"Aku mau kamu malam ini!"
Dewa mengurung tubuh Wulan, sekuat tenaga melepaskan diri namun kedua tangan gadis itu disatukan dan ditarik ke atas oleh Dewa sementara lelaki itu mencium leher Wulan penuh nafsu.
"Dewa berhenti atau aku teriak!"
Nafsu telah menguasai lelaki itu tanpa memperdulikan ia beralih melucuti baju Wulan dari atas.
"Dewa!" teriakan itu keluar jua namun tidak menghentikan lelaki itu untuk menikmati tubuh istrinya.
"Teriak saja dan lihat apa akan ada yang menolong?" Tertawa. "Wulan kita itu pengantin baru, wajar jika kamu berteriak karena kesakitan."
Wulan meneteskan air matanya. "Aku mohon Wa, aku engga sanggup."
Tangisan gadis itu menghentikan Dewa, dia merasa kasihan lalu membenahi tubuh Wulan meski tetap berada di atas gadis itu.
"Maaf, aku keterlaluan."
"Kamu jahat Wa, kamu menyakitiku."
"Maaf aku menyesal. Iya lain kali aku meminta izin ya?"
Menyelimuti Wulan lalu beranjak tidur saling memunggungi yang Dewa lakukan, dia teramat sedih namun membuat istrinya menangis jauh lebih menyakitkan baginya.
Hari kedua pernikahan Wulan bangun namun tidak menemukan suaminya, meski ia marah namun hati tidak bisa membohongi bila mengkhawatirkan lelaki itu.
Bau tumisan bawang terasa menggelitik perut, ia tidak sabar untuk menyantap sarapan yang dibuat.
"Lan nanti susulin suamimu, dia pasti belum sarapan." Kata Ibu yang tengah mencuci piring.
Menimbang beberapa kali, Wulan yang istrinya saja tidak tahu keberadaannya, hendak bertanya namun malu.
"Lan denger tidak?"
"Iya Bu nanti aku susul Dewa."
Ibu berdecak. "Mas Dewa, kamu ini engga ada sopannya sama suami, jangan-jangan kamu juga begini kalau didepan mertua?"
"Aku butuh waktu Bu, udah biasa menyebut begitu."
"Waktu apanya Lan? Ini tentang sopan santun. Perempuan itu harus berturut manis, jangan bikin Ibu malu, dikira engga bener didik kamu nanti."
"Maaf Bu."
"Yasudah cepet selesaikan masakanmu terus susul Dewa ke kolam juragan."
"Iya Bu."
Sesuai perintah Ibunya kini Wulan dan Dewa duduk lesehan di gubug sembari menyantap makanan.
"Mas pergi dari kapan?"
Sesuap nasi yang ada di tangan Dewa jatuh, dia cengo dan menatap Wulan bingung.
"Kamu bilang apa?"
Berdecak. "Pergi kesini jam berapa?"
Menggeleng. "Itu, aku tadi denger kamu manggil Mas, apa salah denger?"
Mengerucutkan bibir. "Udahlah ini karena Ibu. Katanya perempuan harus sopan sama suami."
Dewa tertawa lucu melihat ekpresi istri manisnya. "Ibumu memang mertua yang baik."
Memutar mata malas. "Cepat habiskan."
"Siap istriku."
Wulan tersedak mendengar itu yang membuat Dewa menggeleng geli sembari membantunya meminum air.
"Pelan-pelan istri."
"Dewa!" kesalnya.
"Loh bukan mas Dewa lagi?"
"Jangan ledek aku."
"Kenapa? Aku suka, kan dari dulu juga udah biasa."
"Aku malu, apa kamu engga merasa canggung?"
Karena gemas Dewa mencubit pipi Wulan. "Uluh ternyata istriku bisa merasa malu ya."
Jemari lentik Wulan menegur tangan Dewa karena membuat pipinya kotor.
"Jorok banget, sekarang pipi aku berminyak."
"Ihh bagus itu, glowing Lan." Tawa Dewa.
"Glowing matamu!"
"Maaf ya."
Wulan hanya berdehem untuk menanggapi.
"Aku baru ingat, kamu engga belajar Wa buat masuk universitas?"
"Aku sudah pintar."
Wulan melotot. "Sadar! Kamu itu selalu rangking satu dari bawah."
Tawa menggelora. "Aku sekarang tenang karena pasti bakal dibantu istriku yang selalu juara paralel."
"Ihh engga ya! Ndak sudi!"
"Yah kok gitu?"
"Kamu harus berusaha sendiri."
"Tapi kalau dibantu sedikit engga masalahkan? Kita suami istri kalau aku susah kamu juga bakal susah Lan. Lagian bantu suami juga dapat pahala, nanti bisa masuk surga tuh."
Wulan menimbang, ia yang sebenarnya iri karena Dewa berkuliah. Berkeinginan untuk membuatnya berakhir sama namun, gadis itu sadar. Mimpinya telah direnggut itu sangat menyakitkan, dan kalau bisa ia tidak ingin seorangpun merasakan yang dia alami.
"Lan?"
Kembali pada kenyataan Wulan mengangguk. "Belajarlah yang benar, engga semua orang beruntung seperti kamu Wa."
Pesan tersirat itu memiliki arti dalam dan Dewa sadari perasaan sedih istrinya, belajar di tempat yang sama membuat Dewa tahu banyak akan impian Wulan.
Matahari terus naik hingga membuat bayangan tegak, ditengah panasnya mentari Dewa mendekati Basuki yang tengah memeriksa beberapa dokumen.
"Ah Dewa, aku kira siapa." Katanya setelah melirik.
"Pak apa Wulan bisa kuliah bareng Dewa?"
Pena yang dipegang jatuh begitu saja sebelum menatap anak keduanya.
Dewa mendesah, memilih duduk di depan Basuki. "Dewa merasa bersalah, kita satu kelas dan tahu betul apa impian Wulan setelah lulus, Dewa rasa udah merenggut masa depannya."
"Masa depan mana yang kamu bicarakan Dewa?"
"Pak aku mohon, aku rasa menyekolahkan Wulan tidak akan mengurangi sebagian harta yang Bapak miliki."
"Dengan kamu menikahi Wulan itu sudah menambah beban, karena kamu belum bekerja jadi semua kebutuhan kalian Bapak yang tanggung."
"Beban yang Bapak maksud juga tidak ingin terjebak dalam hubungan paksa ini. Semua ini ide Bapak dan Mama bukan Wulan yang menginginkan."
"Dewa apa tinggal dirumah Wulan selama dua hari tidak membuka matamu tentang ekonomi mereka? Mana mungkin orang tuanya mampu membayar kuliah."
"Dia pintar, Wulan bisa mendapat beasiswa tapi dia milih mundur."
"Nah itu kamu tahu, tidak ada pemaksaan. Kita menawarkan pernikahan dan disetujui oleh pihak mereka, lalu dimana letaknya sampai bisa kamu sebut Bapak merenggut masa depannya?"
"Karena Bapaknya Wulan yang menyetujui bukan orang yang bersangkutan."
"Bapaknya Wulan itu walinya, dia punya hak. Sudahlah Dewa lebih baik kamu fokus saja dengan pendidikan ketimbang memikirkan hal yang tidak penting."
Emosi Dewa tersulit. "Tapi ini penting karena sekarang Wulan istriku Pak."
"Dewa!" tegasnya. "Sekali bapak menolak berarti tidak! Perempuan itu tidak berkewajiban menempuh pendidikan tinggi, dia harus satu langkah lebih rendah agar tidak menyepelekan laki-laki."
"Tapi kalau perempuan berpendidikan akan mencetak penerus yang berwawasan luas."
"Sekali tidak berarti tidak Dewa! Kamu memohon padaku dan jawabanku mutlak tidak."
"Terbuat dari apa hatimu Pak."
Basuki mengambil nafas sembari beristighfar, bersabar menghadapi anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments