya kursi itu yang tidak bertuan.
Roman pun memperhatikan seorang siswi yang duduk termenung disebelahnya. Dengan penuh percaya diri, ia menyapa gadis tersebut seraya tersenyum. "Salam kenal, semoga kit—"
Ia terpaksa memotong ucapannya saat mendapati gadis imut, berkulit putih dengan rambut pendeknya itu memalingkan wajahnya ke arah lain. Roman merasa gondok setelah menerima perlakuan dari siswi yang duduk bersebelahan dengannya tersebut.
Tidak apa-apa. Mungkin aku bukan kriteria seorang teman untuknya, batin Roman.
Roman sejenak merenung seraya menoleh ke arah luar jendela. Burung-burung pun terlihat harmonis dimatanya. Ia ingin sekali merasakan hal yang telah dilakukan burung-burung itu. Rasa sakit di perutnya semakin menggebu-gebu. "Selamat pagi semuanya!" sapa seorang guru setelah memasuki ruangan kelas.
Semua siswa yang hadir pun berdiri seraya membungkukkan badan. Mereka memberikan salam penghormatan kepada guru wanita itu. Roman yang sedari tadi termenung, tetap berada dalam posisi duduknya. "Hei, kau! Berdiri!" tegur seorang gadis yang duduk disebelahnya tadi.
Roman beranjak dari kursinya seraya berdiri. Meski harus menahan rasa sakit diperut, ia tetap membungkukkan badannya secara perlahan.
"Baiklah, terima kasih. Silahkan duduk!" kata Sang Guru yang turut mengambil posisi duduk di kursinya. Wanita tersebut kemudian merogoh saku tasnya. Ia lalu mengeluarkan selembar kertas yang terdapat nama-nama siswa. Sebelum melakukan absensi, guru itu beranjak dari kursinya seraya memperkenalkan diri.
"Saya adalah Valerie Helsink, yang akan menjadi wali kelas kalian. Hari ini kita akan melakukan absensi," tutur Valerie dengan singkat dan lugas. Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, Valerie dengan segera menyebut nama mereka secara berurutan. Hingga akhirnya, tiba pada giliran nama Roman untuk disebutkan olehnya.
"Roman Hillberg!" sorak Valerie. Seketika keriuhan pun terjadi setelah nama itu terlontarkan dari mulut Valerie. Mereka menjadi bertanya-tanya sosok seperti apakah dibalik pemilik nama yang sangat bagus itu.
"Roman?" kata salah seorang siswa laki-laki berkacamata yang duduk paling depan.
"Hillberg?" ujar seorang siswa laki-laki lainnya yang duduk ditengah.
"Roman Hillberg? seorang pangeran kah?" sambung salah seorang siswi.
"Namanya cukup bagus! Aku jadi penasaran dengannya. Mungkinkah seorang anak pejabat?" kata salah seorang siswi.
"Hmm... dilihat dari nama keluarganya, sepertinya dia, orang yang terpandang." ungkap salah seorang siswi lainnya.
Roman hanya terdiam seraya menunduk saat menyaksikan kehebohan mereka. Ia tetap cuek sambil mementingkan kondisi tubuhnya.
Dengan perut yang terbelenggu oleh tangan, Roman berdiri dan menyebutkan namanya secara lantang. "Roman Hillberg! Hadir!" ucap Roman dengan nada tegas.
Tidak ada satupun kepala yang tidak menoleh ke arah Roman. Mereka terkejut seraya menatap tajam ke arah dirinya.
Roman pun tak dapat menahan ribuan tetesan keringat dingin yang keluar dari pori-pori kulitnya itu. Ia menunduk karena telah terbelenggu rasa gugup. "Roman Hillberg. Hmm..., nama yang aneh." sindir seorang gadis berambut pendek yang duduk disebelahnya.
Sang guru kemudian melanjutkan kegiatan absensinya kepada seluruh murid yang belum tersebutkan namanya. "Valentine Helsink!" sorak guru wanita itu seraya menatap pada sebuah kertas absensi.
"Valentine Helsink! Hadir!" sahut Valentine yang telah berdiri dari kursinya. Ternyata oh ternyata, gadis yang duduk disebelah Roman itu adalah Valentine. Seketika Valentine memberikan tatapan sinis kepada Roman yang tidak pernah sekalipun mencari masalah dengannya.
Roman pun melirik pada Valentine yang telah menyinggung perasaannya. Ia menjadi terheran-heran kenapa gadis itu sangat dingin dan jutek terhadap dirinya.
Valentine Helsink? Valentine Helsink..., Helsink... Ah lupakan! Roman membatin dalam hatinya.
Mereka pun menyudahi kegiatan absensi yang diselenggarakan oleh Ibu Guru Valerie. Kegiatan belajar mengajar hari pertama pun telah dimulai.
Seluruh siswa di kelas itu, memamerkan rasa antusiasnya dalam mendengar perkataan Valerie yang menjelaskan segala materi pembelajaran. "Roman? Apa kau mendengarkan?" tegur Valerie setelah mendapati Roman menundukkan kepalanya.
Valentine menjadi geram melihat perlakuan Roman yang tidak sopan terhadap Valerie. Ia kemudian bangkit dari kursinya seraya menggebrak meja alih-alih menegur seorang lelaki yang sedang menahan rasa sakit di perutnya itu. "Hei, Kau! Jika merasa sok pintar, silahkan keluar!" bentak Valentine dengan nada keras dan tinggi.
Roman hanya bergeming. Ia tak mengindahkan teguran Valentine yang telah memasang raut wajah kesalnya itu. Hingga pada akhirnya, Roman kehilangan kesadaran akibat terlalu lama membiarkan rasa sakitnya.
"Brengsek!" berang Valentine. Darah seketika memuncak di otak Valentine. Ia yang telah termakan emosi pun menarik tangan Roman sekuat tenaga. Namun, Valentine sontak terkejut setelah mendapati Roman tersungkur, saat tangannya menerima tarikan yang kuat dari Valentine.
Valerie yang menyaksikannnya pun segera bergegas menghampiri mereka. "Valentine! Sudahi tindakanmu itu!" berang Valeri pada Valentine.
Valentine kemudian melepaskan tangan Roman dan membiarkannya terbaring lemah diatas lantai. Ia tak menyesali perbuatannya seraya menganggap Roman hanya tertidur dengan seenak jidatnya.
"Roman?... Roman!! Kalian anak laki-laki! Cepat gotong Roman menuju UKS!" seru Valerie setelah menyentuh dada Roman guna mendeteksi detak jantungnya.
Wanita cantik dengan rambut panjang serta poni di kedua sisi keningnya itu, menyaksikan tubuh Roman yang sudah lemah dengan wajah pucat pasi. Roman kemudian dibopong menuju Ruang UKS oleh beberapa murid laki-laki.
Valerie pun merasa khawatir dengan kondisi Roman. Selepas kembalinya beberapa murid dari UKS, Valerie menyudahi kegiatan belajar mengajarnya.
Rasa cemas seketika menyelimuti sekujur tubuh Valerie. Ia pun melangkahkan kedua kakinya ke arah luar kelas seraya berjalan dengan tergesa-gesa menuju ruang UKS. Aku tak membiarkan seorangpun dari muridku merasakan kesusahan. Ini adalah hari pertamaku mengajar. Aku harus membantunya! batin Valerie.
Valerie semakin mengencang laju kakinya. Cemas, khawatir dan apapun itu, telah menjadi sarapan paginya di hari itu. Setelah mendorong pintu ruang UKS, hatinya pun luluh lantak saat menyingkap tirai yang menutupi ranjang. Valerie mendapati Roman terbaring lemah tak berdaya.
......................
Bel seketika berbunyi. Menandakan waktu istirahat telah tiba. Seluruh siswa dan guru menikmati waktu mereka di kantin guna mengisi kekosongan perut. Kecuali, Valerie. Ia tetap setia dalam duduknya, menunggu Roman yang masih terbaring diatas ranjang ruang UKS.
(Brak...)
Valentine dengan rasa curiganya, mendobrak pintu ruang UKS. Ia kemudian menyingkap tirai dan mendapati Valerie tertidur seraya meletakkan kepalanya pada sisi ranjang. "Ini sudah kelewatan, Kak Valerie!" berang Valentine pada Valerie.
"V-valentine?" Valerie pun terkejut dengan kedatangan Valentine. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi setelah melihat wajah Valerie, telah di kuasai emosi yang membabi-buta.
Valentine kemudian menarik tangan Valerie dan membawanya menuju lapangan sekolah. "Valentine, tenangkan dirimu!" tegur Valerie.
"Tenangkan? Kakak harusnya mengerti dengan sikapku ini!"
"Aku mengerti Valentine, aku mengerti! Tapi—"
"Tidak ada tapi-tapian! Aku sudah muak!" Valentine seperti sedang kerasukan iblis.
Sedangkan Valerie tak kuasa menahan air matanya setelah melihat perubahan sikap Valentine.
Mereka pun menjadi pusat perhatian seluruh siswa-siswi. Ditengah lapangan itu, Valerie tetap berusaha menenangkan Valentine, demi menjaga ketentraman lingkungan sekolah.
"Valentine, aku mengerti perasaanmu. Tapi, tolong mengertilah keadaanku!" kata Valerie dengan raut wajah sedih.
"Aku selama ini selalu mengemis untuk mendapatkan perhatian dari—"
(Prak...)
Valentine menyentuh pipinya setelah mendapatkan tamparan keras dari tangan Valerie. Ia sontak meneteskan air mata karena mendapati perlakuan kasar dari Valerie yang sudah muak melihat tingkah laku adiknya itu.
Dengan menaruh rasa benci yang mendalam terhadap Valerie, Valentine pun berlari, meninggalkan bekas air mata yang jatuh dari pipinya.
~To be continued~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Damar Pawitra IG@anns_indri
kayak anak sastra nih, keren tata bahasanya. huhuhu aku minder banget hehehe...
bagus, semoga novelnya banyak pembacanya
2022-12-01
2