Dalam hati ingin menjadikan obyek membalas dendam, mungkin hanyalah angan. Tapi kalau ada niatan untuk itu, maka harus ada pengorbanan. Menyia-nyiakan masa muda untuk mencapai tujuan jelas. Luka dan sakit hati ini harus terbalaskan.
Mari kita mulai permainannya dengan mengadu domba. Eh, apa yang harus diadu? Domba? Tidaklah. Mau domba dari mana coba? Namun rencanaku tidak ada kaitannya dengan domba. Tidak ada juga dengan mengadu domba dan sejenisnya. Hanya saja perbuatan lancangku telah tersebar di seluruh penjuru tubuhku. Sehingga semuanya telah bersinkronisasi membentuk sebuah aliansi. Yah, aku sedang mengumpulkan aliansi dari seluruh tubuh ini. Bukan dengan cara kultivasi novel China. Tapi seperti mempelajari bagaimana sifat-sifat dari masing-masing.
Sudah cukup pembahasan panjang dan lebar tidak ada arti itu. Mulai sekarang, aku akan mendistribusikan seluruh kemampuanku untuk membalas sakit hati ini. Maka tak perlu lama-lama, kali ini aku sudah berada di tempat yang indah.
"Tebak. Aku sudah ada di mana sekarang?" tanyaku sambil memegang handphone. Namun sebelum dijawab, aku menjawab sendiri. "Yap, benar. Aku sekarang ada di depan rumahmu. Ayo kita keluar jalan-jalan."
Tentu saja seorang yang ingin ku ajak jalan-jalan adalah wanita yang ingin aku jadikan media balas dendam. Seorang wanita berusia tiga puluh delapan tahun itu harus bisa aku dapatkan. Kalau aku tidak bisa melakukannya, jangan panggil aku Devan.
Dalam cerita novel yang judulnya, 'Penghianatan Cinta' sosok Devan Juliardi adalah seorang antagonis yang ingin menghancurkan wanita single parent alias janda. Kata orang-orang, menikahi janda adalah sebuah amalan yang bisa membuat kita masuk surga. Tetapi bagaimana jika kita menikahi janda dengan tujuan lain? Yah, benar sekali saudara-saudara. Tujuan lain, tak lain dan tak bukan adalah balas dendam.
"Hihihi ... kamu ada-ada saja, Dek. Aku sendirian, nih. Clarissa sudah pergi sama pacarnya. Kamu mau nemenin kakak ke supermarket, kan? Soalnya mau belanja bulanan."
Ibu-ibu memang biasa belanja bulanan. Seperti mamaku yang sering kali mengajakku ke pasar untuk membeli bahan makanan. Walau kami bukan golongan menengah ke bawah, kami diajarkan hemat sejak kecil. Mendiang ayahku yang telah mengajarkan kami, ibu dan anak untuk hidup hemat. Tapi kami tetap bisa membantu sesama dengan sedekah. Meski hanya sebuah senyuman, itu termasuk sedekah.
Aku masuk saja ke rumah yang besar itu. Sambil menunggu hadirnya wanita yang akan kuajak pergi ke supermarket, aku hanya bersiul-siul kecil. Aku bisa bersiul menirukan burung dan juga bisa menirukan nada lagu. Jika aku bersiul menirukan nada lagu, pasti semua bakalan tahu. Meski aku juga tidak tahu tangga nada dan semacamnya. Hanya saja nada siulan dan lagu menurut pendapat dari pada pemuda tampan dan berani, tentu membuat perempuan terpesona.
"Hey, kamu sudah datang, Dek? Wei, jangan bersiul di dalam rumah. Pamali tahu, bersiul di rumah. Kalau mau bersiul, di hutan saja, sana!" usir kak Kirana.
Kirana Raqilla adalah nama dari kak Kirana. Yah, aku memanggilnya dengan sebutan kakak. Meski dia adalah ibu dari pacarku yang sedang selingkuh. Jika pacarku selingkuh, untuk apa aku setia. Iya, 'kan? Tentu saja kesetiaan itu mahal adanya. Maka aku harus membuat harga yang seimbang. Kalau tidak, aku mahalin saja.
"Eh, Kakak cantik sudah dandan? Wah, harum banget ternyata, yah. Bagaimana, Tuan Putri? Maukah kau dijemput pangeran berkuda besi tampan? Kita akan mendatangi pusat perhatian orang-orang yang melihat kita. Mungkin ini akan menjadi sebuah hal baru untukmu, bukan? Begitu pun sebaliknya. Aku pun sama, hehehehe."
"Pusat perhatian apa maksudmu?" tanya kak Kirana Raqilla. Memang tidak tahu maksudku atau pura-pura, mana kutahu.
"Lah, masa nggak ngerti? Kita kan jalan berdua. Terus kamu cantik, aku tampan. Biar kayak di drama-drama Korea gitu. Orang cantik dan tampan jalan berdua, eh banyak yang liatin kita."
"Duh, kita mau belanja aja, kok. Ngapain kita dilihatin segala? Memangnya aku artis, apa? Hei oppa, saranghae"
"Bukan oppa, lah. Kakak kan yang lebih tua dariku. Maka aku yang harusnya panggil 'Noona' kamu panggilnya Dongsaeng. Ini baru bener, hehehe."
"Betul juga, yah. Dongsaeng Devan. Saranghae ..." ucapnya sambil membentuk love dengan jarinya.
"Nado saranghae, Noona." Aku pun membentuk simbol hati dengan jariku dan ditunjukan padanya. Meski ini hanyalah langkah awal untuk mendekati ibu satu anak ini, tetap saja membuatku deg-degan.
Setelah semua persiapan selesai, akhirnya kami berdua pergi dari rumah besar yang tidak memiliki pembantu mungkin. Karena sejak aku datang ke sini, tidak ada orang lain lagi. Mungkin dia juga yang memasak sendiri.
"Hihihi ... ternyata kamu asik juga, yah. Tidak nyesel kakak bawa kamu ke rumah, deh. Kalau Clarissa tahu kamu asik gini, mungkin dia yang jadi pacar kamu." Kak Kirana menggandeng tanganku dan menyeret keluar dari rumah. Jelas saja karena mau pergi ke tempat berbelanjaan.
"Iya, maka dari itu, nyesel nggak tuh, si Clarissa-nya. Masa cowok seganteng dan sekeren ini tidak mau, sih? Malah maunya sama yang jenggotan dan kumisnya tebel. Udah gitu item, dekil lagi."
"Aduh, jangan gitu, dong. Gitu-gitu aku kakak yang ngelahirin dia, tau. Apalagi taruhannya nyawa hampir melayang. Mama kamu juga, ngelahirin kamu juga taruhannya nyawa. Jadi jangan sekali-kali menyakiti hati perempuan. Apalagi mama kamu."
Jlebb! Ini sih tamparan keras buatku yang punya niat balas dendam. Tapi aku sudah terlanjur kecewa dalam bercinta. Tak bisakah kau mengerti, aku yang tersakiti. Namun aku malah berniat menjadikan kak Kirana sebagai pelampiasan. Meskipun wanita di sebelahku ini sangat baik dan sabar. Tapi tetap saja membuatku tutup mata tutup hati.
"Dongsaeng, mari kita pergi!" ajak kak Kirana senang. Ia membawa tas kecil yang biasa dipakai ibu-ibu sosialita. Memang ibu-ibu sukanya yang seperti itu.
"Noona, aku orang tidak punya. Hanya punya kuda besi adanya. Apakah Noona mau naik kuda besiku?" Maksud kuda besi adalah motor kesayanganku. Tak perlu sebut merek karena bisa dianggap promosi gratis.
Tapi setidaknya kuda besiku bisa terbang. Eh, apa maksudnya bisa terbang? Tentu saja kuda besiku bisa terbang jika dinaikan pesawat terbang atau helikopter. Kayak pernah dengar, 'Helikopter helikopter. Para cover para cover ...' dahlah, males nerusin liriknya.
Saat jam tangan berdetak searah jarum jam, aku tidak melupakan senyuman indah sang peri penawar rindu. Tapi perinya menjadi peri jahat sekarang. Karena dia bukan hanya mendua. Tapi juga mentiga, menempat atau menlima dan seterusnya.
Sepeda motor bukan sembarang sepeda motor. Tapi yang penting bisa dinaiki sambil merasakan ada yang empuk-empuk di belakang. Maksudku yang empuk-empuk itu kasur yang sedang dijemur warga. Kalau kita perlu tidur, ya tidur saja di sana. Mungkin akan mendapat malapetaka. Seperti digoreng hidup-hidup atau menjadi mangsa dingin ibu-ibu kejam yang memegang senjata andalan. Seperti sapu jagat atau alat gebukan kasur. Entah apa namanya aku tidak tahu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Ron Bae
mungkin nulis novel nya lg dalam keadaan mabuk ya..cerita pada gk jelas,tau2 cerita nya udah menikah.
2023-03-21
1
Ron Bae
bnyk ngelantur gk jelas,baca nya gk bisa konsen..jadi malas baca nya
2023-03-20
1
Devil of death
banyak ngelantur.lucu kagak mlah mlas bacanya, mc nya kbnyan kata pikiran yg gk tau jelas.
2023-01-08
1