Prank ….
Suara piring pecah dari dapur, berhasil menarik perhatian ketiga wanita penguasa kediaman Jaka.
"Astaga, Naura!" jerit Aminah, yang melihat piring kesayangannya telah hancur berhamburan di atas lantai.
"Kamu ini bisa kerja nggak sih! Liat tuh piring kesayangan saya jadi pecah, ini itu harganya mahal tahu!" teriak Aminah memarahi Naura.
"M-maafkan saya Bu, saya nggak sengaja," ucap Naura mengulum senyum di bibirnya.
"Maaf-maaf, kamu pikir dengan kata maaf piring saya bisa kembali utuh! Ini piring lebih mahal daripada gaji kamu tau nggak!"
"Yaelah, Bu. Saya udah bilang maaf kenapa ibu masih memarahi saya. Lagian, cuman piring gini doang masa iya semahal itu," jawab Naura, sembari menggerakan tangannya ke atas meja pantry dan kembali memecahkan piring milik Aminah.
Prank.
Kedua wanita yang sejak tadi menyimak, terhenyak dengan suara piring yang kembali terjatuh.
"Ha …." Naura menutup mulut dengan kedua tangannya, pura-pura terkejut dengan piring yang pecah.
"Ya ampun, Naura!" Aminah kembali menjerit . "Dasar bego! Kamu itu sengaja ya ingin menghancurkan semua barang-barang saya hah!" hardik Aminah geram.
"Ada apa ini? Pagi-pagi sudah ribut … berisik tahu," ujar Jaka dengan nada tinggi.
"Liat, nih mas. Piring mahal aku pecah," adu Aminah pada Jaka.
"Sudahlah, itu hanya piring. Aku akan menggantinya, Naura bereskan semuanya setelah itu buatkan saya kopi," titah Jaka pada Naura.
"Baik juragan."
Aminah menghentakan kakinya kesal, kemudian pergi meninggalkan Naura diikuti kedua madunya yang sejak tadi mengulum senyum dibibirnya.
Gadis itu tersenyum dan merapikan pecahan beling yang berserakan di lantai. Lalu ia mengambil gelas, kopi dalam toples serta bubuk cabai.
Dia mencampurnya dan menyajikannya pada juragan Jaka.
"Permisi, juragan. Ini kopinya," ucap Naura. Ia meletakan kopi tersebut di atas meja dekat jendela ruang tamu.
Jaka memperhatikan Naura dengan tatapan genit, membuat gadis itu menelan ludahnya kasar karena takut.
"J-juragan, k-kemarin saya tidak sekolah. Bolehkah h-hari ini saya sekolah?" tanya Naura terbata.
"Pergilah, tapi kau harus ingat jangan coba-coba kabur dari saya … saya akan mengawasi kamu."
Naura mengangguk, ia merasa sedikit senang. Setidaknya dengan berada di sekolah ia bisa menghindari Jaka yang selalu terlihat ingin memangsanya bulat-bulat.
"Tunggu."
Deg …
Jantung Naura tiba-tiba berdebar tidak karuan, pikirannya pun mengira yang tidak-tidak.
Apa yang akan bandot tua itu lakukan?
Apa dia akan melakukan sesuatu padaku?
Tidak-tidak, aku harus lari … tapi kemana? Ah sial, aku bahkan tidak bisa berpikir dengan ketakutan yang tidak jelas ini.
Tubuh gadis itu sedikit bergetar, ketika mendengar langkah kaki Jaka yang mendekatinya.
Naura membalikan tubuhnya, dan mundur beberapa langkah dari Jaka.
Pria dengan wajah yang sudah mulai keriput itu, memiringkan senyumnya saat melihat Naura ketakutan.
"Jangan takut, Naura. Aku tidak akan melakukan apapun, sebelum ijab Kabul itu tiba … ini buat kamu jajan." Jaka memberikan beberapa lembar uang berwarna merah ke pada gadis yang sangat ia inginkan untuk di jadikan istri.
Naura menatap uang itu sesaat. "Jika aku mengambilnya, bukankah sama saja dengan aku menyetujui lamaran bandot tua itu … tapi uangnya banyak banget, kapan lagikan aku bisa megang uang sebanyak itu. Lumayan buat bayar SPP," gumam Naura dalam batin.
"Ini, ayo ambil."
Naura mengerjapkan matanya beberapa kali. "T-tidak usah juragan, lagi pula saya baru bekerja disini … masa saya sudah di bayar," tolak Naura.
"Ini bukan bayaran kamu, ini uang tips karena kamu sudah membuatkan kopi … apa perlu saya paksa biar kamu menerima," ujar Jaka yang terus mengasongkan uang tersebut pada Naura.
Meskipun, ragu. Naura mengambil uang tersebut dan bergegas pergi ke sekolah.
"Terimakasih, juragan."
Jaka tersenyum dan menatap punggung Naura yang menghilang di balik pintu. Kemudian ia kembali duduk, meraih korannya dan mengisap secangkir kopi buatan calon istri mudanya dan di detik berikutnya.
Byur ….
Jaka menyemburkan kopi dari dalam mulutnya.
"Naura!" teriak Jaka sembari merasakan sensasi pedas yang ada dalam mulutnya.
Mendengar teriakan sang suami, ketiga wanita yang tadinya hendak sarapan langsung menghampiri Jaka.
"Ada apa, mas?" tanya mereka serempak.
"Ambilkan aku air! Hah pedas, pedas." Jaka kembali berteriak dan mengipasi mulutnya yang terasa terbakar.
"Ambil air cepetan," titah Aminah pada Munaroh, ia berlari kecil dan membantu Jaka mengipasi mulutnya.
"Ini airnya." Munaroh memberikan satu teko air pada Masitoh.
"Ini, mas, pelan-pelan," ujar Masitoh membantu menyodorkan teko air itu ke mulut sang suami.
Glek … glek … glek …
Pria berusia 60 tahun itu, meminum air tersebut dengan sangat rakus dan menyimpan teko itu ke atas nakas dengan keras membuat ketiga wanita itu terhenyak.
Brak ...
"Hah, kurang ajar bocah itu! Berani sekali dia mengerjai ku," geram Jaka mengeraskan rahangnya.
Ketiga wanita itu mengerutkan dahinya, dan saling melontarkan pandangan satu sama lain.
"Apa yang terjadi, Mas?" tanya Aminah penasaran.
Jaka menatap Aminah sesaat. "Dia memasukan bubuk cabai ke kopiku."
Ketiga wanita itu mengangkat alisnya keatas, saat mendengar pengakuan Jaka.
"Kamu lihat sendiri kan, mas. Bahkan dia berani mengerjai kamu, gimana nanti kalau sudah jadi istri. Bukan hanya cabe tapi bisa saja dia memasukan racun ke dalam kopi kamu," ujar Masitoh mendelik.
"Masitoh benar mas, sekarang saja dia berani melakukan seperti ini apa lagi nanti. Sebaiknya kamu pikir-pikir lagi kalau mau menjadikan bocah ingusan itu sebagai istri kamu," sambung Aminah.
"Lagian kamu liat apanya sih dari gadis itu, aku tahu dia lebih muda dari kita. Tapi apa yang bisa kamu andelin darinya, dia masih remaja dan belum dewasa pasti tidak akan bisa mengurus kamu dengan benar," timpal Munaroh kesal.
Jaka menarik napasnya dalam dan tampak berpikir, dirinya harus memberi pelajaran pada gadis culas itu.
"Sudahlah, aku tahu mana yang terbaik … aku lapar." Jaka bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruang makan.
Begitu juga dengan ketiga istrinya yang mengekor di belakangnya.
"Sini piringnya mas," pinta Munaroh.
Jaka menyodorkan piring tersebut pada pada istri ketiganya.
"Sudah cukup."
Munaroh menyerahkan kembali piring tersebut yang sudah terisi dengan nasi dan lauk pauk buatan mereka pada Jaka.
Tanpa berpikir panjang, pria itu langsung menyuapkan makanan tersebut ke dalam mulutnya dan lagi-lagi ia melepeh makanan tersebut.
Puih …
"Kenapa lagi mas?" Munaroh mengerutkan dahinya.
"Makanan ini asin sekali, kalian sengaja mau membuat darah tinggiku kambuh hah!" bentak Jaka pada ketiga istrinya.
Ketiga wanita itu terdiam dan mencoba semua lauk yang ada diatas meja makan, dan mereka melakukan hal yang sama seperti Jaka melepeh makan dari mulutnya.
Mereka mengerutkan dahinya merasa aneh, saat mencicipi makanannya tadi mereka merasa semua bumbunya pas dan enak. Tapi kenapa tiba-tiba semua jadi asin begini?.
"Kalian sengajakan, ingin mempercepat kematian ku! Agar kalian bisa mendapatkan harta warisan," tuduh Jaka yang kembali berteriak.
"Mas, kamu ngomong apa sih? Kalau kami berniat membunuh kamu, itu sudah aku lakukan dari dulu sejak kamu memutuskan untuk menikah yang ke dua dan ketiga kalinya," sahut Aminah membela diri.
"Halah, omong kosong! Kalian benar-benar keterlaluan, aku tidak akan percaya lagi pada kalian." Jaka pergi meninggalkan ruang makan tersebut, dengan keadaan kesal.
Aminah mengeraskan rahangnya, melihat suaminya yang pergi dalam keadaan marah-marah. Semenjak kehadiran Naura di rumahnya, suasana rumah selalu saja ribut dan memanas.
Ia jadi curiga pada gadis itu, kalau dia yang telah mengacaukan semua masakannya.
.
.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Ridho Widodo
bagus naura kutunggu jailmu...
2023-10-18
1
Ms'shieqa
naura2 kmu usil banget ya.. aq suka gayamu naura jgn mudah t'tindas
2023-01-19
5