Pagi hari datang. Zoya terbangun dengan keadaan terkejut. Ia masih merasa trauma dengan kepergian Rasya juga Nio sehingga menjadi panik saat ia melihat ranjang di sampingnya kosong. Wanita cantik itu beranjak dan melangkahkan kaki telanjangnya keluar kamar.
Raut panik, khawatir dan resah tampak sekali di wajahnya, membuat Jessica menghampiri.
"Nyonya, ada apa?" tanya Jessica yang keheranan melihat bosnya tampak berantakan.
"Rasya mana? Mas Nio mana?" tanya Zoya dengan wajah panik.
"Mereka ada di ruang makan, Nyonya. Tengah sarapan," jawab Jessica dengan tatapan bingung. Tak biasanya sang nyonya tampak panik berlebihan seperti itu mencari dua lelaki yang sangat ia benci.
Tanpa berkata apa pun lagi Zoya berlari menuju ruang makan. Jantungnya berdebar hebat karena rasa takut kehilangan itu.
"Rasya!" Wanita itu berlari langsung memeluk anaknya dengan protektif. Ia tatap lalu ia peluk lagi dengan panik. Akhirnya ia bernapas lega saat melihat sang anak yang sehat juga ceria kini menepuk pipi sang mama. Air matanya sudah terjatuh sejak semakin terisak melihat manisnya Rasya. "Syukurlah," ujar Zoya menghela napas dengan tenang.
Wanita cantik dengan piyama pendek itu memekik ketika tiba-tiba tubuhnya diangkat. Siapa lagi kalau bukan Nio yang melakukan? Lelaki itu tampak kesal entah mengapa. Setelah itu ia mendudukkan Zoya di kursi.
"Jessica, ambil sandal juga jubah piyama Nyonya," ujar Nio dengan tatapan dingin.
"Baik, Tuan." Jessica pun berlalu menuju kamar Zoya dan mengambil apa yang diperintahkan. Setelah itu ia kembali dan hendak memasangkan sandal pada nyonyanya, tetapi langsung diambil oleh Nio yang membuat Jessica juga Zoya terkejut.
"Kenapa kamu berlari dengan kaki telanjang? Lantainya sangat dingin, Zoya!" omel Nio berjongkok memasangkan sandal pada istrinya.
"Mas, berdiri! Kenapa kamu berjongkok begitu." Zoya meraih kedua bahu suaminya, supaya berdiri.
"Ini juga, pakai pakaian pendek dan tipis. Tadi subuh hujan lebat, cuaca sangat dingin, Zoya." Nio juga memakaikan jubah piyama pada bahu istrinya.
"Jessy, buatkan teh hijau hangat untuk Nyonya," ujar lelaki itu Masih fokust membetulkan jubah sang istri.
"Baik, Tuan."
Setelah urusannya selesai, Nio kembali duduk di kursinya. Salah satu pelayan menyemprotkan sanitizer ke tangan sang tuan, lalu lelaki tampan itu melanjutkan sarapannya.
Zoya sendiri menatap suaminya dengan tatapan tak percaya. Meski dengan mengomel, lelaki itu sangat perhatian. Bukan sekarang saja ia berlaku seperti itu, tapi sejak dulu bahkan sampai di akhir hidupnya Nio selalu lembut walaupun menunjukkan wajah datar. Kini baru wanita cantik itu sadari bahwa perhatian Nio sangatlah manis. Ya, dulu mana mau Zoya memikirkan kebaikan Nio? Hanya bentakan dan makian yang wanita itu berikan.
Tak lama pelayan membawakan sarapan untuk sang nyonya. Seporsi ikan salmon panggang dengan mashed potatoes juga salad sayur. Tak lupa teh hijau hangat.
"Loh, mau ke mana?" tanya Nio ketika melihat istrinya beranjak pergi.
"Cuci muka dan gosok gigi. Tadi aku keluar belum melakukan apa-apa setelah bangun," sahut Zoya melenggang pergi ke kamarnya.
Nio hanya menggeleng lalu melanjutkan sarapannya, sesekali menggoda Rasya yang melempar makanannya ke mana-mana.
"Hey, makan yang benar, Jagoan." Dengan gemas Nio mencubit pipi sang anak.
Zoya kembali dengan terlihat jauh lebih segar dan sudah mengganti pakaian dengan pakaian kasual. Ia duduk dan melahap sarapannya. Baru dua suap, wanita cantik itu menghentikan makannya ketika melihat sang suami yang beranjak dengan membawa Rasya.
"Mau ke mana?" tanya Zoya.
"Mau berangkat ke kantor," jawab Nio.
"Kok Rasya dibawa?"
Nio menautkan alisnya. "Bukankah setiap hari Rasya bersamaku? Kenapa kamu bertanya seperti ini hal yang baru?"
Zoya menepuk dahinya. Ia baru sadar jika memang selama ini Rasya dibawa Nio ke kantor. Lelaki itu tak pernah menggunakan jasa baby sitter untuk anaknya, sehingga memang ia sendiri yang mengurus bahkan membawa bocah itu ke mana-mana. Dulu, jika Rasya di rumah, selalu habis dimaki dan dikasari oleh Zoya, sehingga Nio tak pernah mau menitipkan anak tunggalnya pada siapa pun.
Sekarang Zoya merasa sangat bersalah. Bayi kecil yang harusnya tinggal di rumah bersama sang ibu justru harus selalu ikut dengan papanya, bahkan jika harus berkunjung ke lokasi syuting yang terkadang di pinggir jalan dengan teriknya matahari. Kini, wanita cantik itu ingin memulainya dari awal. Ia akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengurus anak satu-satunya itu.
"Mas, Rasya denganku saja ya di rumah."
Nio menatap penuh selidik pada istrinya. Sungguh, sejak kemarin wanita cantik itu berubah dengan sangat drastis membuat Nio merasa janggal.
"Tidak! Rasya bersamaku. Kamu habiskan sarapanmu," sahut Nio tak ingin dibantah, lalu pergi melangkahkan kaki menuju pintu utama.
Tak ingin tinggal diam, Zoya pun mengejar suaminya.
"Mas, aku mohon, biarkan aku merawat Rasya. Aku janji akan menjaganya semaksimal mungkin. Aku mohon, Mas." Wanita cantik dengan hoodie merah muda itu terus mengejar suaminya yang tak mendengar perkataannya. "Mas!" Zoya menarik lengan Nio hingga lelaki itu berhenti. "Aku ibunya, Mas! Kenapa kamu tidak percaya padaku!" sentaknya emosi.
Nio menatap tak percaya lalu tersenyum sinis. "Ibu? Sejak kapan kamu memanggil dirimu ibu, hhmm?" tanya Nio dengan hawa dingin. "Sejak Rasya lahir, sampai kemarin, dia hanya anakku. Anakku, Zoya." Nio menatap mata istrinya dengan tatapan tajam. "Ya, kamu wanita yang mengandung dan melahirkannya. Tapi setelah melahirkan bukankah kamu berkata bahwa anak ini pembawa sial dan kamu muak setiap melihatnya? Kenapa sekarang kamu marah seakan aku menyakitimu? Katakan, apa yang kamu mau, Zoya! Jangan berlaga seperti kau mencintainya! Apa yang kamu mau? Kartu kredit? Uang untuk lelaki itu? Apa? Katakan."
Mendengarnya, hati Zoya terasa hancur. Apa ia seburuk itu menggunakan anak untuk memeras suaminya? Tak terasa air matanya terjatuh. Ia sadar selama ini teramat jahat pada Nio dan Rasya. Ia hanya memanfaatkan uang suaminya untuk kesenangannya. Bahkan Nio selalu berusaha menjalankan kewajibannya sebagai suami. Namun Zoya, ia hanya terus menyalahkan Nio tanpa pernah memikirkan kewajiban sebagai seorang istri dan Ibu.
Wanita itu berjongkok dengan menangis sesegukkan. Sedangkan Nio hanya membuang napas kasar melihat betapa rapuhnya Zoya saat ini. Ia sungguh salut pada istrinya yang mampu akting sehebat ini, bahkan ia sendiri merasa sedih melihat istrinya yang begitu malang.
Zoya menarik celana Nio berulang kali, membuat lelaki itu kembali menghela napas kasar. Ia serahkan Rasya pada Langit sang asisten yang sejak tadi berada di depan pintu. Setelah itu Langit membawa tuan mudanya ke taman depan.
Setelah Langit pergi, Nio berjongkok dan membuat Zoya menatap suaminya. "A-aku tahu aku adalah wanita yang jahat selama ini," ujarnya sesegukkan. "A-aku tahu aku bukan ibu dan istri yang baik untuk kalian ba-bahkan selalu membuat kalian sedih," katanya lagi. "Ta-tapi, sekarang aku sudah berubah. Aku ingin berubah menjadi lebih baik untuk kalian." Suara tangis Zoya pun pecah.
"Aku mohon, maafkan aku, Mas. Beri aku Kesempatan untuk bersanding dengan kalian. Aku mohon." Zoya menatap suaminya penuh dengan penyesalan. Matanya sungguh menunjukkan bahwa wanita itu merasa sedih, takut, menyesal dan berusaha untuk berubah.
Nio menyentuh kedua bahu istrinya. Ia bawa wanita itu untuk berdiri.
"Ji-jika kamu tak percaya Rasya ditinggalkan di rumah ini, izinkan aku ikut ke kantormu. Aku rela melakukan apa pun agar bisa berdekatan dengan Rasya. Aku mohon," ujar Zoya penuh harap.
"Apa yang terjadi padamu, Zoya? Kenapa kamu berubah begini? Sejak kemarin sikapmu sungguh berbeda, padahal empat hari lalu sebelum kamu pergi dari rumah ini kamu berkata bahwa kamu sangat membenci kami. Lalu sekarang kenapa kamu seperti ini?" tanya Nio melemah serta menatap lekat menatap sang istri.
"Jika aku berkata aku kembali dari masa depan apa kamu percaya?" tanya Zoya. "Aku ingin menebus kesalahan yang aku perbuat di masa depan. Jadi, aku kembali ke masa lalu," katanya lagi.
Nio mundur dan berbalik. Kepalanya terasa pusing melihat tingkah sang istri yang tak masuk akal. Dari masa depan? Oh come on! Siapa yang percaya itu.
"Zoya, aku tahu kamu seorang artis. Tapi, tidak perlu akting di depanku. Sudah, aku tak ingin mendengar omong kosongmu." Nio melangkahkan kakinya keluar hunian mewah itu.
"Jika kamu tak ingin memberiku kesempatan, lebih baik aku mati! Aku tidak mau melihatmu juga Rasya mati di tanganku. Lebih baik aku yang membunuh diriku sendiri untuk melindungi kalian!" teriak Zoya frustasi.
Nio sendiri tak memedulikan perkataan sang istri. Ia memang drama queen yang selalu bertingkah tak masuk akal. Sampai di depan rumah, buru-buru Langit membukakan pintu mobil untuk atasannya. Tak lama mobil itu melaju meninggalkan rumah berlantai dua tersebut.
Zoya masih menangis sesegukkan di tempatnya. Bayangan kematian Rasya juga kecelakaan dirinya dan Nio kembali terus berputar di kepalanya. Zoya menjerit dengan begitu keras membuat semua pelayan terutama Jessica menghampirinya.
"Nyonya, apa yang terjadi?" tanya Jessica terkejut melihat sang nyonya yang menangis tak terkendali.
Zoya menatap kepala pelayan dengan tatapan kosong. Wanita itu menghampiri Jessica dan menyentuh kedua bahunya. "Aku wanita jahat! Iya, kan, aku wanita jahat! Bahkan suamiku tak memberiku kesempatan untuk berubah. Aku sejahat itu, Jessica! Sampai tak pantas mendapatkan kesempatan untuk berubah!" serunya dengan frustasi.
"Nyonya, tenangkan diri Anda," ujar Jessica menyentuh kedua lengan wanita muda itu.
"Aku sangat jahat! Bahkan aku membunuh suami dan anakku. Aku tidak pantas hidup!" kata Zoya lagi dengan menangis sesegukkan.
Zoya mendorong tubuh Jessica hingga wanita itu terjatuh. Zoya menatap gucci pajangan besar, lalu melangkah dengan cepat, mengangkat gucci dengan tinggi satu meter itu dan melemparnya hingga pecah dan semua pelayan memekik kaget.
"Nyonya!" Jessica buru-buru berlari saat tiba-tiba Zoya meraih pecahan gucci dan memotong lehernya sendiri membuat semua orang panik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
C1nt4
knp upnya cuman satu thor
2022-11-25
1