2. Zahra

“Oke, kita lakukan program bayi tabung. Tapi kalau program bayi tabungnya gagal, Abang minta kamu jangan mencoba untuk melakukannya lagi. Lebih baik kita angkat anak saja,” kata Nizam.

Zahra langsung memeluk Nizam.

“Terima kasih, Bang. Zahra janji tidak akan mengulanginya lagi kalau program bayi tabung sampai gagal,” kata Zahra.

Kemudian Nizam mengecup bi0bir Zahra.

“I love you, Zahra,” ucap Nizam.

“I love you to Abang,” jawab Zahra.

Lalu kedua suami istri itu saling mengecup bi0bir satu sama yang lain. Tangan Nizam menyentuh tubuh istrinya. Rindu yang menyaksikannya langsung menutup mata dengan kedua telapak tangannya. Setelah lama saling mengecup akhirnya Zahra baru ingat kalau ada Rindu di ruangan itu. Zahrapun melepas kecupannya.

“Bang, ada Rindu,” bisik Zahra.

“Biarkan saja. Siapa suruh dia masih di situ, bukannya keluar dari ruangan,” jawab Nizam dengan cuek.

“Sudah ah, Bang. Kasihan dia menunggu kita,” kata Zahra.

Akhirnya Nizam melepas pelukannya. Zahra membetulkan kerudung dan bajunya yang berantakan. Setelah rapih, barulah Zahra memanggil Rindu.

“Rindu,” panggil Zahra.

“Iiiya, Bu,” jawab Rindu dengan tangan yang masih menutupi wajahnya.

“Sssaaaya tidak lihat apa-apa kok, Bu,” kata Rindu dengan terbata-bata.

“Lepaskan tanganmu, Rindu!” seru Zahra.

Rindu melepaskan tangannya, namun matanya masih merem.

“Buka matamu, Rindu!” seru Zahra.

Rindu membuka matanya.

“Kamu sudah minta ijin kepada pamanmu?” tanya Zahra.

“Sudah, Bu. Tapi paman saya melarang saya,” jawab Rindu.

Zahra kecewa mendengar jawaban Rindu.

“Berarti rencana saya gagal, dong. Saya tidak mau mencari orang lain, saya maunya kamu yang yang menjadi Ibu pengganti. Cuma kamu yang saya percaya,” kata Zahra dengan kecewa.

“Apa saya saja yang berbicara ke pamanmu langsung?” tanya Zahra.

“Bagaimana kalau pakai akad nikahnya pakai wali hakim saja?” tanya Rindu.

“Saya tidak mau pakai wali hakim. Saya ingin kamu mendapat restu dari pamanmu, agar rencana ini berjalan lancar,” jawab Zahra.

“Kapan pamanmu ada di rumah?” tanya Zahra.

“Paman pulang sore. Setelah sholat magrib paman di masjid sampai isya,” jawab Rindu.

“Jadi dia di masjid sampai isya?” tanya Zahra.

“Iya, Bu,” jawab Rindu.

“Oke, besok malam saya ke rumah kamu,” kata Zahra.

“Baik, Bu,” jawab Rindu.

***

Rindu sedang membantu bibinya menyiapkan makan malam, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu pintu.

Tok tok tok.

“Nisa, tolong bukakan pintu. Barangkali Ayah sudah pulang dari mesjid,” kata Ibu Emin kepada putrinya yang sedang asyik menonton televisi.

“Iya, Bu,” jawab Nisa.

Nisa beranjak menuju ke ruang tamu lalu membuka pintu rumah. Ternyata Zahra yang mengetuk pintu. Zahra datang bersama dengan Nizam.

“Assalamualaikum,” ucap Zahra.

“Waalaikumsalam. Mau ketemu siapa?” tanya Nisa.

“Pak Adjat ada?” tanya Zahra.

“Ayah belum pulang dari masjid,” jawab Nisa.

“Biasanya pulang jam berapa?” tanya Zahra.

“Sebentar lagi,” jawab Nisa.

“Kakak siapa, ya?” tanya Nisa.

“Saya Zahra. Saya atasannya Rindu,” jawab Zahra.

Tiba-tiba terdengar suara bapak-bapak yang sedang berbicara di depan rumah. Ternyata Pak Adjat dan Haikal baru pulang dari masjid bersama dengan bapak-bapak lainnya.

“Itu ayah pulang,” kata Nisa.

Pak Adjat berjalan memasuki rumah bersama Haikal.

“Assalamualaikum,” ucap Pak Adjat.

“Waalaikumsalam,” jawab semua orang.

“Eh, rupanya ada tamu. Mau ketemu siapa, ya?” tanya Pak Adjat kepada Zahra dan Nizam.

“Saya mau bertemu dengan Pak Adjat,” jawab Zahra.

“Saya Pak Adjat. Maaf, ibu dan Bapak ini siapa, ya?” tanya Pak Adjat.

“Saya Zahra dan ini suami saya Nizam. Saya ada perlu dengan Bapak,” jawab Zahra

“Silahkan masuk,” kata Pak Adjat.

Zahra dan Nizam masuk ke dalam rumah Pak Adjat.

“Silahkan duduk,” kata Pak adjat.

Zahra dan Nizam duduk di kursi ruang tamu Pak Adjat yang serba sederhana.

“Apa yang bisa saya bantu?” tanya Pak Adjat.

“Begini, Pak. Kedatangan saya ke sini meminta tolong kepada Bapak agar mengijinkan Rindu menjadi ibu pengganti untuk bayi kami,” kata Zahra.

Mendengar perkataan Zahra wajah Pak Adjat langsung berubah.

“Saya tidak mengijinkan Rindu menjadi ibu pengganti karena dilarang oleh agama! Saya rasa Ibu Zahra juga tau kalau agama kita melarang untuk menjadi ibu pengganti,” kata Pak Adjat.

“Saya tau, Pak. Tapi tolonglah saya, Pak. Saya ini penderita penyakit jantung bawaan. Dokter melarang saya untuk hamil karena berbahaya untuk saya dan untuk janin. Kalau saya sehat seperti Rindu dan putri Bapak yang lainnya, saya tidak akan meminta tolong seperti ini,” kata Zahra dengan memohon.

“Kenapa harus Rindu? Bukankah masih banyak wanita di luar sana yang mau menjadi ibu pengganti. Dan bukankah menjadi ibu pengganti harus yang sudah pernah melahirkan, agar tidak beresiko keguguran?” tanya Pak Adjat.

“Karena kami tidak ingin bayi kami tertular penyakit dari ibu pengganti. Kami lebih memilih yang belum menikah dan masih gadis. Dan saya percaya kepada Rindu, dia tidak akan menghianati saya. Jika orang lain saya takut dia akan membawa kabur bayi kami,” jawab Zahra.

Pak Adjat menghela nafas mendengar perkataan Zahra. Wanita itu begitu teguh pendiriannya meminta Rindu menjadi ibu pengganti bayi mereka. Pak Adjat memperhatikan Zahra. Wanita itu sangat cantik, namun sayang wajah memancarkan jika ia memiliki penyakit. Wajah Zahra tidak sesegar wanita seusianya.

“Demi rasa kemanusiaan tolonglah saya, Pak,” kata Zahra memohon.

Lagi-lagi Pak Adjat menghela nafas mendengar perkataan Zahra. Tiba-tiba Rindu datang sambil membawa dua cangkir teh serta camilan buatan Ibu Emin.

“Silahkan diminum, Bu Pak,” kata Rindu kepada Zahra dan Nizam.

“Terima kasih,” jawab Zahra. Rindu kembali masuk ke dalam rumah.

Nampak Pak Adjat sedang berpikir.

“Sebentar, saya harus berbicara dulu dengan istri saya,” kata Pak Adjat.

“Silahkan, Pak,” jawab Zahra.

Pak Adjat masuk ke dalam rumahnya.

“Rindu,” kata Pak Adjat menghampiri Rindu yang sedang berkumpul di ruang tengah bersama dengan bibi dan adik-adiknya.

“Ya, Paman,” jawab Rindu.

“Tolong temani Ibu Zahra dan Pak Nizam. Paman mau berbicara dulu dengan bibimu,” kata Pak Adjat.

“Baik, Paman,” jawab Rindu.

Rindupun menuju ke ruang tamu untuk menemani Zahra dan Nizam. Sedangkan Pak Adjat mengajak Ibu Emin berbicara di kamar mereka.

Sepuluh menit kemudian Pak Adjat kembali menuju ke ruang tamu. Ibu Emin juga ikut bersama dengan Pak Adjat. Rindu bangun dari tempat duduknya dan hendak masuk ke dalam rumah. Namun Pak Adjat menvcegahnya.

“Rindu, kamu tetap di sini. Ada yang harus kamu dengarkan,” kata Pak Adjat.

“Baik Paman,” jawab Rindu. Rindu duduk kembali.

“Setelah saya bicarakan dengan istri saya, saya memutuskan untuk mengijinkan Rindu menjadi ibu pengganti bayi kalian,” kata Pak Adjat.

“Alhamdullilah,” ucap Zahra dengan senang.

“Tapi dengan syarat,” kata Pak Adjat.

.

.

Terpopuler

Comments

Yani

Yani

Kira" syaratnya apa ya?

2023-08-21

1

Riana

Riana

sembunyi tak sembunyi ttp saja menyakitkan

2022-12-09

1

Melisaa

Melisaa

kasihan nasib rindu yg harus jdi korban buat mereka berdua semoga syarat nya harus nikahi saja lah

2022-12-02

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!