Nadia baru pulang petang, mengendap-ngendap di ruang tamu. Dia mengintip dari sekat ruang tamu dan berjalan lagi ke ruang tengah, lalu berputar badan, masih aman.
Nadia dengan cepat menaiki anak tangga, disaat dia melihat pintu kamar ... mata itu kian berbinar, aman, dan langsung berlari.
Brak!
Di depan kamarnya terdapat lorong, di sana kilatan gelap membenturnya dan Nadia terguling lalu jatuh dengan kepala mendarat di sesuatu empuk. Nadia membuka mata dan jantung itu berdebar-debar.
Dua pasang mata bertemu dan beradu di tengah suara jendela yang yang bergoyang akibat terbentur angin kencang di luar.
Nadia merasakan aura di atasnya yang membuat gila, walau tubuh itu tak bersentuhan tetapi dia jadi ingin menangis, rasanya ingin hilang dari permukaan bumi dalam sekejap mata, Itu pilihan terbaik, tetapi dunia tak semudah itu hingga dia bersuara dengan mengi, "minggir .... “
Guskov terpaku pada mata perak Nadia yangmana kelopak mata itu bergetar, jelas itu tampak indah, baginya. Sulit untuk tidak melirik bibir Nadia dan teringat kecupan manis yang membuatnya insomnia. "Nad," lirih Guskov seperti tercekik.
"Jangan berlarian," kata Guskov dengan lembut lantas menarik tangannya hingga kepala Nadia dipindah hati-hati ke lantai marmer putih.
Guskov berdiri, tangan masuk saku celana, memperbaiki celananya, yang jadi terasa sempit. Memandang gadis itu sedang menarik blouse yang tertekuk di dada dan ingatan Guskov tentang kalimat Ernest kembali memborbardir. "DARI MANA?"
"Memang darimana? Sudah jelas kuliah, kan?" Jantung Nadia makin berdebar dan berusaha tenang.
"Jelaskan, kenapa kau bisa di kamar Ernes?"
"Apa? Kamar? ... " Nadia memutar bola mata, tidak tahu pamannya tau darimana. “Mengerjakan tugas.’
"Kenapa harus di kamar pria?" Sentak Guskov dengan nafas terengah dan bibir terkatub. Guskov mengepalkan tangan karena wanita itu melengos. "NADIA."
"Tolong jangan seperti ini.” Nadia begitu kesal pamannya tak bisa menjaga jarak, tangannya yang memegang kenop pintu gemetar di bawah sentuhan Guskov lalu pria itu membalik bahunya membuat Nadia bergidik
"Nadia, bisakah kau bersikap wajar?" Guskov mengangkat dagu Nadia, detik berikutnya dadanya di dorong keras oleh tangan Nadia hingga bahunya yang loyo terdorong ke belakang.
“Bukannya, kamu yang tidak wajar. Aku sudah menjauhimu, lalu kamu seperti ini. Membuatku bingung. Jelas, Paman disini yang harusnya bersikap wajar." Rahangnya bergetar menahan dada yang terasa tertekan seperti mau meledak
"Lihat aku, Nadia.” Mengarahkan wajah Nadia untuk menghadapnya. “Aku menyayangimu, kau tahu itu, kan. Jauhi Ernest,” kata Guskov dengan nada rendah penuh penekan. “Tidak baik anak perempuan dekat-dekat pria."
Nadia memutar kenop di belakang. “Paman kan juga pria, jadi jauhi aku.”
Klek.
“Aku belum selesai," titah Guskov mengantisipasi gerakan Nadia yang akan kabur, matanya melotot ketika Nadia mendorong pintu dibelakang."Aku benar mencintaimu, Nad, walau ini terdengar aneh, jangan lagi ya membuatku cemburu.”
Nadia geleng-geleng, bersumpah akan pindah besok. Pintu telah terbuka di belakangnya dan pria itu terus maju.
"Kamu harusnya menjadi perempuan yang baik. Wanita yang bisa menjaga diri.” Nafas Guskov pendek tertahan lalu suaranya mulai meninggi, “Katakan. Katakan apa yang kau lakukan sebenarnya dengan Ernest!? SAMPAI SEJAUH MANA.” Menggertakan gigi sambil memukul pintu kamar yang sempat di pegang tangan Nadia, pintu itu terjeblak membentur dinding menimbulkan suara kengerian bagi Nadia.
“Memangnya apa yang kulakukan, PAMAN?” Nadia mengernyit tidak paham.
Lagi-lagi dan kata-kata yang membuat Guskov sakit hati atas penegasan sebutan.
"Apa pun yang kulakukan itu adalah hakku, ya kan, PAMAN?"
“Apa tidak bisa hanya padaku jika ‘kau mau’ ?” Bibir Guskov berkedut dan badanya bergetar karena marah. Dua orang itu berdiri di tengah pintu, orang yang melihatnya pasti mengira pasangan kekasih.
"Agg..ggg!" Nadia mendesis karena perkataan tak etis itu. "Jahat sekali ka...u. Paman seperti apa kamu!?" Nadia memukul dada Guskov tak terkendali. Dia cegukan, matanya buram oleh air mata, dadanya sudah mendidih akan hinaan yang menyakitkan dan merendahkan. Tangannya dalam cengkeraman pria itu di dada Guskov. Nadia mundur ke belakang saat pria itu terus maju dengan menyeramkan. Nadia tak bisa mengelap ingusnya dan pria itu mensejajarkan tinggi, mengeratkan cengkeramannya hingga Nadia meringis kesakitan.
"Tidakkah aku cukup untukmu hingga kau masih mencari lelaki lain dan seperti cacing kepanasan?" Guskov tak tahu akan apa yang keluar dari mulutnya, semakin dia menahan, semakin kata-kata kejam keluar dari mulutnya. "Apa kau melakukannya dengan Ernest hingga dia kelelahan dan kau memasak untuknya? Ha!?"
Bibir Guskov membentuk garis lurus menempel ke hidung yang sudah berkerut dengan mata berkaca-kaca, "Kamu play girl, Nad."
"Sudah? Sudah puas dengan kata-katamu itu, Guskov?” Bibir Nadia bergetar, menghentak dada bidang itu hingga dua tangannya berhasil terlepas dari Guskov. Dadanya terangkat penuh dan menurun penuh, sesak dirasa, seorang mantan pacar, atau seorang paman, amat tega mengatakan kata pedas. Nadia menangis tanpa bersuara, menutup mata dengan punggung tangan dan geleng-geleng.
"Harusnya-" Katanya terpotong sambil berpikir jernih tetapi sulit. "Seharusnya kamu tidak boleh masuk kamar pria,” mencengkeram bahu Nadia, “katakan apa yang kamu lakukan, katakan, Nad!?” Guskov tak percaya dengan apa yang dilakukan Nadia padanya. Hatinya terbakar karena dia sendiri tidak pernah berduaan di kos dengan Nadia saking menghormati wanita itu. “Karena aku adalah Pamanmu! Aku mengingatkanmu.”
“Ya, Anda hanya Paman saya, bukan ayah atau ibu saya. Dan aku bukan play girl, dan jangan urusi kehidupanku lagi, PAMAN.”
Guskov mengembus nafas putus asa, dan saat menoleh ke kiri sesaat-dia menangkap ada yang salah. Guskov kembali menoleh dengan tajam, “Milan!?" Keringat dingin Guskov menyelimuti punggung dan dia melepas tangan dari bahu Nadia, yangmana Nadia sudah pucat pasi mendengar nama bibinya lalu ikut menoleh.
Milan mencoba mencerna situasi pada keponakannya yangmana -mata dan wajah- keponakannya sudah merah dan pipi basah. Beralih melirik suaminya yang juga merah padam yangmana mata itu terbelalak. Darah di dada Milan seketika mendidih. “Apa yang kau lakukan, mas!?” suaranya bergetar.
.
Milan menghampiri suami yang mengabaikan pertanyaanya, dan menatap langkah kepergian Guskov yang terlihat begitu marah. Milan menyusul keponakannya yang barusan masuk ke dalam dengan terus mengelap pipi. “Nadia, sayang, apa paman memarahimu? Kau mau apa??” mendapati Nadia memasukan pakaian ke tas dan membereskan barang-barang. Milan yang baru pulang bingung mendapati pertengkeran mereka tanpa bisa mendengar dari kejauhan. “Sayang maafkan paman, ya.”
Nadia menggelng ketakutan, dia tak tahu bibinya tahu atau tidak, tetapi dia mencari aman dan mengakhiri ini semua. Dia menatap kepergian Milan yang putus asa detelah terus membujuknya.
Di kamar Milan terlibat pertengkaran dengan suaminya. Guskov yang awalnya diam saja dan tak tahu apa saja yang di dengar istrinya, tetapi lalu dia yakin jika istrinya tak mendengarkan percakaan dia dengan Nadia. Pada akhir perdebatan, Guskov menghela putus asa. “Bukankah aku memintamu untuk kita memiliki anak sendiri? Biarkan dia pergi dan kita memilki anak, membuang kesepian rumah ini!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments