Pagi-pagi sekali Rindu bersiap-siap untuk pergi ke laboraturium untuk menjalani screening. Namun sebelum ia berangkat ke laboraturium ia mengirim pesan kepada Lena.
Rindu:
[ Lena, hari ini saya tidak masuk kerja karena ada keperluan. Kalau tidak memakan waktu lama saya akan masuk kerja.]
Lena;
[ Oke.]
Rinda;
[ Terima kasih Lena.]
Rindu memasukkan ponselnya ke dalam tas. To tok tok tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Rindu membuka pintu kamarnya. Haikal berdiri di depan pintu.
“Ayo, Teh. Sudah siap belum?” tanya Haikal.
“Sudah, ayo kita berangkat,” jawab Rindu.
Rindu menuju ke dapur menghampiri bibinya yang sedang mencuci piring.
“Bi, Rindu berangkat dulu,” kata Rindu kepada Ibu Emin. Ibu Emin cepat cepat membilas tangannya lalu mengelap tangannya. Rindu mencium tangan Ibu Emin.
“Jangan lupa berdoa dulu sebelum screening. Minta yang terbaik,” kata Ibu Emin.
“Iya, Bi,” ucap Rindu.
Rindu dan Haikal berjalan keluar rumah. Ibu Emin mengantar mereka sampai di depan pintu. Haikal mengeluarkan motornya dari halaman rumah.
“Hati-hati bawa motornya, Kal,” kata Ibu Emin.
“Iya, Bu,” jawab Haikal.
Haikal dan Rindu naik ke atas motor.
“Assalamualaikum,” ucap Haikal dan Rindu.
“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Emin.
Motor Haikal pun melaju meninggalkan rumah.
***
Haikal menghentikan motornya di depan laboraturium yang terkenal di kota Bandung. Rindu turun dari motor Haikal lalu membuka helmnya.
“Terima kasih, Kal,” ucap Rindu sambil memberikan helm kepada Haikal.
“Sama-sama, Teh,” jawab Haikal.
“Haikal berangkat, The,” pamit Haikal.
“Hati-hati di jalan,” kata Rindu.
“Assalamualaikum,” ucap Haikal.
“Waalaikumsalam,” jawab Rindu.
Lalu Haikalpun melaju motornya meninggalkan Rindu. Rindu berjalan menuju ke laboraturium. Tiba-tiba sebuah sedan mewah masuk ke tempat parkir laboraturium. Tidit suara klakson mobil itu. Rindu menoleh ke arah mobil tersebut. Kaca jendela belakang mobil itu terbuka. Zahra menampakkan wajahnya.
“Rindu,” panggil Zahra.
“Eh, Bu Zahra,” kata Rindu.
Zahra turun dari mobil lalu menghampiri Rindu.
“Sudah dari tadi?” tanya Zahra.
“Baru datang, Bu,” jawab Zahra.
Zahra dan Rindu berjalan masuk ke dalam laboraturium. Mereka langsung menuju meja petugas kasir yang kosong.
“Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?” tanya petugas kasir.
Zahra memberikan selembar kertas yang diberikan oleh dokter kandungan.
“Pegawai saya harus menjalankan test ini,” kata Zahra kepada petugas kasir. Petugas kasir membaca kertas yang diberikan oleh Zahra.
“Baiklah, Bu,” petugas kasir mulai melakukan pendaftaran tes apa saja yang harus dilakukan oleh Rindu.
Sebelum melakukan tes, Zahra harus membayar semua biaya tes.
“Semuanya sekitar XXXXXXX rupiah,” kata petugas laboraturium.
Rindu kaget mendengar nominalnya yang sangat mahal. Zahra langsung membayar dengan menggunakan kartu kepada petugas kasir.
“Silahkan duduk dulu. Nanti petugas kami akan memanggil,” kata petugas kasir.
Zahra dan Rindu menunggu untuk dipanggil. Tanpa harus menunggu lama salah seorang petugas laboraturium keluar.
“Atas nama Rindu,” panggil petugas laboraturium.
“Ya,” jawab Rindu. Rindu langsung berdiri dan menghampiri petugas laboraturium.
“Ikut saya,” kata petugas laboraturium.
Rindu mengikuti petugas laboraturium masuk ke dalam. Rindu melakukan serangkaian test yang diminta oleh dokter kandungan. Setengah jam kemudian Rindu keluar dari dalam ruangan.
“Sudah?” tanya Zahra kepada Rindu.
“Sudah, Bu,” jawab Rindu.
“Ayo kita pergi dari sini,” kata Zahra.
Zahra mengajak Rindu menuju ke mobilnya. Ia mengantar Rindu sampai ke butik. Rindu dan Zahra masuk ke dalam butik.
“Selamat pagi,” ucap Zahra.
“Pagi, Bu,” jawab semua pegawai butik.
Zahra langsung menuju ruangannya. Rindu menuju ke meja kerjanya.
“Kok bisa bareng sama Ibu Zahra?” tanya Lena.
“Tadi ketemu di jalan sewaktu mau berangkat ke butik,” jawab Rindu.
Tanpa banyak bicara Rindu langsung mengerjakan pekerjaannya.
***
Keesokan harinya hasil screening Rindu sudah keluar. Zahra membawa hasilnya ke dokter kandungan. Hasilnya menunjukkan kalau Rindu dalam keadaan sehat dan tidak sedang terinfeksi suatu penyakit. Zahra mulai mempersiapkan keberangkatan mereka menuju Singapura. Karena proses bayi tabung akan dilakukan di Singapura.
Beberapa hari sebelum keberangkatan ke Singapura, Nizam dan Rindu melakukan akad nikah. Acara akad nikah ini hanya di hadiri oleh beberapa orang saja. Dari pihak Rindu Pak Adjat mengundang Pak RT, tetangga depan rumah, tetangga sebelah rumah serta perwakilan dari keluarga. Sedangkan dari keluarga Nizam hanya dihadiri oleh orang tua Nizam. Zahra dan orang tua Zahra juga hadir di acara akad nikah, sesuai dengan permintaan Pak Adjat.
Semua orang sudah menunggu di ruang tamu Pak Adjat. Nizam duduk berhadapan dengan Pak Adjat. Ia menggunakan jas hitam, celana hitam serta kemeja putih. Kepalanya ditutup dengan kopeyah hitam. Ia terlihat sangat tampan dan berwibawa.
Kerika akad nikah akan dimulai, Rindu keluar dari kamarnya ditemani oleh bibinya. Rindu menggunakan gamis putih dan kerudung putih. Wajahnya dirias oleh perias pengantin namun dibuat senatural mungkin. Rindu terlihat cantik sekali.
Nizam tidak melirik ke arah Rindu sama sekali. Pandangannya ke depan memandang istrinya yang duduk bersama orang tua mereka. Rindu duduk di sebelah Nizam. Akad nikahpun dimulai. Nizam menjabat tangan Pak Adjat. Dengan satu tarikan Rindu sah menjadi istri Nizam. Rindu dan Nizam menanda tangani akta nikah.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang menangis. Semua orang menoleh ke arah suara. Ternyata ibunya Zahra yang menangis. Ia menangis karena sedih melihat menantunya menikah lagi di depan putrinya. Zahra memeluk ibunya.
“Malang sekali nasibmu, Zahra,” kata ibu Indah sambil menangis.
“Sudahlah, Mah. Ini memang keinginan Zahra,” bisik Zahra.
“Tapi bukan begini caranya, Zahra. Masih bisa dengan cara lain,” kata ibu Indah.
Zahra menghela nafas.
“Mah, tolong mengertilah dengan keadaan Zahra,” kata Zahra.
“Mamah tau Zahra. Tapi bukan dengan cara seperti ini. Mamah sudah melarangmu, tapi kamu yang keras kepala,” kata Ibu Indah.
Nizam langsung berdiri dan menghampiri Ibu Indah dan Zahra. Nizam bersimpuh di depan Ibu Indah.
“Mah, Nizam berjanji setelah cucu Mamah lahir Nizam akan segara menceraikan perempuan itu,” kata Nizam.
“Benarkah?” tanya Ibu Indah.
“Iya, Mah,” jawab Nizam.
“Zahra, kita pulang sekarang!” kata Nizam kepada Zahra.
“Sebentar, Zahra pamit dulu pada Rindu dan keluarganya,” kata Zahra.
Zahra berdiri dan hendak menghampiri Rindu. Namun Ibu Indah menahannya.
“Tidak usah pamit kepada mereka,” kata Ibu Indah.
“Mah, Kita tidak boleh bersikap begitu! Kita harus bersikap baik kepada mereka. Mereka tidak salah apa-apa,” kata Zahra.
Akhirnya Ibu Indah melepaskan tangan Zahra. Zahra menghampiri Pak Adjat.
“Pak Adjat, saya pamit pulang. Ibu saya sedang tidak enak badan,” kata Zahra.
“Iya, Bu Zahra. Saya mengerti,” jawab Pak Adjat.
Lalu Zahra menghampiri Rindu.
‘Rindu, saya pamit pulang. Ibu saya sedang tidak enak badan,” kata Zahra kepada Rindu.
“Iya, Bu Zahra,” jawab Rindu.
“Kamu siap-siap, tiga hari lagi kita berangkat ke Singapura,” kata Zahra.
“Baik, Bu,” jawab Rindu.
Zahra juga berpamitan kepada Ibu Emin dan adik-adik Rindu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Yani
Rindu ksmu harus kuat menghadapi segala kemungkinan
2023-08-21
1
Riana
deg deh an berhasil g proses bayi tabungnya
2022-12-09
1
Melisaa
kalau jdi posisinya rindu pasti sulit banget 😫 yg sabar rindu
2022-12-02
3