Masih berstatus sebagai seorang mahasiswi, itupun baru satu tahun. Selama di luaran sana ia hidup dan bebas bergaul, tapi kenapa justru malah berakhir sial di negeri sendiri.
Bebas, bukan berarti bebas dalam menjalin hubungan dengan seorang pria, ya. Tapi sekarang justru dirinya malah berakhir dalam satu kamar, satu tempat tidur dengan seorang pria. Mana kondisi keduanya dalam keadaan yang memalukan.
“Dasar! Laki-laki nggak benar! Kamu sudah lakukan apa padaku, hah?!”
Kalau kondisi pakaiannya masih lengkap pasti bakalan ia amuk laki-laki ini sepuasnya, tapi masalahnya sekarang justru kebalikannya.
Dia bersidekap dada, menatap fokus pada gadis yang tampak masih berusia belasan tahun.
“Jadi, menurutmu ini kesalahanku?”
“Tentu saja salahmu,” timpal Zely berapi-api. Makin kesal karena dia tampak begitu santai menanggapi kejadian ini. “Kamu pikir aku cewek jenis apaan yang dengan sengaja bikin kesalahan sejelek ini. Jangankan berniat, bahkan bermimpi seburuk inipun ogah!”
Menarik napasnya dalam, kemudian melihat ke sekeliling. Sebuah benda pipih ia sambar. Tersenyum sinis, mendapati kondisi ponselnya. Benar-benar terniat, sampai-sampai menonaktifkan ponselnya.
Bikin geram, itulah penilaian Zely pada dia yang masih dengan santainya bersikap di saat keduanya sedang dihadapkan pada sebuah masalah besar. Tak bisakah dia terlihat panik atau ikut heboh karena kejadian ini?
Hendak bangun beranjak dari posisi duduknya, tapi Zely malah menahan niat dia hingga kembali ke posisi semual.
“Diam di posisimu,” ujar Zely mengarahkan telunjuk pada dia.
“Kenapa?”
“Masih tanya kenapa?” Sampai gregetan rasanya. “Demi planet Neptunus, Uranus dan Pluto … harusnya kamu mikir pakaianmu! Udah bikin anak gadis orang sampai seperti ini, sekarang masih saja berniat untuk merusak pandangan mataku!”
Langsung menyingkap selimut yang masih menutupi pinggang hingga kakinya.
Zely menyambar bantal dan menutupi wajah dan pandangan matanya dari penglihatan yang menakutkan dan pasti bakalan bikin kaget.
“Kamu pikir aku telanjang?!”
Zely perlahan menyingkirkan bantal yang berada dihadapanya, melirik dan mengintip dia yang tengah berdiri. Lega, setidaknya masih ada benda yang menutupi bagian yang horor itu. Jangan sampai dirinya benar-benar dewasa sebelum waktunya. Tidak, lebih tepatnya jangan sampai ia melihat hal yang bukan jadi miliknya.
Zely masih duduk, bersandar di sandaran tempat tidur dengan selimut yang ia lilitkan ke seluruh badannya. Panas, bahkan ia merasa keringatnya bercucuran. Tapi, masa iya dirinya menyingkirkan selimut ini?
Fokus menghubungi seseorang di ponsel, tapi matanya beralih pada pakaian yang tergeletak di lantai. Menyambar benda itu dan melemparkan ke arah Zely. Kemudian berjalan menjauh ke arah dekat jendela, memberikan kesempatan pada Zely untuk mengenakan pakaiannya.
Awalnya cemas dan was-was, tapi saat ada waktu dan kesempatan Zely langsung kabur dan berlari cepat menuju kamar mandi. Mengenakan pakaian di dekat dia? Ayolah, itu namanya adalah bunuh diri dan mengantarkan nyawa pada seekor macan jantan.
Sampai di dalam kamar mandi, langsung mengunci pintu dari arah dalam. Menarik napasnya panjang, seakan masih tak percaya jika ini semua adalah hal yang baru saja ia alami. Tapi gimana nggak percaya, jika dirinya dalam kondisi sesadar ini.
Sebelum mengenakan pakaiannya, terlebih dahulu mengecek seluruh tubuhnya. Tak berharap ada jejak yang benar-benar dia tinggalkan. Dia cowok, dirinya cewek, yakali aman sentosa begitu saja. Sepertinya tak mungkin.
“Jangan sampai apa yang ku takutkan benar-benar terjadi,” gumamnya.
Baru juga berharap, tapi matanya dibuat membola saat melihat penampakan yang bikin otak akan memikirkan hal buruk. Tanda berwarna merah agak kebiru-biruan, tercetak jelas di lekukan lehernya. Bukan hanya satu, tapi beberapa. Bahkan bukan hanya di situ, tapi bahkan ada di bagian atas dadanya. Itu artinya dia sudah benar-benar melakukan sesuatu padanya.
Berteriak heboh saat semua penampakan itu makin memperburuk isi pikirannya.
“Aku nggak mau begini! Aku sekarang benar-benar kotor! Aku kotor!” Berteriak, lengkap dengan tangisan frustasi yang memenuhi seluruh ruangan.
Melempar semua benda yang ada di jangkauannya tangannya ke arah cermin. Tak ingin melihat tanda-tanda menjijikkan yang terpampang di badannya.
Suara ketukan pintu terdengar, tapi Zely tak berniat untuk merespon. Dia yang membuatnya sampai seperti ini, gara-gara dia dirinya merasa begitu kotor. Pasti tangan itu sudah menjamahi tubuhnya ketika dirinya tak sadar.
Menangis tersedu-sedu dan berdiri di bawah guyuran shower yang membasahi seluruh tubuhnya. Berharap semua jejak yang ada bisa hilang, tapi justru tak bisa. Bukan hanya jejak di tubuhnya, bahkan kejadian ini seakan menempel di dalam otaknya.
“Kamu sudah selesai? Buka pintunya.”
Pertanyaan diiringi suara ketukan pintu itu tak berhenti. Mungkin mendengar teriakan Zely dan mendengar cermin yang pecah menghantam lantai, membuat dia berpikiran buruk.
Satu jam lebih berada di bawah guyuran air, Zely perlahan bangkit dari posisi duduknya di lantai. Kepalanya terasa berdenyut-denyut, seperti ada adegan baku hantam di dalam sana. Menyambar handuk yang tergantung dan mengelap badannya agar lebih kering.
Setelah mengenakan pakaiannya, Zely kembali menangis. Ayolah, siapapun gadisnya pasti akan merasakan hal yang sama dengan apa yang ia rasakan saat ini. Kalau orang tuanya masih ada, mereka pasti bakalan sedih. Seakan diri ini jadi seorang anak yang kotor dan tak berguna.
Menarik heandle pintu. Saat pintu terbuka, agak sedikit kaget karena langsung dihadapkan pada dia yang ternyata masih menunggu di depan pintu kamar mandi.
“Baik-baik saja, kan?”
Tak berpikir panjang lagi, Zely langsung melayangkan tamparan yang tepat mengenai pipi laki-laki itu. Ini adalah kali pertama dalam hidupnya menampar seseorang. Bahkan tangannya ikut bergetar setelah melakukannya.
Wajah dia memerah karena tamparannya, tapi itu tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang sedang ia alami saat ini.
“Baik-baik saja, katamu?” Tersenyum sinis, tapi air mata yang jatuh dari pelupuk matanya membasahi pipi seakan tak mampu ia halangi. “Lihat.”
Dia mengarahkan pandangannya pada objek yang ditunjuk oleh Zely. Tertuju pada lekukan leher dia. Lebih tepatnya ada beberapa bekas kiss mark di sana. Tak hanya itu, dia menurunkan satu lengan bajunya hingga terlihat dada bagian atasnya. Ada beberapa bekas juga di sana.
“Kelakuanmu!”
“Kita dijebak,” responnya.
Haruskah dia pikir dirinya begitu bodoh, hingga beranggapan hal seserius ini adalah jebakan? Iya, jebakan yang sangat gila hingga membuat dirinya seakan tak berguna.
“Dijebak? Kamu pikir aku bodoh?!”
“Ku akui jika hal yang terjadi padamu memang aku yang lakukan,” ujarnya. “Tapi yang kita alami adalah jebakan. Ada yang membuat kita berdua berada di sini tanpa sadar. Dan tanpa sadar juga aku sudah melakukan hal yang …”
“Aku jijik mendengarnya!”
Zely langsung berlalu pergi dari hadapan dia dengan langkah cepat. Mengenakan sepatu dan menyambar sebuah travel bag miliknya yang ada di dekat pintu. Ingin rasanya melupakan hari yang buruk ini, tapi sepertinya begitu sulit. Apalagi dengan penampakan tanda yang ada di tubuhnya.
“Jangan pergi dulu. Kita selesaikan masalah ini dulu.”
Zely menghentikan langkahnya yang sudah mencapai pintu. Hanya sejenak berpikir, karena setelah itu ia memilih untuk tetap pergi.
Dia mengatakan untuk menyelesaikan masalah entah dengan cara apa. Harga dirinya benar-benar sudah jatuh, tentu saja itu tak mungkin. Rasanya jejak dia di tubuhnya tak akan bisa dibersihkan. Kini ia merasa dirinya benar-benar kotor.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments