Bos Mafia Itu Suamiku (Proses Revisi)

Bos Mafia Itu Suamiku (Proses Revisi)

Bab 1

...☠️☠️☠️...

Alea melangkah keluar dari kamarnya dengan langkah santai, rambut panjangnya yang berantakan bergetar mengikuti gerakannya. Di luar, suara riuh keriangan teman-temannya yang bermain di halaman seolah menjadi latar belakang hidupnya yang penuh warna. Gadis berusia tujuh belas tahun ini dikenal sebagai sosok yang berani, suka tantangan, dan tak pernah takut melawan norma. Ia lebih memilih naik motor dengan kecepatan tinggi daripada menghabiskan waktu di dapur, dan lebih suka bersenang-senang di kafe dari pada mengikuti acara-acara formal.

Namun, pagi ini suasana di rumah terasa berbeda. Ketika Alea masuk ke ruang tamu, ia menemukan kedua orang tuanya duduk berhadapan, wajah mereka terlihat serius. Melihat itu jantungnya berdegup kencang ia tahu ada sesuatu yang tidak beres dari kedua orang tuanya.

“Kenapa, Bun?” tanyanya, berusaha tetap cuek meskipun rasa penasaran menggelayut di pikirannya.

“Sayang, kami ingin membicarakan sesuatu yang serius,” kata sang ibu, suaranya lembut namun tegas.

“Kami pikir sudah saatnya kamu mempertimbangkan untuk menikah, Al.”

Alea terdiam sejenak, merasakan gelombang ketidakpercayaan. Menikah? Pikiran itu terasa konyol dan mengerikan baginya. Hidupnya yang penuh kebebasan dan petualangan seolah terancam oleh kata-kata itu.

“Menikah? dengan siapa? aku tidak mau, Bun!” jawabnya cepat, nada suaranya sedikit meninggi.

Sang ayah menghela napas, mencoba meredakan ketegangan di sana. “Alea, ini bukan tentang siapa, tapi tentang masa depanmu. Kami ingin yang terbaik untukmu.”

“Yang terbaik? atau yang terbaik untuk kalian?” Alea membalas, tak bisa menahan rasa marah yang menjalar.

Ia tahu, di dalam hatinya bahwa kehidupannya yang liar dan penuh kebebasan takkan bisa dipahami oleh orang tuanya terlebih sang ayah yang selalu menentang keinginannya masuk ke dalam geng motor.

Saat itu, Alea sadar bahwa ia harus berjuang untuk mempertahankan hidupnya yang ia cintai, melawan harapan-harapan yang ingin dikukuhkan orang-orang terdekatnya. Alea memilih pergi dari ruang tamu, menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Alea berdiri di depan cermin, menatap bayangannya dengan penuh keraguan.

Tetapi, pikirannya masih terperangkap dalam kekalutan. Perjodohan yang diajukan orang tuanya terasa seperti belenggu yang mengikat kebebasannya. Ia meraih ponsel dan melihat pesan-pesan dari teman-temannya yang mengundangnya ke sebuah acara malam ini. Namun, semua rasa ingin tahunya terhenti ketika mengingat wajah serius kedua orang tuanya saat mereka mengungkapkan rencana itu.

Dengan langkah mantap, Alea melangkah menuju ruang tamu, tempat orang tuanya masih duduk menunggu. Mereka tampak tenang, seolah tak ada yang aneh. Tapi bagi Alea, suasana itu seperti bom waktu yang siap meledak.

“Bun, Yah.” Alea memulai, suaranya bergetar meski ia berusaha terdengar tegas.

“Aku tidak mau menikah. Apalagi dengan orang yang belum pernah aku temui.”

Ibunya menatapnya dengan lembut, namun ada ketegasan di sana. “Alea, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Perjodohan ini bisa membawamu ke jalan yang lebih baik.”

“Jalan yang lebih baik untuk siapa?” Alea membalas, nada suaranya semakin meningkat. “Untuk kalian? Atau untukku? Hidupku bukan hanya tentang mengikuti rencana kalian!”

Ayahnya menggeleng, menahan napas. “Alea, ini bukan keputusan yang mudah. Kami sudah mempertimbangkannya dengan matang.”

“Matang?” Alea hampir berteriak. “Kalian tidak paham! aku tidak ingin hidup seperti boneka yang hanya mengikuti perintah! aku ingin mengejar mimpiku, bukan terjebak dalam pernikahan yang tidak kuinginkan, Yah!”

Suasana di ruang tamu menjadi tegang. Alea merasa emosinya meluap, tetapi ia tahu ia harus berdiri teguh dan mengeluarkan isi hatinya.

“Aku butuh kebebasan untuk memilih jalan hidupku sendiri. Jangan paksa aku untuk menikah hanya karena tradisi atau harapan kalian.”

Ibunya terdiam, matanya berkaca-kaca. “Sayang, kami hanya ingin melindungi mu.”

“Bun, aku menghargai itu, tapi melindungi ku bukan berarti mengendalikan hidupku,” Alea menjawab, sedikit melembut.

“Aku butuh dukungan kalian, bukan tekanan. Tolong, percayalah padaku.”

Alea menatap kedua orang tuanya, berharap mereka bisa melihat betapa pentingnya kebebasan baginya.

Alea menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri setelah perdebatan panas dengan orang tuanya. Namun, suasana di ruang tamu tetap tegang. Kedua orang tuanya tampak tak tergoyahkan, seperti batu karang yang terjal.

Ayah Alea, dengan wajah serius, menatapnya. “Alea, kami tidak akan membiarkanmu sendiri dalam memilih jalan hidupmu. Ini bukan hanya tentangmu, tapi juga tentang keluarga kita. Perjodohan ini adalah kesempatan yang baik.”

“Kesempatan untuk siapa?” Alea menantang, hatinya bergetar. “Kesempatan untuk kalian menjaga nama baik keluarga? aku bukan barang dagangan yang bisa dijual atau diperdagangkan, Ayah!”

Ibu Alea yang bernama Sarah menggelengkan kepala, air mata mulai menggenang di matanya.

“Sayang, kami hanya ingin melindungi mu dari kesalahan yang mungkin nanti akan kamu buat. Kami sudah memilih laki-laki yang baik, yang bisa menjamin masa depanmu.”

“Laki-laki yang baik?” Alea menekankan, merasa frustrasi. “Tapi aku tidak mengenalnya! bagaimana bisa kalian berharap aku bahagia dengan seseorang yang bahkan belum pernah aku temui?”

“Kadang, kebahagiaan tidak datang dari pilihan kita sendiri, Alea,” Ayahnya menjawab tegas. “Kadang, kita harus menerima apa yang terbaik untuk masa depan.”

Alea merasakan darahnya mendidih. “Ini bukan tentang menerima! Ini tentang hakku untuk memilih hidupku sendiri!”

Ia berusaha menahan air mata, tetapi rasa sakit itu begitu dalam. “Kenapa kalian tidak mau mendengarkan aku? kenapa kalian tidak mau percaya padaku?”

“Karena kami khawatir,” ibunya menjawab lirih. “Kami hanya ingin memastikan kamu tidak terluka.”

Alea merasakan hatinya terjepit. Ia tahu orang tuanya mencintainya, tetapi harapan mereka terasa seperti belenggu yang mengikat kedua kakinya.

“Aku tidak akan menikah dengan orang yang tidak aku kenal,” katanya tegas, menatap mereka dengan penuh keyakinan. “Jika kalian terus memaksakan ini, aku tidak tahu harus bagaimana lagi.”

Suasana di ruang tamu semakin mencekam. Alea bisa merasakan ketegangan di antara mereka, seperti badai yang siap meledak. Ia tahu bahwa semua ucapannya sudah melebihi batas, Alea tak tega melihat ibunya menangis. Namun, jika ia hanya menurut maka semua mimpinya bisa hilang.

Alea bukanlah gadis alim yang patuh dan sering di rumah, ia merupakan remaja badung yang memiliki geng motor bernama Blue Diamond.

"Alea..." suara ibunya terdengar sedih. "Tolong pertimbangkan sekali lagi, kami melakukannya demi kebaikanmu. Perjodohan ini sudah di siapkan sejak kamu masih kecil,"

Alea terdiam, tenggorokannya tercekat begitu melihat air mata ibunya meleleh di kedua pipinya. Ia memilih pergi tanpa menjawab permintaan ibunya, Alea merasa kecewa tapi ia tak tega jika terus meluapkan amarahnya pada sang ibu.

Terpopuler

Comments

🧸fre_love❦

🧸fre_love❦

Ini kok anjas yah namanya

2024-03-10

1

Lóryn's

Lóryn's

thorr,, napa namanya anjasss😭😭

2023-12-11

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!