RAHASIA ALITA
"Hai Alita..."
DEG.
Jantung wanita bernama Alita berdegup kencang mendengar suara memanggilnya.
Dia hafal suara berat khas perokok yang sering datang mengganggunya.
Pak Burhan, pria berusia lebih dari lima puluh tahun yang selalu mencarinya.
"Malam ini temani saya, saya akan bayar mahal."
Alita menggeleng dan meletakkan gunting di meja, bergegas masuk ke dalam.
"Kenapa lo?" Tanya Ria, rekan kerjanya yang manis berambut pendek.
"Ada Pak Burhan." Alita membereskan barangnya.
"Kenapa sih lo nolak mulu? Dia bayar gede. Ladenin aja, paling nggak lama cuma sejam." Ria mencibir.
"Kamu aja sana, aku nggak mau urusan sama Bu Ina." Alita ingat betapa kejamnya Bu Ina istri Pak Burhan.
Ia pernah dijambak dan dicakar waktu diantar Pak Burhan.
Kalau sampai ia berurusan dengan Pak Burhan, bisa jadi ia nggak selamat pulang.
"Ri, aku pulang duluan. Lewat pintu belakang." Alita bergegas pergi.
Ria geleng-geleng kepala. "Masih aja sok suci lo, Al. Padahal lo butuh duit banyak buat bayar hutang bibi lo."
Alita bergegas menuju kontrakannya yang tak jauh dari florist tempat kerjanya.
Sesekali ia menoleh memeriksa tak ada yang mengikutinya.
Tiba di kontrakan kumuh, ia bergegas masuk dan mengunci pintu.
***
Gara-gara Pak Burhan terus menerus mengejarnya, entah berapa kali Alita berpindah tempat. Berpindah kerjaan, pindah kontrakan.
Entah bagaimana bisa Pak Burhan menemukannya di sini.
Padahal ia sudah pindah jauh dari Tangerang sampai ke Depok.
Tapi Pak Burhan tidak puas ingin menjamah tubuhnya.
Selama ini semua menatapnya begitu merendahkan.
Lima tahun lalu, Tante Vira, satu-satunya keluarga yang Alita punya, sekaligus yang merawatnya sejak kecil, meninggal karena kecelakaan.
Semasa hidupnya Tante Vira bekerja sebagai wanita penghibur. Selalu pulang pagi, membawa lelaki masuk rumah.
Citra buruk sudah melekat.
Pak Burhan salah satu pelanggan Tante Vira yang sering kencan. Karena itu pula Pak Burhan sering bertemu dengan Alita.
Begitu Tante Vira meninggal, Pak Burhan mengincar Alita.
Alita menghindar ketakutan karena tahu istri Pak Burhan semengerikan apa.
Tante Vira bahkan pernah masuk rumah sakit dianiaya preman-preman suruhan Bu Ina.
Maka dari itu ia berpindah-pindah tempat menghindar dari Pak Burhan, menghindari Bu Ina.
***
"Duuhh... Aku mesti pindah ke mana lagi?" Alita mondar-mandir, cemas.
Tempat kerjanya sudah ditemukan Pak Burhan yang pastinya nggak akan nyerah ngejar dia.
"Aku harus pergi. Aku nggak boleh lama-lama di sini. Pak Burhan pasti bakal tau tempat tinggalku." Alita bergegas membereskan barangnya, dan meninggalkan rumah.
Sudah hampir tengah malam.
Begitu keluar dari gang, langkahnya terhenti melihat preman-preman suruhan Pak Burhan.
Ia mundur dan bersembunyi di balik pohon.
"Moga mereka nggak nemuin aku."
Ia takut karena Tante Vira meninggalkan hutang besar pada Pak Burhan sebesar lima puluh juta.
Hutang itu terlalu berat dilunasi Alita dan Pak Burhan menekannya agar mau tidur dengannya, dan hutangnya dianggap lunas.
Ia tidak mau berurusan dengan Pak Burhan.
Begitu sudah yakin aman, Alita bergegas pergi.
Cukup jauh, ia berhenti di warung kopi yang masih buka.
Ia capek terus kabur.
"Duuh aku harus ke mana lagi?" Alita kebingungan.
"Neng, kopi?" Tawar ibu penjaga warung.
"Teh manis anget aja Bu."
"Baik Neng."
Begitu minumannya siap, ia meneguk tak sabar. Perutnya lapar. Kerap ia hanya minum teh manis untuk menekan laparnya.
Ia mendesah lega, perutnya hangat. Gula bisa sedikit membuatnya kenyang.
Ia tercenung lagi. "Ke mana aku harus cari kerjaan?"
Padahal ia baru seminggu kerja di florist. Tapi ia harus pergi tanpa digaji.
"Mana aku nggak ada uang. Uangku kemarin abis buat bayar kontrakan. Duuhh aku harus ngapain sekarang?" Alita menutup wajah, putus asa.
"Neng, Neng bukan orang sini?" Tanya Bu Imah penjaga warung.
"Iya Bu. Saya dari kampung sebelah. Saya sedang cari pekerjaan."
"Lho Neng lagi cari kerja?"
"Ibu punya lowongan kerja untuk saya?"
"Saya mah nggak ada. Saya cuma buka warung kopi kecil-kecilan, nggak bisa ngegaji. Tapi Tuan Arkan kemarin meminta saya mencarikan asisten rumah tangga. Kamu mau?"
Alita tercekat. "Mau Bu, setidaknya saya punya pekerjaan sekaligus tempat tinggal."
"Baik kalau begitu. Rumahnya di ujung jalan sebelum belokan, warna putih. Nomor 32. Sebentar lagi pagi, nanti baru saya antar ke sana."
"Terima kasih Bu." Alita senang ada penyelamat.
"Sekarang kamu istirahat saja dulu di dalam. Biar tidak mengantuk besok pagi kita menghadap Tuan Arkan."
"Sekali lagi terima kasih Bu." Alita sungkan masuk warung dan dipersilakan istirahat di bangku bambu.
Ia berbaring berusaha mencari posisi nyaman. Akhirnya ia bisa tidur sebentar melepas lelah.
Tak lama ia terlelap.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Park Kyung Na
mampir
2023-03-08
1