“Syaratnya apa?” tanya Zahra.
“Syaratnya mereka harus menikah resmi di KUA dan disaksikan oleh kedua orang tuamu dan orang tua suamimu,” jawab Pak Adjat.
Mendengar syarat yang diajukan oleh Pak Adjat semua orang yang berada di ruangan itu. Kecuali Ibu Emin, karena dialah menyuruh Pak Adjat mengajukan syarat tersebut.
“Paman!” seru Rindu.
Rindu tidak habis pikir mengapa pamannya mengajukan syarat tersebut. Ia jadi merasa tidak enak kepada Zahra, seolah ia memanfaatkan situasi ini. Bagi Rindu nikah siri sudah cukup sebelum dimulai proses bayi tabung.
“Tidak, saya tidak setuju!” seru Nizam dengan marah.
“Saya tidak akan mengijinkan keponakan saya untuk menjadi ibu pengganti benih kalian, jika kalian tidak menyetujui syarat yang saya berikan!” kata Pak Adjat dengan tajam.
“Paman, Rindu mohon Paman jangan bersikap begitu kepada Ibu Zahra,” kata Rindu kepada Pak Adjat.
“Rindu, Paman melakukan ini semua demi kamu,” kata Pak Adjat kepada Rindu.
“Kamu tau seperti apa itu ibu pengganti? Rahimmu akan dimasukkan benih mereka dan kamu akan mengandung bayi mereka lalu kamu akan melahirkan anak mereka. Kamu akan seperti orang yang sudah menikah, tapi statusmu hanya seorang istri siri yang menikah di bawah tangan. Tidak ada bukti hitam di atas putih kalau kamu adalah mantan istri suami ibu Zahra. Lalu apakah akan ada laki-laki yang akan mau menerimamu? Belum tentu ada laki-laki menerimamu Rindu. Laki-laki itu egois, mereka tidak akan percaya dengan ceritamu. Mereka akan menganggapmu sebagai perempuan nakal yang hamil di luar nikah. Tidak akan ada laki-laki yang mau menerimamu, Rindu. Bagi mereka kamu sudah cacat,” kata Pak Adjat yang berusaha memberikan pengertian kepada Rindu.
Semua orang di ruangan diam dan mendengarkan perkataan Pak Adjat.
“Tapi kalau jika statusmu sebagai mantan istri dari Pak Nizam dan ada bukti hitam di atas putih, laki-laki manapun juga akan menerimamu. Karena statusmu sebagai janda. Untuk mendapatkan surat-surat itu semua kamu harus menikah resmi dengan Pak Nizam, agar nantinya kamu memiliki surat cerai yang membuktikan kalau kamu adalah seorang janda. Agar semua orang tidak memandangmu sebagai perempuan nakal,” lanjut Pak Adjat.
Rindu diam mendengarkan perkataan pamannya. Perkataan pamannya benar, Rindu tidak sampai berpikir sejauh itu. Bagi Rindu asalkan ia bisa mendapatkan uang maka semua masalah sudah selesai.
“Sekarang apakah Bapak dan Ibu bisa mengerti mengapa saya menginginkan agar Rindu menikah secara resmi? Karana saya ingin keponakan saya ada kepastian secara hukum. Agar suatu saat nanti keponakan saya tidak dirugikan,” kata Pak Adjat kepada Zahra dan Nizam.
“Baiklah, Pak. Akan saya penuhi permintaan Bapak,” jawab Zahra.
“Zahra! Abang tidak setuju!” seru Nizam dengan marah.
“Bang, ini demi anak kita,” kata Zahra sambil memegang tangan Nizam.
“Saya masih ada syarat lagi,” kata Pak Adjat kepada Zahra dan Nizam.
“Apalagi, nih? Banyak sekali persyaratannya,” kata Nizam dengan kesal.
Mendengar perkataan Nizam, Pak Adjat menjadi marah. Ia mengajukan syarat agar bisa membantu Zahra tanpa merugikan Rindu.
“Kalau begitu silahkan Bapak dan Ibu cari ibu pengganti yang lain. Jangan meminta Rindu untuk menjadi ibu pengganti benih kalian!” ujar Pak Adjat.
“Kalau Bapak menolak permintaan kami, Bapak akan kehilangan rumah ini. Orang miskin banyak tingkah,” kata Nizam
“Abang! Jangan bicara seperti itu!” bisik Zahra.
“Memang benarkan? Rindu menerima tawaranmu hanya untuk menebus surat-surat rumah ini di bank,” kata Nizam.
“Pak Nizam, saya memang orang miskin. Tapi saya tidak akan membiarkan Rindu dirusak dan ditipu olah orang-orang seperti kalian. Kalian hanya memanfaatkan Rindu demi keuntungan kalian!” kata Pak Adjat sambil menahan amarah.
“Pak Adjat, tolong maafkan suami saya. Dia kalau sedang cape memang sering begitu,” ucap Zahra kepada Pak Adjat.
“Sudahlah Zahra, kita pergi saja dari sini. Mereka hanya mau memeras kita,” kata Nizam kepada Zahra.
“Siapa yang akan memeras anda, Pak Nizam? Bukankah istri anda yang meminta-minta kepada Rindu? Bukan Rindu yang datang dan meminta-minta kepada anda dan istri anda,” tanya Pak Adjat dengan tegas.
“Pak Adjat tolong maafkan suami saya. Mari kita bicarakan lagi kesepakatan kita,” kata Zahra kepada Pak Adjat dengan memohon.
“Untuk apa? Bukankah suami anda tidak setuju dengan syarat yang saya ajukan?” tanya Pak Adjat.
“Saya yang akan memenuhi syarat yang Pak Adjat minta, asalkan Rindu diperbolehkan menjadi ibu pengganti untuk benih kami,” jawab Zahra.
Nizam menghela nafas mendengarkan perkataan Zahra, ia sangat kecewa dengan keputusan istri yang nantinya akan memberatkan mereka.
“Apa syarat selanjutnya?” tanya Zahra.
“Jika nanti proses bayi tabung gagal, kalian tidak boleh menyalahkan Rindu! Dan kalian harus membayar Rindu sesuai dengan perjanjian!” kata Pak Adjat.
“Bagaimana, sih? Kalau gagal masih minta bayaran,” kata Nizam dengan kesal.
“Pak Nizam, saya tegaskan sekali lagi. Jika anda tidak setuju dengan syarat yang saya berikan, anda silahkan mencari orang yang mau mengandung benih anda dan benih istri anda!” kata Pak Adjat dengan tegas.
“Baiklah, akan saya penuhi apa yang Pak Adjat minta,” kata Zahra.
“Zahra! Apa kau sudah gila memenuhi semua persyaratan orang itu,” kata Nizam kepada Zahra.
Zahra memegang tangan Nizam lalu menatap Nizam.
“Bang. Semua ini Zahra lakukan demi anak kita, Bang,” jawab Zahra.
“Sekarang mungkin terasa berat untuk kita, tapi nanti kita akan melihat bayi kita anak kita,” kata Zahra kepada Nizam.
Nizam menghela nafas mendengarkan perkataan Zahra yang begitu ingin sekali memiliki anak dari benih mereka sendiri. Kalau saja paman Rindu hanya meminta uang, Nizam masih bisa memenuhi permintaan Pak Adjat. Tapi kalau meminta harus menikah secara hukum, jelas-jelasan Nizam tidak menerima. Jika ia menikah dengan sah secara hukum atau agama, ia sudah menyakiti hati Zahra. Wanita mana yang mau berbagi suami dengan perempuan lain? Ia sangat mencintai Zahra. Walaupun dokter mengatakan tentang kondisi kesehatan Zahra yang tidak diperbolehkan untuk hamil, ia tetap mencintai Zahra tanpa ada keinginan untuk menceraikan Zahra atau menduakan Zahra.
“Baiklah Pak Adjat, saya akan penuhi semua permintaan Pak Adjat,” kata Zahra.
“Kapan mereka akan menikah?” tanya Pak Adjat kepada Zahra.
“Secepatnya, Pak. Setelah hasil screening keluar,” jawab Zhra.
“Rindu, besok kamu discreening! Kamu tidak usah masuk kantor! Besok saya kirimkan alamat rumah sakit yang harus kamu kunjungi,” kata Zahra.
“Baik, Bu,” jawab Zahra.
“Kalau begitu saya pamit pulang,” kata Zahra kepada Pak Adjat dan Ibu Emin.
“Iya,” jawab Pak Adjat dan Ibu Emin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Yani
Setuju dengan syarat Pak Ajat suka dengan sikafnya
2023-08-21
1
Sulaiman Efendy
NIKAH SIRI, DIMANA2, SI WANITA TDK ADA KKUATAN HUKUM, BAIK UNTUK DIRINYA, ATAUPN ANAKNYA,, IBARATKN WANITA YG HAMIL DILUAR NIKAH...
2023-04-18
1
Sulaiman Efendy
PAK AJAT YG CERDAS UNTUK LINDUNGI STTUS DN MASA DEPAN RINDU... KLO PAK AJAT TDK TEGAS, RINDU YG SANGAT2 DIRUGIKAN...
2023-04-18
1