Bab 2

...✨✨✨...

Setelah perdebatan yang melelahkan dan penuh emosi dengan orang tuanya, Alea merasa kepalanya berputar dan pening. Ia butuh waktu untuk melarikan diri, mencari udara segar untuk menenangkan pikirannya. Dengan langkah cepat, ia meninggalkan rumah melewati pintu depan yang terasa semakin mengekang langkah kedua kakinya.

Di luar, angin malam menyambutnya seperti teman lama. Suara keriangan dari jalanan tak jauh dari situ mengalihkan pikirannya dari ketegangan yang masih membara. Alea langsung menuju tongkrongan gengnya, tempat di mana ia merasa bebas dan diterima tanpa syarat.

Sesampainya di lokasi, Alea disambut tawa dan teriakan ceria dari teman-temannya. Mereka duduk melingkar di sekitar api unggun yang berada di depan rumah yang menjadi markas mereka, wajah-wajah mereka bersinar dalam cahaya oranye hangat. Musik mengalun lembut dari speaker kecil yang terpasang, menciptakan suasana yang akrab dan nyaman.

“Alea! Akhirnya lo datang juga!” seru Anjas, sahabatnya yang paling setia. “Kita udah nunggu lo dari tadi, ada cerita yang seru nggak?”

Alea tersenyum, seolah semua beban di pundaknya seketika menghilang. Ia duduk di antara mereka, merasakan kehangatan persahabatan yang selalu membuatnya merasa lebih hidup.

“Kalian tidak akan percaya, apa yang baru saja terjadi di rumah,” katanya sambil tertawa, meski hatinya masih diliputi rasa kesal.

Ketika ia bercerita tentang permintaan perjodohan orang tuanya, teman-temannya mendengarkan dengan serius. Namun, tetap ada tawa yang mengalir saat dia menggambarkan kekonyolan situasi tersebut.

“Mereka pikir gue mau menikah dengan orang yang bahkan nggak pernah gue temui! gila, kan?”

“Jangan khawatir, Alea. Kita akan cari cara untuk menggagalkan rencana itu!” seru Vero, anggota geng yang terkenal dengan rencananya yang nyeleneh.

“Kita bisa bikin petisi atau sesuatu!”

Alea tertawa, merasa semangatnya kembali. Suasana di tongkrongan itu membuatnya lupa sejenak akan semua tekanan yang harus di hadapi. Mereka berbagi cerita, bersenang-senang dan merencanakan petualangan-petualangan seru yang selalu membuat hidup mereka berwarna.

Saat bintang-bintang mulai bermunculan di langit, Alea menyadari bahwa di sinilah tempatnya. Di antara teman-temannya, ia merasa kuat dan bebas. Ia tahu, meskipun perjuangan melawan harapan orang tuanya masih panjang, ia tidak sendirian. Dalam geng ini, dia bisa menjadi dirinya sendiri—Alea yang berani, bar-bar, dan penuh semangat.

...***...

Malam semakin larut, tetapi suasana di tongkrongan geng itu tetap hangat dan ceria. Alea duduk di tengah-tengah teman-temannya—Vero, Anjas, dan Varel. Sambil menyeruput minuman dingin dari gelasnya. Namun, meski tawa dan canda mengelilinginya, pikiran Alea masih terjebak pada perdebatan dengan orang tuanya tadi.

Varel, yang duduk di sampingnya, memperhatikan ekspresi Alea yang mendung.

“Alea,” katanya lembut, “Lo, terlihat nggak nyaman. Apa masih kepikiran soal orang tua lo?”

Alea menghela napas, mengangguk pelan. “Mereka sama sekali nggak mau mengerti gue, Rel. Mereka ingin menjodohkan gue dengan orang asing, Rasanya itu sangat nggak adil!”

Anjas, yang duduk di seberang Alea menyandarkan punggungnya pada tembok. “Gue paham lo merasa tertekan. Tapi coba pikirkan, mereka hanya ingin yang terbaik buat lo, Al. Mereka mencintaimu.”

“Gue tahu, tapi…” Alea mulai, tetapi Varel memotong ucapannya.

“Dengar, Alea,” katanya dengan serius. “Kita semua tahu lo kuat dan berani. Tapi membenci keputusan orang tua hanya akan membuat lo semakin tertekan. Mereka mungkin nggak mengerti semua mimpi yang lo punya, tapi mereka punya alasan sendiri di balik keputusan itu.”

“Kadang orang tua berpikir jauh ke depan,” Vero menambahkan. “Mereka khawatir dan ingin melindungi lo. Mungkin cara mereka salah, tapi niat mereka baik.”

Alea menatap sahabat-sahabatnya, merasakan keraguan di hatinya. “Tapi gue merasa seperti mereka mengabaikan keinginan gue. Kenapa gue nggak bisa memilih jalan hidup gue sendiri?”

Anjas mengangguk, “Itu wajar. Tapi coba lihat dari sudut pandang mereka. Saat mereka memilih, mereka melihat keseluruhan gambaran tentang lo, termasuk hal-hal yang mungkin belum pernah lo pertimbangkan.”

“Berbicara dengan mereka lagi mungkin bisa membantu,” Vero menyarankan. “Katakan pada orang tua lo, bagaimana perasaan lo. Mungkin mereka belum sepenuhnya mengerti semua yang lo inginkan.”

Alea terdiam sejenak, merenungkan kata-kata sahabat-sahabatnya. Mungkin mereka benar. Mungkin membenci keputusan orang tuanya hanya akan memperburuk situasi.

“Tapi bagaimana kalau mereka tetap bersikeras?” tanyanya resah.

"Lo tetap bisa berjuang untuk diri lo sendiri, Al.” Anjas menjawab dengan semangat.

 “Tapi lakukan dengan cara yang baik. Jangan sampai hubungan lo dengan mereka rusak hanya karena perbedaan pendapat.”

Alea merasa kehangatan persahabatannya mengalir kembali ke dalam dirinya. “Kalian selalu tahu apa yang harus dikatakan. Terima kasih,” ujarnya sambil tersenyum, meski masih ada keraguan di dalam hatinya.

“Apa pun yang terjadi, kami ada di sini untuk lo, Alea,” Varel menambahkan. "Lo, nggak sendirian dalam perjuangan ini.”

Malam itu, Alea merasa lebih ringan. Ia tahu bahwa ia punya dukungan dari sahabat-sahabatnya, dan mungkin, hanya mungkin, ada cara untuk mengatasi masalah ini tanpa membenci keputusan orang tuanya.

Terpopuler

Comments

🤗🤗

🤗🤗

seru nih

2023-06-08

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!