" Shiittt ..." Sabda mengerang kesal karena hampir kesiangan, padahal pagi ini dia harus ikut meeting bulanan.
Gegas lelaki itu segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hanya butuh beberapa menit untuk merapikan tampilannya. Perut Sixpack, dada bidang dan tinggi semampai membuat kemeja yang melekat di badannya seolah mencetak bentuk tubuh sempurna seorang Sabda Megantara.
Dia kembali melirik jam tangan klasiknya yang menunjukkan pukul delapan membuatnya segera membuka gerbang rumahnya.
Sabda melirik rumah yang masih sepi yang bersebelahan dengan rumahnya. Perhatian Sabda tertuju pada sepeda motor matic yang masih terparkir dan lampu teras yang masih menyala. Dia berusaha mengabaikan. Tapi, kecemasannya tentang keadaan Aruna berusaha dia elakkan saat menutup kembali gerbang rumahnya.
"Brmmm.... Brm...... "
"Sial... " rutuk Sabda, kemudian mematikan mesin motornya.
Sekali lagi, dia tak bisa mengelak tentang kekhawatirannya. Lelaki itu berlari menuju rumah yang masih tampak sepi.
"Tok... tok... tok... "
"Selamat pagi... " Lelaki dengan bulu halus di sekitar rahangnya itu mengetuk pintu bercat putih hingga beberapa kali.
"Aruna... " Suara Sabda memanggil nama gadis itu untuk pertama kali.
"Tok... tok... Aruna." panggilnya sekali lagi hingga kemudian dia mencoba melihat keadaan di dalam dari sela sela tirai jendela.
Mata tajam itu membelalak, saat melihat tubuh mungil itu tergeletak di lantai. Dengan begitu panik, Sabda kemudian mendobrak pintu yang masih terkunci.
"Aruna..." Lelaki itu berusaha membangunkan Aruna tapi gagal, tubuh Aruna terasa begitu dingin.
Sabda tidak ingin membuang waktu lagi, lelaki yang melupakan sejenak jadwal meetingnya, itu pun berlari kembali ke rumah, memasukkan kembali motornya dan mengeluarkan mobil sedan yang jarang sekali dia pakai.
"Astaga... " keluh Sabda dengan panik. Pagi- pagi sudah diribetkan dengan tetangga sebelah.
secepatnya dia mengangkat tubuh Aruna dan meletakkan di bangku belakang mobil. Sabda melajkan mobilnya dengan kecepatan tinggi, sesekali dia melihat kondisi Aruna yang masih belum menunjukkan kesadaran.
Mobil sedan BMW itu pun berbelok pada klinik terdekat. Sabda pun segera turun dan membawa Aruna ke UGD. Mereka segera disambut oleh perawat saat melihat Sabda menggendong Aruna dengan panik.
Ponsel milik Sabda sedari tadi bergetar, tapi lelaki itu memilih abai. Setelah, dokter masuk dan memeriksa Aruna, Sabda keluar untuk melihat ponselnya.
Supervisor di kantornya terus menghubungi dan mengirim pesan jika meeting kali ini ditunda besok karena memang dalam pertemuan ini Sabdalah yang harus banyak memberi penjelasan.
Setelah urusannya dengan selesai, Sabda kembali mengikuti pada team medis membawa Aruna di ruang rawat Inap. Menurut keterangan dokter, kondisi Aruna hanya kelelahan dan cara makan yang tidak teratur.
"Kenapa semalam tidak menghubungiku jika kamu sakit?" tanya Sabda dengan tatapan tajam ke arah Aruna yang masih terlihat sayu.
"Aku tidak enak karena sudah terlalu merepotkan, Mas Sabda." jawab Aruna, semalam dia memang ingin memasak mie saat merasakan tubuhnya demam, tapi kepala yang berdenyut dan pandangan berputar membuatnya jatuh dan tidak sadarkan diri.
"Jika sudah seperti ini lebih merepotkan lagi. Pagi ini aku ada meeting penting, tapi harus ketunda lagi." ujar Sabda dengan wajah datar.
Aruna masih terdiam, dia mencoba menahan marah. Sabda seperti memarahinya padahal ini juga bukan kemauannya. Entah kenapa hatinya begitu sensitive kali ini.
"Sebaiknya kamu hubungi keluargamu. Tidak mungkin aku menunggumu, karena masih banyak pekerjaan yang tertunda." lanjut Sabda dengan mengalihkan pandangan saat melihat mata bulat itu terlihat berkaca-kaca.
"Iya. Terima kasih." hanya kalimat singkat itu yang keluar. Dia tidak ingin suaranya terdengar parau.
Sabda pun berlalu, meninggalkan klinik untuk mengejar waktu menuju ke kantor. Akhir bulan membuatnya harus selalu sigap menyiapkan pencapaian target penjualan.
###
Sejak kepergiaan Sabda, Aruna menangis. Selain perkataannya Sabda yang mampu membuatnya baper alias sakit hati, juga karena dia merasa sendiri.
"Tok.. Tok... Tok." Sebuah ketukan menyadarkan dirinya dari lamunan. Dia menunggu siapalagi yang datang karena baru saja dia diperiksa.
"Siang, Mbak. Ini ada titipan dari Pak Sabda." seorang gadis cantik berpenampilan rapi masuk ke dalam. Seingatnya gadis itu adalah sales counter di showroom mobil yang ada di depan butiknya. Iya, Aruna pernah melihatnya datang ke butik untuk menawari mobil baru.
"Ada alpa ya mbak?" tanya Aruna saat melihat gadis dengan name tag Puspita meletakkan paper bag di atas nakas.
"Katanya ponsel dan kunci rumah. Pak sabda juga meminta agar membawakan makan siang untuk Mbak Aruna." jelas Puspita dengan menyerahkan paper bag pada Aruna.
"Terima kasih, Mbak." cicit Aruna.
"Kalau begitu saya pamit, dulu." Setelah berpamitan, Puspita segera meninggalkan Aruna.
"Syukur, deh. Setidaknya aku bisa menghubungi Nina dan Tita." gumam Aruna yang langsung menghubungi temannya itu.
Aruna harus tetap bersyukur. Meskipun terpaksa dan tidak ikhlas, setidaknya Sabda tahu apa yang dia butuhkan.
###
Mendengar kabar dari Tita jika Aruna diopname, Abi pun bergegas pergi ke klinik di mana Aruna di rawat. Seketika lelaki itu merasa cemas. Langkah panjangnya tertuju pada kamar yang udah diberitahukan bagian administrasi. Lelaki tampan berwajah oriental itu terlihat sangat khawatir.
"Assalamu'alaikum... " ucap Abi, saat dia membuka pintu.
"Waalaikumsalam salam... eh Mas Abi." jawab Aruna yang tidak menyangka jika Abimana datang menjenguknya. Gadis yang semula berbaring pun mulai beranjak untuk duduk.
"Bagaimana keadaanmu, Run?" tanya Abi dengan meletakkan sebuah buket bunga cantik di samping Aruna. Wajah pucat Aruna membuatnya benar-benar cemas.
"Sudah membaik, Mas. mungkin karena seharian aku belum makan dan malam aku kehujanan." jawab Aruna, dia tidak mengatakan kalau kakinya terluka.
"Aku membawa makanan kesukaanmu! Apa kamu ingin memakannya sekarang?" tanya Abi saat meletakkan sebuah kotak makan di atas nakas.
"Mas Abi..." Aruna mendesah, dia tidak tahu lagi kalimat yang tepat untuk mengucapkan terima kasih pada lelaki yang selalu memberinya banyak perhatian.
Abimana selalu terlihat tulus, hal itu yang selalu membuat Aruna merasa mengelak atau mengecewakannya. Ah, kenapa tiba-tiba dia membandingkan Abimana dengan lelaki yang terlihat cool itu? Aruna berusaha mengurai pikirannya yang tidak sinkron.
"Jangan seperti itu, kamu akan membuatku lebih gila lagi karena menyukaimu." ujar Abimana yang selalu jatuh hati setiap melihat wajah polos dan rengekan manja Aruna.
Abimana menyodorkan kotak berisikan nasi pada Aruna, " Apa mau aku suapin?" goda Abi sambil tersenyum. Tatapan yang begitu dalam membuat Aruna selalu salah tingkah di depan lelaki dengan bibir kemerahan itu.
"Aku sudah besar, Mas Abi. Aku bisa sendiri." jawab Aruna dengan merebut sendok yang ditahan Abimana.
Canda tawa mereka membuat keduanya lupa jika waktu sudah beranjak malam. Andai saja Aruna mengizinkan, Abimana akan memilih menemaninya malam ini.
"Assalamu'alaikum... " Tita datang membawa paper bag besar. Aruna yakin itu pasti pakaian ganti dan beberapa camilan.
Tita memang sudah berjanji pada Aruna akan menemaninya malam ini. Tentu saja, dia mengatakan saat Aruna menghubunginya siang tadi. Gadis berambut panjang itu memang terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga hanya bisa menemani Aruna seusai pulang kerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
kenapa aruna tidak menerima abimana ya🤔
2023-01-03
0
Lilik En.Er
💞😁
2022-12-16
0
Xiomii 123123
sabda seperti hans du rahasia cinta zoya..hehe
2022-12-01
0