Bab 3 Perjanjian

"Tidak! Kamu sudah gila Tamara. Apa yang kamu harapkan dari pria melarat ini!" Bentak Papa Tara, hingga terlihat urat lehernya yang semakin menegang karena marah.

"Om yakin, tidak mengizinkan Tamara menikah denganku?" Tanya Bagas lagi.

"Jangan bermimpi!" Sentak Papa Tara, dengan telunjuk menuding tepat di depan mata Bagas. Sepertinya tidak ada harapan dari pria tua itu untuk memberikan restu.

Bagas yang tak terima pun tidak kehabisan akal, Ia mengeluarkan ponsel yang terlihat retak di bagian belakangnya lalu memperlihatkan vidio Tamara saat menikmati permainannya, "Om lihat sendiri kan kenakalan anak Om ini? Dia begitu menggairahkan, bagaimana jika aku menyebarkan vidio ini sekarang juga?"

Papa Tara membulatkan mata tak percaya, "Bagas...!"

Pria paruh baya itu hendak melayangkan tamparan namun Bagas menyambutnya dengan tenang, "Sabar Om, anda tidak perlu marah begitu, nanti darahnya naik lo."

"Jangan macam-macam Bagas, atau aku akan memenjarakanmu?" Ancam Papa Tara.

Bagas pun melepaskan tangan pria itu, "Hahaha... Sudah ku duga, sayangnya aku tidak takut dengan ancaman murahan itu Om, sebab anda akan lebih sengsara jika vidio ini sampai ke atasan tempat anda bekerja, selain itu anak gadis anda yang cantik ini akan menangis seumur hidupnya karena semua pria mengecapnya perempuan mur-ahan," jawab Bagas yang tidak kehabisan kata-kata.

"Sialan...!" Maki Papa Tara.

Mama dan yang lainnya tak bisa lagi berkata-kata, ternyata ancaman Papa Tara tidak berarti apa-apa di banding ancaman Bagas yang berdampak lebih besar pada kehidupan mereka.

Lama berpikir keras, Papa Tara akhirnya setuju, namun ada syarat yang harus Bagas penuhi, "Baiklah, aku akan menikahkan kalian tapi ini hanya berlaku selama tiga bulan, dan setelah itu kamu harus melepaskan Tamara."

"Maksud Om?"

"Ini sistem kawin kontrak, tidak ada yang boleh tahu Tamara telah menikah denganmu jadi selama itu berpura-puralah jadi sopir pribadi Tamara," jelas Papa Tara.

"Keuntungan apa yang kudapat dari tiga bulan itu Om?" Bagas menaruh rasa curiga.

"Kamu bisa menyelesaikan obsesi gilamu itu, dengan jaminan kau menghapus vidio tersebut setelah kontrak selesai," jengah Papa Tara.

Bagas mengembangkan senyum, "Om yakin? Atas dasar apa Om menikahkan Tamara denganku begitu singkat?" Tanya Bagas penasaran.

Papa Tara menatap Bagas sejenak, terlihat jakunnya tengah menelan ludah, "Bukan urusanmu, lagian kamu tidak perlu khawatir karena selama tiga bulan itu aku akan membayar gaji sopirmu, dengan begitu kau bisa memenuhi keinginan Tamara selama bersamamu!"

Bagas menggelengkan kepalanya tak percaya, tapi akhirnya Ia mengulurkan tangan tanda setuju dengan syarat Papa Tara, "Baiklah tidak masalah bagiku, asal Tamara tetap menjalankan kewajibannya sebagai istri."

Tanpa berlama-lama Papa Tara pun menyambut tangan Bagas, meski pada akhirnya Ia mengelap tangan itu dengan tissue.

Persetan dengan penghinaan itu, yang penting Bagas bisa memiliki wanita impiannya. Jadi selama tiga bulan itu, Ia bisa menguasai Tamara kapan pun Ia mau.

*

*

*

Akhirnya Bagas dan Tamara pun resmi menikah di sebuah KUA usai menanda tangani surat perjanjian dari yang diberikan Papa Tara. Acara itu hanya di hadiri oleh keluarga Tamara, termasuk pihak terkait di tempat tinggal mereka yang sudah di bungkam dengan uang serta pihak KUA sendiri.

Jadi, sepulangnya dari sana. Bagas tidak membiarkan kesempatannya memanfaatkan keadaan. Dengan bebasnya Ia meminta Papa Tara memesankan sebuah hotel untuk malam pertama mereka, lagi-lagi syarat timpal baliknya adalah Bagas harus memakai masker dan jaket untuk menutupi wajahnya yang buruk rupa itu.

Setibanya di kamar, Tamara yang sebenarnya sangat malas berduaan dengan Bagas, harus pasrah membanting tubuhnya di sofa.

Dengan cepat, Bagas datang menghampirinya. Ia melepas semua jaket dan masker yang memuakkan itu dari tubuhnya, "Sepertinya ini malam yang indah untukku," bisik Bagas tepat di telinga Tamara.

"Cih, jika bukan karena kau menjebakku, mana mungkin aku sudi menjadi istrimu," cerca Tamara sembari membuang wajahnya ke tempat lain, dimana di sana ada televisi berukuran jumbo.

Perempuan itu meraih remote kontrol di atas nakas untuk menyalakan televisi, akan tetapi Bagas malah menarik kepala perempuan itu agar fokus padanya saja, "Lupakan itu, dan utamakan aku," ucapnya sesuka hati.

"Apa? Bagas, jangan suka mengaturku begini, aku bukan babumu!" Pekik Tamara kesal.

"Heh, begitu juga aku. Mengapa Papamu menjadikan aku sopirmu saat kita keluar!" Timpal Bagas balik yang sebenarnya sangat amat keberatan. Bagaimana mungkin Ia di larang memamerkan pernikahan mereka di tempat umum.

"Ya mana aku tahu, Papa tentu punya alasan sendiri untuk itu," jawab Tamara, suaranya memelan di akhir kalimat.

"Munafik, mana mungkin kamu tidak tahu," desis Bagas seorang diri.

"Bodo' amat lah, aku mau mandi sebentar!" Tamara berlalu dari hadapan Bagas menuju kamar mandi, Ia menanggalkan seluruh pakaiannya dengan mengenakan sehelai handuk.

Namun sialnya, Tamara tidak dapat menyalakan shower hingga Ia marah-marah karena sudah kegerahan, "Aduh, kenapa hidupku berat begini sih, sudah di tidurin pria jelek itu, menikah dengannya pula, sekarang mau mandi pun air juga menolakku!"

"Cepatlah!" Teriak Bagas dari luar.

Ceklek!

Tamara membuka pintu, "Showernya gak mau nyala," ucapnya agak malas.

Bagas memantik tubuh Tamara yang hanya memakai handuk, kemudian menyelinap masuk untuk memeriksa. Lama mengutak-atik benda itu, Bagas tidak menemukan penyebabnya, "Mana ponselmu?" Tanya Bagas.

"Di kamar...."

"Cepat ambil...!"

Tamara segera menuju ke sofa, dimana tasnya tergeletak disana, kemudian menyerahkannya lagi pada Bagas, "untuk apa?" Tanya Tamara heran.

"Menelpon pihak hotel lah, apa lagi," jawab Bagas ketus.

Entah apa yang di bicarakan mereka, Tamara sendiri tidak perduli, Ia hanya termangu dan merundung dalam hati. Kesal, terperangkap bersama orang yang paling di bencinya dalam satu ruangan.

Setelah menghubungi orang yang bersangkutan, Bagas kembali memperhatikan Tamara. Pria itu melangkahkan kakinya ke arah Tamara sambil menatap tajam ke arah kulit mulus perempuan itu. Tamara dapat melihat tatapan ambisius dari seorang Bagas yang beberapa kali meleguk salivanya berulang-ulang.

"Ayo kita bermain sebentar!" Ajak Bagas. Pemuda itu mendorong tubuh Tamara terjerembak ke dinding.

Tamara mengkerut, Ia ketakutan menatap wajah Bagas. Karena sejak hari itu, Tamara baru sadar jika Bagas bisa melakukan segala cara untuk mendapatkan sebuah keinginan.

"A- apa yang membuatmu terus mengejarku Bagas?" Ucapnya dengan nada membentak namun tersengal.

Bagas tidak menjawab, Ia terus saja menatap ngeri hingga bibirnya nyaris menempel ke bibir Tamara.

"Menjauh lah Bagas!" Tamara replek mendorong Bagas menjauhinya, membuat bola mata pria itu melotot bringas.

"Jangan menolakku perempuan sial!" Ucapnya berbarengan dengan menghantamkan tinjuan di samping wajah Tamara yang langsung terpejam ketakutan akan reaksi Bagas.

Terpopuler

Comments

buk e irul

buk e irul

pin nyepak aku

2022-12-11

0

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐀⃝🥀𝑰voᷠnͦeͮℛᵉˣ

🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦𝐀⃝🥀𝑰voᷠnͦeͮℛᵉˣ

Suatu saat nanti kalau ternyata Bagas adalah orang kaya pasti keluarga Tamara akan berubah pikiran lagi.

2022-12-07

1

"SAYANGKU"😘

"SAYANGKU"😘

eemmbbb apa yaa??

2022-12-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!