Masih memperhatikan beberapa sketsa yang sudah siap dia bawa ke ruang produksi, Aruna kembali teringat jika ada janji makan siang dengan sahabatnya Tita.
Gadis itu sudah merasa kepayahan karena sejak pagi dia hanya duduk di belakang meja, Aruna pun segera menutup laptop yang baru saja dia gunakan untuk membuat sketsa.
"Uhhh... Semangat Aruna! " Gadis pemilik mata indah itu pun menyemangati diri sendiri disaat rasa lelah melanda. Dia sadar tidak mudah mewujudkan cita- citanya, pencapaiannya saat ini mungkin baru awal hingga dia harus terus berjuang dan bekerja lebih keras lagi.
Setelah Salat Dhuhur dan merapikan kembali tampilannya, Aruna gegas berjalan keluar butik. Lantunan heels yang beradu dengan lantai menggema membuat Nina yang sedang melayani seseorang yang sedang melakukan pembayaran, itu pun menoleh.
"Mbak Runa." panggil Nina.
"Ada langganan kita yang mau bicara." lanjut Nina membuat Aruna berbalik dan berjalan mendekati gadis yang berdiri menatapnya.
Gadis dengan kesan seksi itu merasa heran saat melihat pemilik butik yang masih sangat muda. Baby face, terkadang orang meragukan kedewasaan dari sosok Aruna yang sudah berumur 22 tahun.
"Ini Mbak Aruna, Kak." ucap Nina yang ditanggapi tamunya dengan senyuman. Gadis dengan blus tanpa lengan itu mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
"Kenalkan saya Mariska, panggil saja Riska." ucap Gadis dengan rambut tersanggul rapi. Wanita cantik, seksi dan berkelas. Sekilas, kesan yang bisa ditangkap dari sosok Mariska.
"Aruna. Senang atas kunjungannya di butik kecil kami, Kak." sambut Aruna dengan senyum tak kalah ramah.
"Sebenarnya, saya baru sekali membeli baju di sini, tapi saya sudah merasa cocok. Jadi saya ingin memesan baju untuk acara dua minggu ke depan apa kira- kira bisa?" ujar Mariska membuat Aruna antusias karena mendapat pelanggan baru.
"Tentu saja, Kak. Kalau boleh tahu, untuk acara apa?" tanya Aruna dia sengaja mengulur waktu bertemu Tita demi pelanggan baru.
"Sebenarnya untuk acara kantor, tapi saya ingin memberi kesan kasual." jelas Mariska, gadis itu mencoba mendiskripsikan keinginannya hingga membuat Aruna faham.
"Tapi, berhubung saya buru-buru, bisakah nanti kita saling bicara lewat WhatsApp saja. Atau membuat pertemuan di lain waktu." pinta Mariska. Gadis bertubuh semampai itu pun memberi kartu namanya pada Nina dan mengambil paper bag yang sudah disiapkan di meja kasir.
"Baiklah, nanti saya hubungi. Kebetulan siang ini saya juga ada janji bertemu seseorang." jelas Aruna.
Mereka pun keluar dari butik bersama. Aruna sempat mengantarkan pelanggannya masuk kedalam mobil dan duduk di belakang kemudi.
"Ya Allah, kapan aku bisa beli mobil? Sementara butik kecil itu masih kempang kempis untuk berkembang." gumam Aruna dalam hati bersamaan bibirnya yang tersenyum ramah, saat mobil yang ditumpangi Mariska itu berlahan menghilang dari pandangan.
Setiap kali mengantarkan tamunya ke depan pandangan Aruna tertuju pada bangku yang ada di pinggir pojok, tapi kali ini kosong. Tidak ada siapapun yang berada di sana. Entah kenapa sejak memergoki Sabda sering berada di sana menatapnya, Aruna juga tidak pernah luput untuk melihat tempat itu setiap keluar.
Gila. Lelaki aneh yang memberi radiasi padanya untuk bersikap aneh.
"Run...!" panggil Tita sambil melambaikan tangan. Gadis yang masih mengenakan stelan kantor itu pun sudah duduk diantara jajaran bangku di kafe tersebut.
Dengan senyum mengembang di bibir, gadis bertubuh mungil dan berwajah imut itu pun melangkah dengan gesitnya menghampiri sahabatnya. Tita adalah sahabat Aruna sejak SMU, satu kampus, tapi memilih pekerjaan yang berbeda.
"Duh... Calon pengusaha sukses, mau hang out susah amat." sindir Tita yang sejak tadi melihat Aruna masih sibuk dengan pelanggannya. Mereka kini berpelukan, melepas rindu setelah sekian minggu tidak bertemu.
"Amiiin... Pokoknya diaminkan saja deh, meskipun saat ini masih... entahlah." jawab Aruna, dibanding dengan Tita yang bekerja di perusahaan Asing, penghasilan Tita mungkin lebih besar dari penghasilan bersih Aruna. Mereka pun duduk dan memesan minuman pada pramusaji.
"Tapi tetap saja jadi Bu Bos... " lanjut Tita yang sebenarnya juga bangga melihat Aruna yang sekarang.
"Hmmm...Bos rasa kuli. Aku kudu kerja keras, Ta. Biaya kontrak butik tidaklah murah, belum lagi biaya lainnya juga banyak. Kamu kira ceritanya seperti di novel atau sinetron yang hanya butuh beberapa waktu langsung punya butik ternama." Aruna sudah mulai jengah jika Tita sudah berlebihan. Tapi itu membuat Tita terkekeh.
Di siang yang begitu terik, percakapan mereka terus bergulir hingga pada inti tujuan pertemuan mereka. Tita meminta Aruna menghandle semua baju untuk keluarga besarnya saat acara pertunangannya bulan depan.
"Kenapa sih, kamu pesennya mepet banget! Kamu tau kan aku hanya punya dua penjahit." keluh Aruna setelah menghitung banyaknya anggota keluarga besar Tita.
"Karena aku tahu, kamu pasti bisa menyelesaikan tepat waktu heee... " celetuk Tita menampilkan jejeran gigi putihnya.
Aruna mencebikkan bibirnya, kemudian menyeruput jus alpukat yang sudah dia pesan. Tatapannya mengedar, spontan mencari keberadaan cowok yang biasa duduk di bangku pojok, tapi kosong. Entah kenapa ada yang berbeda saat bangku pojok itu terlihat kosong.
"Run... " panggil Tita.
"Hmmm... " jawab Aruna dengan melirik gadis di depannya. Aruna sudah bisa menebak saat Tita memanggilnya seperti itu. Dia yakin pasti ada hal yang lebih serius yang ingin dibicarakan.
"Kapan kamu bisa membuka hati untuk seseorang?" tanya Tita dengan hati-hati. Aruna masih tak bergeming, dia tidak tahu harus menjawab apa.
"Aku belum siap, Ta. Aku masih ingin fokus pada butik." Masih jawaban sama yang di dengar Tita.
Sekali lagi Tita menatap lemah, Aruna yang malah tersenyum padanya. Bagi Aruna, Tita memang sangat lucu, dia yang tidak ingin pacaran tapi Tita yang kalang kabut.
"Apa yang membuatmu tidak siap dari dulu, Run? Kamu tidak belok kan? Kamu masih normal, kan?" cemas Tita yang membuat Aruna tergelak.
"Setidaknya kamu punya pacarlah, Run. Jika kamu tidak ingin dibilang belok. Lagian aku yakin, kamu tahu jika Mas Abi masih menunggumu." cebilk Tita yang merasa kesal. Bagi gadis bermata sipit itu, Aruna terlalu kaku untuk urusan perasaan.
"Ih...percaya diri banget Mas Abi masih menungguku? Aku emang nggak ingin pacaran." Kalimat Aruna membuat Tita melotot.
"Aku maunya langsung nikah." lanjut Aruna. Gadis itu tidak ingin belibet untuk urusan asmara. Dia hanya akan memutuskan menikah di saat yang menurutnya tepat dan pada orang yang tepat.
"Syukur, deh. " Tita bernafas lega mendengar pengakuan sahabatnya.
Setelah banyak pembahasan yang mereka utarakan untuk mengisi istirahat siang. Tita pun pamit pada Aruna untuk kembali ke kantor. Dia juga sempat mengatakan jika sesekali ingin menginap di rumah baru Aruna.
Kepergian Tita membuat Aruna kembali tertegun, wajahnya pun serius mengaduk minuman yang ada di depannya. Pikirannya kembali gelisah saat mengingat desakan Tita. Tidak mudah bagi Aruna untuk menjalin hubungan dengan seseorang, meskipun dia bisa merasakan jika Abimana masih memberi perhatian padanya.
Tidak bisa dipungkiri oleh Aruna jika ada ketertarikan pada lelaki yang diinginkan banyak gadis itu. Tapi, dia memilih menggenggam rasa itu hingga dia yakin Abimana memang lelaki yang tepat yang memilih dan dia pilih untuk menua bersama.
"Ting... " Sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselnya.
"Sepertinya kamu butuh melakukan konseling untuk hatimu."
Pesan dari Tita membuat Aruna tersenyum. Dia merasa Tita berlebihan menanggapi kisah asmaranya.
Belum lama Aruna meletakkan ponselnya, suara sering pun kembali membuatnya mengangkat telpon yang ternyata dari Nina.
"Mbak, Bu Hendri sedang mencari, Mbak Runa." ucap Nina saat Aruna baru saja membuka panggilan.
"Beberapa menit lagi. " jawab Aruna sedikit mendesah karena masih ingin menikmati jam makan siangnya.
"Nggak bisa, Mbak. sebentar lagi beliau ada acara." desak Nina membuat Aruna terpaksa berdiri.
"iya- ya aku balik." jawab Aruna sambil berjalan.
Aruna berjalan dengan menoleh ke kanan, dimana dia menemukan sebuah mobil Expander putih terparkir di depan butik.
"Eh... " cicit Aruna seketika menghentikan langkahnya saat merasa ada sesuatu di depannya.
Dia hampir saja menabrak sosok yang sempat dia cari keberadaannya. Sabda. Lelaki itu berdiri menjulang tinggi di depan gadis yang kini tengah mendongakkan wajah. Mata indah itu menatap wajah lelaki berkaca mata hitam yang kini menunduk ke arahnya.
"Maaf... " lirih Aruna hampir tidak terdengar. Gadis itu sedikit kaget hingga membuat jantungnya berdebar karena pertemuan tiba tiba itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Olan
Mampir di Bad Husband ya guys
2023-02-27
0
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸsalahorang
sabda alam
2023-01-03
0
Lilik En.Er
sabda🥰💕
2022-12-18
0