Seorang kakak, yang seharusnya jadi pelindung dan pengganti orang tua bagi adiknya. Malah menjadi orang yang paling tega, mematahkan hati sang adik.
Kakak yang seharusnya menjadi tempat ternyaman untuk mengadu segala keluh kesah, malah terasa seperti orang asing yang membuatnya segan untuk membicarakan segala hal yang telah di lewatinya.
Di depan sebuah rumah mewah. Naura berdiri tanpa ekspresi, ia masih merasa tidak percaya jika Laila benar-benar mengantarnya ke rumah juragan Jaka dan menyuruhnya untuk bekerja disana.
Sementara Laila, merasa tidak sabar setelah beberapa kali menekan bell pintu yang tak kunjung ada orang membukanya.
Setelah sekian lama menunggu, pintu yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran kuno itu pun terbuka, seorang wanita berusia 40 tahun dengan hiasan emas yang menjuntai panjang, besar di leher dan tangan menatap Laila dan Naura dengan raut wajah tidak suka.
Buset, itu kalung apa jangkar kapal gede amat. Jerit batin Naura.
"Cari siapa?" ketusnya sembari mendelik.
"S-saya mau ketemu, juragan Jaka. Bu," jawab Laila terbata, mungkin karena sambutan si pemilik rumah yang tidak ramah membuat si pemilik suara petir jadi gugup.
"Tunggu!" ujarnya yang kembali masuk ke dalam, dan tak berselang lama. Wanita itu kembali lalu, menyuruh Naura dan Laila masuk.
Kedua kakak beradik itu berdiri sambil menunduk di hadapan juragan Jaka, yang sedang menikmati pijatan dari kedua istrinya dengan perhiasan yang tak jauh beda dari wanita yang tadi membuka pintu untuk mereka. Sementara istri yang satunya lagi kini duduk sembari menatap Naura dengan tajam.
"Akhirnya, kalian datang juga," kata Jaka dengan senyum menakutkan di wajahnya. Ia memindai penampilan Naura yang hari ini terlihat begitu cantik, dan pandangannya pun jatuh pada dada Naura yang memiliki ukuran yang berbeda dengan gadis seusianya.
Dadanya yang besar, dan padat itu menonjol dibalik kaosnya yang oversize. Seakan tengah menggoda Jaka. Pria tua itu mengusap dagunya sambil menelan ludah susah payah, membayangkan jika wajahnya menyelesup kebelahan dada tersebut.
Naura yang sadar dirinya sedang diperhatikan. Langsung bersembunyi dibalik badan Laila yang gemuk, tapi itu hanya berlangsung sebentar karena Laila menarik Naura ke sampingnya lagi.
"Maaf, juragan," lirih Laila yang merasa Naura telah menyinggung pria kaya yang ada di hadapannya.
"Tidak apa-apa, namanya juga anak-anak," tutur Jaka sembari terkekeh. "Kenalkan, ini adalah ketiga istriku. Ini Aminah, istri pertama. Munaroh istri kedua dan ini Masitoh istri ketigaku." Jaka mengenalkan satu persatu istrinya pada Laila dan juga Naura.
Laila tersenyum ramah pada ketiga wanita yang bermuka masam itu. Sedangkan Naura tak hentinya bergumam mengomentari perhiasan yang dikenakan oleh ketiga istri Jaka yang lebih mirip rantai kereta dibanding perhiasan.
Apa nggak berat ya, tiap hari bawa-bawa rantai di leher? Pantas saja kemarin kereta mogok ternyata, rantainya ada di sini hihi.
"Oh ya, Laila. Kau boleh pergi, mulai saat ini hutangmu aku anggap lunas. Dan kau Masitoh tunjukan kamar untuk Naura, mulai hari ini dia akan bekerja dan tinggal disini," tutur Jaka memberi perintah.
Laila pun mengangguk dan mengucapkan terimakasih pada Jaka karena telah membuat hutangnya lunas.
"Ingat, jangan berbuat macam-macam. Bekerjalah dengan baik." Laila memperingati adiknya dengan sorot mata yang mengancam.
"Tapi kak, aku takut … aku mau ikut pulang," rengek Naura. Gadis itu menggenggam tangan Laila erat.
"Kau tidak usah takut, juragan Jaka akan menjamin hidupmu disini. Lepaskan aku, aku harus pulang sandi pasti sudah menungguku di rumah," bisik Laila yang menepis tangan sang adik.
"Kak, tunggu aku! Kak Laila." Naura berusaha mengejar. Akan tetapi anak buah Jaka bergerak cepat dan menghalau Naura untuk mengejar kakaknya yang sudah menghilang di balik pagar besar.
Bulir bening pun, kini mulai membasahi kedua pipinya. Ia benar-benar merasa takut saat ini, berada di tempat yang membuatnya tidak nyaman seorang diri ,bersama orang-orang asing yang tidak menyukainya tanpa alasan.
Kecuali, Jaka yang sejak awal terus menatapnya dengan tatapan menjijikan.
"Berhenti menangis, dan ikut denganku," dengus Masitoh judes.
Naura mengusap air matanya, dan mengikuti istri ketiga Jaka dari belakang. Wanita berambut pirang itu, membawa Naura kesalah satu kamar yang ada di dekat dapur.
Kamar berukuran kecil, dengan kasur kecil yang hanya muat untuk satu orang serta sebuah meja dan lemari pakaian berukuran sedang.
"Kamu bisa istirahat disini, dan bekerja besok … ini daftar kerja yang harus kamu kerjakan besok pagi." Munaroh melemparkan buku kecil ke dada Naura, membuat gadis itu gelagapan menangkap buku tersebut.
"Jangan lupa, kalau tidur kunci pintunya dengan benar. Kau paham!" sambung Munaroh kemudian pergi meninggalkan Naura.
Naura pun masuk ke dalam kamar, dan mengunci pintu sesuai yang dikatakan oleh istri ketiga Jaka.
Gadis itu meletakkan ranselnya, dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar yang dirasa cukup nyaman untuknya. Ia menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur, menarik napas dalam dan memikirkan apa yang mesti ia lakukan agar bisa keluar dari rumah juragan Jaka.
🌸🌸🌸
Pukul tiga pagi.
Saat semua penghuni rumah sedang menikmati tidurnya yang pulas, tiba-tiba mereka terperanjat setelah dikejutkan dengan suara box musik yang dinyalakan oleh Naura.
Gadis itu menyalakan box musik dengan full volume dan memutar musik rock yang sangat tidak ramah ke telinga.
Jaka bersama tiga istrinya keluar dari kamar yang berbeda secara bersamaan, sembari menutup kedua telinganya. Mereka berjalan ke arah sumber suara dan melihat Naura sedang berjingkrak-jingkrak sambil memainkan sapu seperti gitar.
Jaka memanggil Naura berulang kali, tapi suara musik yang menggelegar itu membuat Naura tuli dan mengabaikan teriakan Jaka.
Hingga pada akhirnya, salah satu anak buah Jaka mematikan box musik tersebut. Naura menghentikan kegiatannya, dan menoleh ke arah orang-orang yang sedang menatapnya dengan tatapan marah.
Gadis itu hanya tersenyum dan menjatuhkan sapunya ke lantai. "Apa aku menganggu kalian?" tanya Naura tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Aminah tersenyum kecut ke arah Naura. "Kau sedang bertanya atau meledek kami? Tentu saja kau sangat menganggu waktu istirahat kami."
"Apa kau tidak tahu, jam berapa sekarang hah!" timpal Munaroh geram.
"Tahu kok, Bu. Ini pukul 3 pagi," jawab Naura santai.
"Diam! Apa kau tidak punya otak hah! Memutar musik di pagi buta seperti ini dengan volume yang keras!" teriak Masitoh kesal.
"Punya kok, Bu. Ini otak saya ada didalam kepala," sela Naura yang menunjuknya dengan jari telunjuk.
Ketiga wanita itu mengeraskan rahangnya, mereka sangat gemas pada Naura yang terus menyahut ketika dimarahi.
Karena Jaka yang masih mengantuk, dia pun mengangkat tangannya agar ketiga istrinya berhenti untuk bicara. Ia melangkahkan kakinya, dan mendekati Naura untuk bertanya.
Naura mundur beberapa langkah, ketika Jaka menghampirinya.
"Naura," suara berat itu membuat Naura mengepalkan kedua tangannya.
"Kenapa kau memutar musik, di pagi buta seperti ini?" tanya Jaka lembut.
"Saya terbiasa bekerja, dengan musik yang keras juragan," jawab Naura dengan bibir yang bergetar.
Jaka menganggukan kepalanya perlahan. "Kau boleh memutar musik sesukamu, dan aku tidak akan melarang. Tapi kau harus ingat di rumah ini bukan cuman ada kamu saja, jadi kamu harus menghargai orang lain. Kau mengerti," ujar Jaka memberi pengertian pada gadis yang sedang menunduk itu.
"Mengerti, juragan."
Jaka pun membubarkan istri-istrinya untuk kembali melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu oleh ulah Naura.
Sementara gadis berambut panjang itu pun mengulas senyum di bibirnya, karena telah berhasil menjalankan rencananya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Aira Zaskia
Ngakak bnget
2023-02-27
1
Aira Zaskia
🤣🤣bagus bnget ceritanya
2023-02-27
1
😍syg lon 😍
semangat kx can.. mampir nih
2023-01-08
2