PILY 3 : PERLAWANAN

Bab 3.

"Fitria, apa belum ada yang mencari dompet?" Nadia yang baru ganti seragam toko, berjalan di samping pegawai lain yang jaga pagi.

"Belum, Nad. Aku pulang dulu ya, Bye."

Kepergian Fitria di jam tiga sore itu, tidak lepas dari pandangan Nadia. Sambil menyambi menjaga toko, Nadia mengerjakan tugas kuliahnya. Beruntung, dia memiliki majikan yang baik hati.

Haripun telah malam, ketika dia menutup rolling dor. Sebuah tangan datang dari belakang memeluknya.

"Paman!" Nadia memekik melepas tangan besar itu dari peruntya dan mendongak, "jangan asal sentuh atau aku akan berteriak!" tergagap karena kehangatan dada Guskov di punggungnya.

"Teriak saja. Kau mau menghindariku lagi?"Guskov memutar tubuh gadis itu dan berhadapan. "Ayo pulang."

"Tidak! menjauhlah dariku." Nadia mendesis dengan nafas cepat pendek, dan tangan mendorong dada bidang itu.

"Kau masih menyayangiku, kan, Nadia?"

"Tidak. Aku tak mau melihatmu lagi." Nadia mendorong dagu Guskov tak mengijinkan pria itu menyentuhnya lagi.

BUGH!

Nadia dan Guskov terkejut.

"Lelaki mesum!"

Nadia mendelik, menatap tak percaya pada pria yang baru datang itu, Ernest pasti berniat mengambil dompetnya.

"Siapa kau?" Guskov akan main tangan tetapi Ernes menghindar, keributan tak terhindarkan dan dua pria itu saling adu jotos. Nadia mencoba memisahnya tetapi kesulitan.

"Aku akan menelpon polisi!!!!!" teriak Nadia, bahkan orang disekitar hanya menonton tak ada yang berani melerai karena sadar dua orang itu pandai berkelahi.

Di depan toko, Nadia membawa kotak P3Kmenatap dua orang itu yang babak belur duduk di kursi besi dengan saling menatap tajam.

"Bisakah kalian mengobati diri sendiri?" Nadia membuka betadin dan menuangkan di kapas dan memberikan pada Ernest yang terus mengumpat.

Orang-orang telah pergi karena keseruan telah berakhir.

"Ayo pulang, Nadia." Guskov menerima kapas dan yang telah dibubuhi betadine dan menatap cermin untuk mengolesi betadine cair di wajahnya.

"Tidak mau." Nadia lirih, karena tatapan tajam Ernes.

"Kamu harus pulang," sentak Guskov dan menatap tajam pada Nadia yang menggigil karena cuaca dingin sisa hujan.

"Apa kau tidak dengar, dia tidak mau!" Sentak Ernest mengejutkan Nadia dan Guskov.

"Kau orang luar, diamlah," geram Guskov pada pria yang tak kunjung pergi di depannya.

"Cih, kau memaksannya. Kau kira aku akan diam saja?" Ernes memdengus.

"Siapa kau ikut campur?" Guskov kembali akan melayangkan pukulan tetapi di tahan tangan Nadia.

"Kenapa kau main tangan, Paman?"

Ernest tertawa, "Oh paman?" ledeknya.

"Diamlah," dengus Guskov tak terima pada wanita yanh kembali memanggilnya itu, dia menjadi merasa sangat tua.

Nadia masuk ke dalam dan keluar lagi, memberikan dompet Ernest. "Ini milikmu."

Ernest terkekeh. "Terimakasih, siapa namamu?"

"Nadia."

"Kau satu kampus denganku, kan?" Mata Ernest berbinar.

Guskov menekan rahangnya kesal. "Tak usah menggodanya."

"O-o, ini hal biasa dalam kalangan 'anak muda'" Ernest dengan sarkasme.

"Apa kau pikir aku sudah tua?" Geram Guskov.

"Sudah, kalian mau ribut sampai kapan, aku mau tutup toko." Nadia berdiri dan mengumpulkan P3K. "Selamat malam ... "

"Pulang," Guskov meraih tangan Nadia.

"Aku akan menelpon polisi, kau sudah memaksa gadis," decak Ernest.

"Ernest, dia pamanku, terimakasih pertolongannya, bisakah kamu tak menelpon polisi?" pinta Nadia saat menjumpai Ernest telah meraih ponsel. "Paman, aku akan pulang tunggu." Nadia masuk ke dalam rumah, tak mau berdebat lagi.

Sepanjang perjalanan pulang, keheningan terjadi. Tidak ada yang berniat bersuara diantara Nadia maupun Guskov. Hal itu terjadi hingga tiga hari kemudian saat kepulangan Bibi.

Nadia cepat-cepat menyelesaikan sarapannya.

"Bibi, Nadia telah mendapat kos baru dan akan pindah ke kos besok," katanya dengan lembut dan dentingan keras Guskov menyambut, pria itu membanting sendok ke piring dan menahan kesal karena Nadia terus menghindarinya.

Milan tersenyum tipis, menatap suaminya sesaat dan kembali memandang keponakannya. "Nadia sayang, rumah ini sangat sepi, tolong tinggalah di sini ya?"

"Tapi, Bi ... "

"Tidak ada tapi-tapian," titah Milan dan disambut dengusan kesal Nadia.

"Biar Paman mengantarmu, ya," pinta Bibi Milan, setelah Guskov mengecup kening istrinya di depan rumah ketika Nadia yang baru keluar pintu.

"Tidak, bibi, aku naik angkot."

"Sudah ikut saja, kau bisa terlambat," titah Guskov.

Milan tersenyum mengelus dada suaminya. "Kalian kan searah, benar kata pamanmu, Nadia."

PIM! PIM! Bunyi klakson dan gerungan motor di depan gerbang.

Mata Nadia terbelalak, dia baru ingat jika Ernest kemarin akan menjemputnya, dia pikir pria itu tak serius.

"Ah aku ada jemputan! dahh bibi ... "

Milan geleng-geleng pada ponakannya.

"Siapa yang menjemputnya?" tanya Guskov memandang Milan yang mengangkat bahu. "Apa kau tak mau ku antar ke tempat Gym?"

"Tidak sayang, Dilla akan menjemputku sebentar lagi. Kamu hati-hati di jalan ..."

Di depan gerbang, mobil yang dikendarai Guskov berhenti. Tangannya menekan setir. "Nadia, kau bisa jatuh, masuk mobil cepat!" hatinya mendidih melihat Ernes memasangkan helm pada Nadia, tetapi wanita itu tak mau menjawabnya, mengabaikan dan membonceng pria muda itu.

Dengan kesal mau tak mau, Guskov mengikuti dari belakang sampai kampus Nadia, sedikit kelegaan karena Nadia hanya memegang bahu Ernest tak sampai memeluk pinggangnya, tetapi itu cukup membuatnya tak bisa melupakan itu, bahkan hingga sore sepulang kerja.

Guskov menghentikan mobil di seberang jalan toko, dan mengamati Nadia yang melayani pembeli. Dia ingin membeli barang sekadar untuk melihat Nadia, tetapi memikirkan penolakan wanita itu makin membuatnya tak tenang, bahkan tiap malam dia kesulitan tidur karena perasaanya. "Nadiaa!!"

Guskov sadar ini salah, tetapi dia tidak memungkiri hubungannya yang tumbuh selama satu tahun ini mampu mengalihkan hatinya dari sang istri. Terkadang dia juga kesal karena istrinya tak kunjung mau memberikannya seorang anak setelah lima tahun pernikahan, lalu apa fungsinya menikah jika tidak ingin memiliki keturunan. Sedangkan teman-temannya selalu memanas-manasi dengan keberadaan putra-putri mereka, bahkan mereka telah memiliki dua dan ada yang tiga anak.

Dulu, dia sempat berpikiran akan bersatu dengan Nadia dan memilki anak dengannya. Tetapi siapa sangka ternyata pacarnya itu adalah keponakannya.

Guskov sadar dia selalu sibuk kerja dan tak pernah bisa kumpul dengan keluarga besar Milan yang begitu banyak. Lagipula Milan juga sama tipe orang yang susah berkumpul dengan keluarganya dan lebih suka berkumpul dengan teman-teman sosialitanya. Mungkin jika dia dan Milan dulu sering berkumpul dengan keluarganya, hal seperti ini tidak terjadi, dan dia tidak akan tergila-gila dengan Nadia.

Guskov menyipitkan mata, tanpa sadar dia tertidur dan terbangun karena suara ketukan kaca. Dia menurunkan kaca mobil dengan masih terkesiap. "Nad .... "

"Kenapa kau terus di sini." Nadia dengan suara parau, dari sore dia mendapati mobil sang paman yang tak beranjak, awalnya kesal tetapi melihat pria itu tampa letih dan memijat lehernya, membuatnya iba.

"Aku menunggumu." Guskov melonggarkan dasi dan melirik masih jam delapan. "Masuklah dulu ... kau belum selesai kerja, kan?" katanya dengan lemah lembut.

Nadia menelan saliva tertekan dengan sikap pria itu yang tak berkesudahan. Nadia mau tak mau menerima sekotak donat kesukaannya, pria itu masih saja perhatian, menyebalkan. Nadia menenteng sekotak donat ke dalam toko dengan rasa bersalah sekaligus marah dan sakit hati.

Kembali melayani pembeli di kasir, Nadia melirik pria itu yang kini tampak merokok di luar mobil.

"Sejak kapan dia merokok?" gumam Nadia dan menyerahkan struk pada pembeli.

Sampai jam sembilan berakhir, Nadia bersiap-siap pulang, donat itu belum sempat di sentuhnya, dia membawa keluar setelah mengunci toko.

"Kau belum memakannya?" suara Guskov mengejutkan Nadia yang baru berbalik.

"Belum. Bukankah aku telah mengirim pesan, jangan menjemputku." Nadia masih mencoba mengingatkan, meski tahu pria itu tak akan menyerah, dari awal kenal -Nadia telah sadar pria itu sangat keras kepala.

Sebuah genggaman tangan begitu erat datang dari Guskov, dia bahkan yakin tak bisa melepaskan genggaman tangan itu. Hingga dia diam saja sepanjang menuju mobil.

"Aku merindukanmu, sayang!" geram Guskov dengan nada sedikit merengek dan menggaruk kepalanya. Dia kehabisan cara untuk mengungkapkan perasaan rindunya, pada wanita menjadi bersikap dingin.

Nadia diam saja, percuma menjawab hanya akan menjadi perseteruan panjang. Dia sudah tak mau mempedulikan Guskov dan menatap kosong pada jalanan yang dilewatinya.

"Berhenti bersikap perhatian seperti ini. Terlebih pernah berbohong jika paman hidup sendiran." Nadia mendesah, hatinya begitu merasa tertekan terus menerus mendengar helaan nafas kasar Guskov. Dulu dia peka dan sangat perhatian pada pria itu, begitu mendengar helaan nafas kasar, dia lalu berusaha menghiburnya. Sekarang? jangan mimpi!

"Aku juga merindukanmu Guskov! kau tahu!" Nadia berteriak pilu dalam hatinya. Dia sungguh lelah teramat sangat. Berharap pria itu berhenti memberikan harapan kosong padanya.

 

.

Terpopuler

Comments

Mimi Farel Afandi

Mimi Farel Afandi

😔😔😔kasian Nadia

2022-12-17

1

UQies (IG: bulqies_uqies)

UQies (IG: bulqies_uqies)

Serba salah berada di posisi Nadia

2022-11-26

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!