DMH_2

"Tidak usah mengumpat saya dalam hati!"

"Hah?" Aira terkejut setelah mendengar Azlan berbicara. Apakah dia bisa mendengarkan bathin seseorang? Pikirnya.

"Ma-maaf," lanjut Aira lirih.

Mobil masih melaju mengikuti setiap alur jalan, hingga akhirnya mobil Azlan memasuki sebuah mall yang pastinya membuat mata Aira berbinar seketika.

Aira tipe gadis yang suka ke mall, bahkan setiap pekan ia tidak pernah melewatkan kesempatan itu dengan sia-sia. Bukan hanya sekedar berbelanja, menonton film horor menjadi salah satu tujuan utamanya saat pergi ke mall.

"Kita ke mall kak? Mau nonton film ya? Kita nonton film horor ya kak!" Sederet pertanyaan serta pintaannya pada Azlan. Namun orang yang diajaknya bicara masih mematung dan fokus memarkirkan mobilnya.

"Tau gitu tadi Aira bawa baju, masa iya mau pake baju sekolah," tambah Aira lagi.

Azlan mengambil paper bag yang ada di sampingnya dan memberikannya pada Aira,"Pakai itu!"

Aira membuka paper bag yang diberikan Azlan padanya. Seketika bibirnya mengembang setelah melihat isi dari paper bag itu. Ia tidak menyangka, dibalik sikap dingin dan cueknya seorang Azlan, masih tersimpan perhatian yang tidak Aira duga sebelumnya.

Seperti sudah direncanakan, Azlan menyiapkan kardigan untuk Aira kenakan saat mereka memasuki mall nanti.

Kulkas yang perhatian hi hi hi. Bathin Aira terkikik geli.

"Makasih ya kak."

Azlan mengangguk kemudian ia turun terlebih dulu dari mobil.

Aira sengaja membiarkan Azlan menunggu sedikit lama di luar mobil dengan harapan calon suaminya itu mau membukakan pintu untuknya.

Namun harapan yang dibayangkannya tidak sesuai dengan kenyataan. Azlan dengan sabar menunggu Aira keluar dari mobil, bahkan tanpa mengatakan apapun ia tetap berdiri mematung menunggu Aira. Azlan pikir Aira masih butuh waktu untuk mengenakan kardigannya, sebab itu ia tidak ingin menganggu dan memilih menunggunya hingga Aira selesai.

Sungguh pemikiran dan sikap yang berbeda, tetapi Azlan memiliki sabar yang cukup luas ketika ia harus menghadapi sikap manja Aira.

Ini adalah pilihannya, dan sudah menjadi tugasnya kelak membimbing sang istri untuk menjadi lebih baik lagi.

Meskipun seorang Dokter, Azlan tetap teguh dengan pedoman agamanya. Selain tampan dan berkharismatik, ia juga termasuk pria shaleh yang berpegang erat dengan setiap aturan dan larangan seorang muslim yang baik.

Bukan seperti pasangan pada umumnya yang selalu jalan beriringan bahkan bergandengan tangan, setelah Aira turun dari mobil, Azlan langsung melangkahkan kakinya memasuki pintu mall dan membiarkan Aira mengikutinya dari belakang.

Hal itu membuat Aira berdecak kesal dan menghentakan kakinya. Ia harus sedikit berlari untuk bisa mengejar Azlan yang berjalan lima langkah di depannya.

Dan pada akhirnya langkah Azlan memasuki sebuah toko pakaian yang ternyata toko itu khusus pakaian muslimah. Aira menghentikan sejenak langkahnya di depan toko itu seraya mengerjapkan matanya berkali-kali ketika melihat beberapa pakaian syar'i yang terpajang di patung manekin. Aira meneguk salivanya merasa sedikit sesak ketika membayangkan ia harus memakai pakaian yang tertutup itu.

"Ayo masuk!" Ajak Azlan menghampiri Aira yang masih berdiri di depan toko.

"Kakak ngajak Aira masuk ke dalam?"

"Hmmm.." dehemannya mengiyakan.

Beberapa waktu lalu Azlan memang sudah mengatakan pada Aira dan memintanya untuk memakai hijab, namun Aira dengan tegas menolak permintaan calon suaminya. Menurutnya, akhlak seseorang tidak bisa disetarakan dengan pakaiannya. Sudah pasti Aira akan mendapat ejekan dari teman-temannya di sekolah.

"Gak kak, Aira gak mau. Aira sudah bilang kan, kalau Aira gak mau pake hijab," tolaknya.

"Jangan menolak, Aira!" jawaban Azlan sedikit terdengar membentak. Aira merasa sakit hati dan berbalik badan berniat ingin pergi dari toko itu.

"Please! Jangan paksa Aira kak. Kalau Aira bilang gak, jawabannya pun tetap sama."

"Apa yang kamu bilang tadi itu semuanya gak ada hubungannya, Aira. Memang benar, akhlak tidak bisa disetarakan dengan pakaian. Tapi untuk menyempurnakan akhlak itu alangkah baiknya penampilan juga dibenahi," ucap Azlan. Dan menurut Aira itu adalah kalimat terpanjang Azlan untuk membentaknya.

Aira kembali berbalik menatap Azlan dengan pipi yang sudah basah karena air matanya,"Dari tadi kakak cuma diam, dan sekarang kakak ngomong panjang lebar cuma buat ngebentak Aira. Kalau kakak sendiri gak bisa terima Aira apa adanya, kenapa kak Azlan melamar Aira? Beginilah Aira kak, jauh dari kata perempuan shalihah. Bukannya kakak sudah tau dari awal, kenapa tetap memilih melamar Aira? Aira benci sama kak Azlan!" Aira pun beranjak pergi.

Dasar cowok gak peka, harusnya kalau cewek ngambek itu ya dikejar kek, terus dihibur, minta maaf kek. Ini mah apa? Boro-boro mau minta maaf, ngejar juga gak. Ih ngeselin!!! Dasar pak kulkas

Aira mengumpat dalam hatinya tanpa henti sambil berjalan keluar mall.

Azlan mengejarnya? Hah? Omong kosong! Lihat saja terakhir posisinya, Azlan masih berdiam diri di tempatnya.

Aira memesan taksi untuk mengantarnya pulang kerumah. Selama perjalanan, ia hanya bisa melihat jalanan seraya mengingat pertemuannya pertama kali dengan Azlan.

Flashback ON

Tepatnya tiga bulan lalu, Aira sempat mengalami demam tinggi hingga ia harus dilarikan ke rumah sakit.

Gadis berumur 17 tahun itu begitu takut dengan bau rumah sakit terlebih lagi jarum suntik, hingga ia memohon kepada sang Mama untuk tidak membawanya kesana.

"Aira mohon Ma, Aira gak mau ke rumah sakit! Bentar lagi juga pasti sembuh," pinta Aira pada Mamanya.

"Sayang, demam kamu itu sangat tinggi nak. Mama khawatir sudah dua hari panasnya gak turun. Pokoknya kamu harus ke rumah sakit!" Ucap Mama Rita dengan tegas.

"Aira takut Ma."

Mama Rita mengelus kepala Aira,"Mama akan bilang ke dokternya nanti, supaya anak Mama ini tidak disuntik."

Aira pasrah, tanpa berkata-kata lagi ia mengikuti langkah Mamanya yang akan membawanya ke rumah sakit yang tentu sangat Aira tidak sukai itu.

Dua puluh menit kemudian, Aira dan Mamanya sudah duduk di ruang tunggu menunggu namanya terpanggil sesuai nomor antrian. Entah keberuntungan atau malah sebaliknya, Aira mendapatkan nomor antrean 4.

"Ma..." rengek Aira pada Mamanya. Tangannya berkeringat bahkan gemetar ketika antrean nomor 3 telah terpanggil.

"Tenang, dokter tidak akan membunuhmu," jawab Mama Rita seraya tersenyum mencoba menghibur putrinya yang tengah gugup dan takut.

Dan kini saatnya Aira memasuki ruangan untuk diperiksa oleh dokter. Mama Rita terpaksa harus sedikit menarik tangan Aira untuk bisa memaksanya masuk ke dalam ruangan.

Aira meminta sang Mama untuk menemaninya di dalam, tetapi peraturan rumah sakit melarangnya. Gadis itu bertambah kesal, larangannya membuat Aira semakin tidak suka berada di ruangan periksa.

"Dok, jangan disuntik loh!"

"Dok, awas aja kalau sampe nyuntik gue!"

"Jangan macem-macem!"

Kalimat-kalimat itu Aira gunakan untuk mengancam sang Dokter yang akan memeriksanya.

Namun yang diancam hanya diam dengan ekspresi datarnya.

"Aaaaaaaaaaaa..!!!"

TBC❤

Note : Like, komen,votenya jangan lupa ya besty😍**

Terpopuler

Comments

Mukmini Salasiyanti

Mukmini Salasiyanti

Aaaaa cantik cantik takut suntik😅

2023-08-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!