Dua hari sudah Nadia masih tinggal di rumah bibi, karena kosnya keburu ditempati orang baru. Dia harus mencari kos yang lebih murah. Beberapakali Guskov juga tidak pulang, kata bibi jika Guskov sedang di luar kota selama seminggu kedepan. Baguslah, dia harus cepat-cepat mencari kos sebelum Gudkov pulang.
Di hari ketiga bibinya juga ke luar kota untuk arisan. Pembantu sedang diliburkan, Nadia diminta untuk menjaga rumah. Malam itu Nadia begitu haus dan menutup tugas kuliahnya, matanya sudah tidak kuat tetapi perutnya lapar.
Dia menjijit meraih mie instan di nakas dapur, "kenapa menempatkan tinggi-tinggi."
Sebuah tangan meraih mie, dan Nadia langsung berbalik terkejut. Guskov yang membantunya mengambil mie, tubuh Nadia membeku bukankah belum waktunya pria itu pulang. Aroma citrus familiar menguar dari tubuhnya.
Tanpa sadar Guskov telah memagut bibir Nadia, wanita itu yang masih bingung dan terkesiap masih tak bisa mencerna dan begitu kewalahan dengan pagutan kalap Guskov.
Guskov merengkuh kekasihnya, sudah dua minggu lebih dia tak memeluk Nadia, kerinduannya telah membuncah terlebih karena kemarahan wanita itu yang membuatnya semakin gila. Akan tetapi dia kembali teringat pada bayang wajah istrinya dan langsung melepas tubuh Nadia yang masih membeku.
Nadia memegang bibirnya menatap kepergian Guskov, ciuman pertamannya telah dirampas meski dia merindukan itu, tetapi gejolak amarah dari dalam mengutuk dirinya sendiri. Tidak menyangka dirinya begitu menjijikan dan tak melawan perlakuan Guskov.
"Lupakan dia, Nadia. Kau tak bisa begini," desahnya dengan satu tetes air mata jatuh ke pipinya. Mengapa dia harus memiliki rasa pada pria pembohong itu.
**
Malam itu, Guskov mondar-mandir di ruang tamu menunggu. Dari sore dia menghubungi Nadia tetapi ponselnya tidak aktif. Istrinya juga barusan menelpon untuk menanyakan kenapa Nadia belum kunjung pulang.
"Apa Nadia marah karena ciuman semalam? Hingga dia pergi sangat pagi dan tak ada kabar lagi. Bagaimana bila terjadi sesuatu. Sebenarnya dimana dia?" Gumam Guskov dengan hati resah dan gelisah, merasa bersalah, sepertinya dia terlalu memainkan hati Nadia. Wajah Guskov merah padam dan menggaruk wajahnya dengan kasar dan tubuh itu terhempas ke sofa.
Keesokannya Guskov mendatangi sebuah toko, setelah siang tak mendapati Nadia di kampus. Begitu dia membuka pintu kaca toko, sambutan ramah Nadia menggema tetapi terputus begitu menyadari dirinya yang datang.
Guskov membawa sekeranjang belanjaan ke kasir, kebetulan sepi pengunjung. "Kenapa tak pulang?" Suara Guskov terdengar memohon.
Nadia tertunduk dengan wajah tertekuk, pria itu mengapa masih ke sini. Oh mungkin hanya tanggung jawabnya sebagai seorang paman. dengan gerakan cepat Nadia memproses belanjaan.
"Kenapa tak menjawab? kenapa diam saja? kenapa ponselmu mati. Hah!" Guskov menghela nafas kasar, kekesalannya sulit terkendali bila Nadia mengabaikannya.
"Semuanya 345.200 rupiah," kata Kamila sambil menatap perut six pack berkemeja ketat itu.
"Tatap aku, Nadia," geram Guskov setelah mendorong kartu atmnya.
"Pinnya ... " Nadia mendorong mesin debit.
"Bukannya kau sudah tahu, berhentilah seperti ini." Guskov berdecak sampai membuatnya ingin menangis sendiri.
"Pinnya ... " Nadia mengulangi lagi, dengan hati berdebar. Memang jika dulu makan di luar, Nadia yang membayar ke kasir dengan atm Guskov dan dia hafal pinnya.
Guskov memasukan pin dan meraih kasar belanjaan meninggalkan Nadia yang beteriak memberitahu atm yang tertinggal, tetapi mobil pria itu langsung tancap gas. Tubuh Nadia merosot ke lantai dan memeluk lututnya merintih meremas atm Guskov. Mengapa dia harus mencintai suami dari bibinya.
"Hei, kau menghalangi jalan."
Nadia mendongak dan mengelap pipinya yang basah dengan bahunya. Bergegas kembali ke kasir.
"Rokok mentol dua, hei kau melamun ya!" Pria itu berdecak, mana ada penjaga toko bersikap seperti itu, baru kali ini dia menjumpainya. Eh tapi ada apa wajah itu, apa perempuan ini habis putus dari pacarnya?
Brak!
Nadia terkesiap pada pria jangkung di depannya yang baru menggebrak meja aluminum kasir. Menatap si jangkung yang mengeluarkan dompet panjang dari ranselnya.
"Maaf." Nadia langsung mengambil rokok di belakangnnya dan memproses belanjaan. "85.700."
Pria itu memberikan uang seratus, dan ponselnya berdering hingga langsung menerima telepon.
"Kembaliannya mas!" pekik Nadia.
"Ambil saja," pria itu hilang di balik pintu dan menaiki motor sport.
Lama Nadia termenung, matanya baru menyadari sebuah dompet hitam panjang milik pria tadi tertinggal. "Astaga, aku terlalu banyak melamun."
Nadia membuka dompet pria itu dan meneliti kartu mahasiswa. "Satu kampus denganku? Ernest Wijaya ... ehm lucu juga wajahnya di sini ya."
Nadia menyimpan dompet itu, siapa tahu pria itu kembali lagi.
Nadia yang harusnya menutup toko jam sembilan masih juga belum mendapati batang hidung pria itu, bahkan ini sudah jam sepuluh malam. Dia menutup toko, dan masuk ke dalam, menumpang tidur di ruang kecil. Tidak mau dia pulang lalu bertemu Guskov.
Sebuah panggilan dari bibinya, Nadia menerima lalu beralasan tidur di rumah teman karena tugasnya banyak.
Nadia mengamati timbunan riwayat chat Guskov, bahkan sejak chat pertama kali saat Guskov memesan daftar belanjaan yang akan di ambilnya kala sore. Sejak malam pertama di rumah bibi, dia langsung memblokir nomer itu.
Guskov yang awalnya sering berbelanja, dan dua minggu setelah itu lalu mengajaknya makan mie di toko sebelah sebagai rasa terimakasihnya karena Nadia menyiapkan semua belanjaan tanpa perlu pria itu susah-susah memilihnya.
Di bulan kedua, Guskov menjadi datang tiap malam untuk mengantarnya pulang, di sela kerja Guskov yang kerjanya sampai larut malam.
Di bulan Ketiga, Guskov mulai mengajaknya menonton bioskop, itupun karena alasan teman dari Guskov memberikan dua tiket dan dari pada sayang mubajir, Nadia mau ikut menonton.
Di bulan ke empat, Guskov mulai rajin menggodanya, dan menunjukkan ketertarikannya. Nadia rasa semua perempuan tahu akan kode itu, tetapi Nadia menjaga jarak karena sadar posisinya, dia hanya perempuan bergaji pas-pasan, sedangkan Guskov tampaknya dari kalangan berada. Dan usianya juga selisih sembilan tahun, itu terasa aneh bagi Nadia.
"Ah kenapa aku mikirin dia sih!!!" Nadia menutup kepala dengan bantal dan bolak -balik memejamkan mata tetapi tak berhasil.
Di tempat lain, Guskov masih menunggu Nadia di sofa ruang tamu, gadis itu masih tak pulang ...
Besok dia harus datang lagi ke toko. Sebetulnya, dia tidak ingin menyakiti Nadia, tetapi juga tidak bisa melupakan wanita itu yang selalu mewarnai satu tahun belakangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Mimi Farel Afandi
q pernah berada d posisi Nadi 🥺🥺
2022-12-17
1
Pertiwi Tiwi
bingung mau komen apa
2022-11-28
1