Bekerja

Keesokan harinya, sesuai yang di sepakati, Adriana mulai bekerja di toko kue itu. Memang awalnya Adriana agak sedikit gugup, tapi pada akhirnya Adriana dapat berdiri dan melangkah dengan percaya diri.

Saat melihat para pekerjanya, ternyata para pekerja itu tidak terlalu buruk. Adriana bahkan terkejut saat pertama kali melihatnya. Kenapa? Karena...

"Apa? Kenapa bos memperkejakan gadis kecil seperti dia?!"

"Benar! Dia itu terlalu imut, lembut, manis, masa anak seperti ini di suruh bekerja keras?!"

"Iya bos, kita kan tidak sekekurangan itu!"

"Ya tuhan bos, apa kau punya hati?!"

"Bos~"

Para pekerja itu menjadi gaduh setelah Adriana masuk. Bahkan sekarang, ada yang memegang kaki dan mencengkram baju Paman Nik tanpa rasa takut sedikit pun.

"Astaga, ternyata tidak seseram yang aku bayangkan." Batin gadis itu dengan tersenyum paksa.

Para pekerja masih berada di posisinya, bertengkar seperti itu hanya untuk, Adriana(?). Bahkan Adriana masih membeku di tempatnya mencerna apa yang terjadi.

"Bos, kenapa kau setega itu?"

"Cukup!"

Paman Nik mengamuk seperti hulk, membuat beberapa pekerjanya terlempar. Untung para pekerja itu tidak terluka serius. Yah, walaupun ada yang sampai sedikit menangis karena kesakitan.

"Apa kau pikir aku ini orang yang bodoh?" Para pekerja mengengguk.

"Ya! Bos adalah orang yang bodoh karena membuat seorang gadis kecil bekerja keras!"

"Astaga, orang ini tidak takut mati apa?" Batin Adriana yang sedari tadi melihat kejadian itu.

Paman Nik hanya menghela napas berat lalu melihat ke arah Adriana. Adriana pun sempat meloncat kaget, tanpa peringatan tiba tiba Paman Nik mendekati Adriana lalu menepuk pundaknya.

"Aku memperkejakan gadis kecil ini, karena aku mengakui kemampuannya!" Ujar Paman Nik dengan yakin dan tegas.

"Tapi, bos, gadis sekecil itu-"

"Tenang saja, aku tidak akan membuat anak ini terlalu bekerja keras." Ujar Paman Nik sambil tersemyum ke Adriana.

Adriana pun mengangguk paham, lalu Adriana tersenyum ke arah semuanya dengan imutnya. Membuat para pekerja itu tersenyum gembira seperti berada di atas awan saat melihat senyum manis Adriana.

"Oh ya, kamu bilang namamu Adriana kan? Perkenalkan ini Rian, orang yang akan membantumu memasak." Ujar Paman Nik menunjuk orang bernama Rian itu.

"Halo Adriana." Ucap pria bernama Rian itu tersenyum manis.

"Ah, jadi orang yang tidak takut mati itu namanya Rian? Tapi kenapa, namanya ada di salah satu huruf namaku ya?" Batin Adriana.

Alasan kenapa nama Rian dan Adriana hampir sama nanti akan ada penjelasannya di chapter Kebenaran.

"Namaku Adriana senang berkenalan denganmu." Ujar Adriana membalas senyum Rian.

Itulah awal perkenalan Adriana dengan para pekerja di toko milik Paman Nik itu. Satu Minggu telah berlalu, tak terasa sekarang seberapa bahagianya hidup Adriana.

Lepas dari bayang- bayang yang mengganggunya, benar benar membuat Adriana bebas.

Suasana Kota Reala itu memang sangat berisik tapi entah kenapa itu membuat Adriana merasa bahwa dia tidak sendirian di dunia yang kejam ini.

"Hei, tolong bersihkan meja nomor Tiga." Ujar Rian menyuruh salah satu pekerja yang sedikit memiliki waktu senggang.

"Aku saja." Ujar Adriana mengajukan diri.

"Oh, baiklah, tolong, ya, Adriana."

"Baik, kakak Rian."

Adriana pun keluar dari dapur membersihkan meja nomor tiga itu. Saat membersihkan meja, Adriana tidak sengaja mendengar pembicaraan dua ibu- ibu di meja seberang.

Ibu- ibu itu membicarakan tentang sekolah penyihir dan kesatria yang sebentar lagi akan memulai jadwal pendaftarannya.

"Apa kau tahu? Sekolah Kesatria Knight terhebat Reala akan segera mengadakan ujian masuknya?"

"Maksudmu sekolah kesatria Knight yang hebat itu?"

"Sekolah kesatria Knight?" Batin Adriana yang mendengar hal itu.

"Iya, aku bermaksud untuk mendaftarkan anak ku kesana. Bagaimana dengan anak mu?"

"Ah, kalau aku sih, lebih memilih sekolah penyihir, Witch."

"Sayang sekali, padahal aku pikir anak ku dan anak mu bisa bersekolah di sekolah yang sama."

"Hahaha, maaf ya."

Adriana sempat terpikir untuk masuk ke salah satu sekolah itu. Tapi dia tahu kalau itu mungkin hanya khayalan biasa saja, tapi ia tetap ingin mencobanya.

Jam bekerja pun selesai, toko roti itu di tutup dan Adriana pulang bersama Paman Nik. Tentu saja karena Adriana menginap di rumah Paman Nik.

Di tengah perjalanan malam itu, Paman Nik terus menatap Adriana sedikit sayu. Adriana pun menatap paman berbadan besar berambut orange dengan mata merah itu.

"Paman, ada apa?"

"Adriana, apa kau mau masuk ke sekolah sekolah itu?"

Adriana mengangkat satu alisnya setelah itu membalikkan wajah terus berpikir. Paman berbadan kekar di samping Adriana masih setia menunggu jawaban.

"Iya paman, tapi itu mungkin hanya khayalan ku semata saja."

"Kalau begitu, bagaimana jika aku membantumu?"

Dengan cepat Adriana menatap paman berambut orange itu. Paman Nik tersenyum lembut, tahu kalau Adriana memang sangat menginginkannya.

"Sungguh?" Mata Adriana berbinar- binar.

"Iya, lagi pula aku juga sudah menganggap mu sebagai anak paman sendiri."

"Terima kasih paman!"

Adriana memeluk Paman Nik sangat erat dengan senyum manis terukir di wajahnya. Paman Nik hanya mengelus kepala Adriana dengan lembut lalu berlutut menyesuaikan tubuhnya dengan tubuh Adriana.

"Tidak perlu sungkan, belajarlah yang tekun, ya. Jangan kecewakan aku." Ujar Paman Nik menepuk pundak Adriana.

"Iya, aku pasti tidak akan mengecewakan paman!" Ujar Adriana dengan bersemangat.

Senyum terukir di wajah keduanya, tapi selang beberapa lama senyum di wajah Paman Nik mulai menghilang entah kenapa.

Dengan cepat Paman Nik berdiri lalu menggangdeng tangan Adriana menyisakan berjuta tanda tanya di kepala Adriana.

Sampai di rumah, Adriana duduk di sofa terus mengamati gerak- gerik Paman Nik yang terlihat sedih. Hati Adriana seperti tersayat saat melihat wajah Paman Nik yang sedih itu.

"Paman, ada apa? Kenapa Paman sangat sedih?" Tanya Adriana khawatir.

"Hm? Tidak apa- apa." Ujar Paman Nik lalu masuk ke kamar.

"Ini mungkin tidak sopan, tapi rasa penasaran semakin menghantui ku!" Batin Adriana.

Karena penasaran bercampur khawatir, Adriana membuka pintu kamar Paman Nik dan tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Terlihat wajah sedih terlukis di wajah Paman Nik saat ini.

"Kenapa kau diam saja di sana? Ayo kemari." Ujar Paman Nik yang sepertinya sudah mengetahui kedatangan Adriana dari tadi.

Adriana pun mulai ragu- ragu untuk masuk tapi pada akhirnya Adriana pun masuk ke dalam kamar Paman Nik dengan raut wajah sedikit ketakutan.

"Ma, maaf, aku tidak bermaksud lancang tapi-"

"Tidak apa apa." Ujar Paman Nik tersenyum menyembunyikan kesedihannya.

"Paman, jika ada masalah, aku mohon beritahu aku sekarang juga."

Paman terdiam sebentar, "I, ini mungkin agak sedikit egois tapi, bisakah, bisakah kau jangan memanggilku Paman?"

"Ya?" Adriana sedikit kebingungan akan perkataan Paman Nik itu.

"Maksudku, pa, panggil aku ayah!" Ucap laki- laki berambut orange itu sedikit malu malu.

Adriana terkejut dan terlihat dengan jelas menahan tertawanya. Walau sudah di tahan pun Adriana malah tertawa terbahak bahak. Membuat laki laki itu mulai gelagapan dan pipinya tambah merona.

"Cuma itu saja?" Laki laki itu mengangguk.

"Baiklah kalau begitu, ayah!" Adriana tersenyum sangat menawan membuat jantung laki- laki yang di panggil ayah itu berdegup kencang.

BERSAMBUNG~

Terpopuler

Comments

La la lal

La la lal

Ayah Nik I love you (~°^°)~

2020-08-26

3

Anonymous

Anonymous

Orang luar lebih baik dari orang dalam ini mah

2020-08-25

2

Naga Es Terhebat

Naga Es Terhebat

Pen punya ayah kek gitu

2020-08-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!