Kebiasaan Lama

Sabda melirik kembali jam yang melingkar di pergelangan tangan. Sudah pukul lima sore. Dengan menarik nafas panjang, Sabda menyandarkan punggung lelahnya pada kursi kebesaran.

Berusaha tidak peduli, tapi tetap saja dia kepikiran dengan keadaan Aruna. Lelaki yang kini melipat lengan kemejanya itu berjalan keluar, meninggalkan ruangan dan menuju lobi.

"Pita, bagaimana? Kamu sudah memberikan pesananku pada Aruna?" tanya Sabda saat berdiri menghampir Puspita yang sedang duduk dibalik meja sales counter.

"Sudah, Pak." jawab Puspita. Gadis itu sebenarnya merasa penasaran dengan gadis yang dia temui di klinik itu. Entah, 'apa hubungan keduanya?' pertanyaan itu sudah dari tadi berada di benak Puspita.

"Apa katanya?" tanya Sabda begitu singkat. Dia memang terbiasa dengan kalimat- kalimat singkat. Sabda memang tidak terlalu banyak bicara.

"Hanya berterima kasih." jawab Puspita, gadis itu menatap Sabda dengan penuh kekaguman. Meski setiap hari bertemu, tapi jarang sekali bisa mengobrol seperti kali ini pada atasannya itu.

Tanpa mengucapkan apapun Sabda pun berbalik dan meninggalkan Puspita. Lelaki yang tak banyak bicara itu berjalan melewati beberapa mobil yang terpajang di lobi kantor. Lelaki itu melangkah tergesa menuju motornya yang berada di depan showroom mobil.

Sabda pun membunyikan klakson kepada scurity yang mengatur jalan, saat dirinya akan keluar area kantor. Lelaki yang berdiri di pinggir jalan itu mengangguk hormat saat Sabda melewatinya.

Aruna, Sabda memutuskan untuk melihat keadaan Aruna. Lelaki yang kini berada di atas motor yang melaju dengan gesit itu hanya ingin memastikan jika gadis itu baik baik saja dan sudah ada keluarga yang menemani.

Sabda menghentikan langkah, dia mencoba melihat keadaan di dalam ruangan Aruna dari balik jendela. Ternyata Aruna bersama seorang cowok yang pernah dia lihat keluar dari butik gadis itu.

Melihat tawa Aruna dan keadaan gadis itu yang jauh lebih baik membuat Sabda memutuskan untuk pergi saja. Dia merasa tidak perlu mengkhawatirkan keadaan gadis itu.

Langkah Sabda kini melambat. Dia pun tidak peduli dan tidak harus peduli. Dia seharusnya lega saat gadis itu ada yang menjaga. Tapi, entah kenapa ada yang mengganjal dalam hatinya.

"Entahlah... mungkin karena aku belum memastikan keadaannya saja." gumam Sabda dengan melangkah menuju parkiran.

Lelaki itu meraih ponselnya menghubungi satu persatu temannya. Sabda bermaksud untuk mengajak teman akrabnya untuk pergi ke club nanti malam.

Sebelum bertemu di club dengan lainnya, Sabda memilih bertemu dengan Hendriko lebih dulu. Sabda pun melajukan motornya membelah jalan yang cukup ramai itu menuju apartemen Hendriko.

Terbayang terakhir dia di club malam saat putus seseorang yang dia cintai meninggalkan dirinya begitu saja. Kenangan- yang cukup membuat hatinya berdenyut nyeri itu kembali membayang .

Gila. Setiap mengingatnya dia semakin menggila. Rasa yang membuatnya membeku dan tak memberinya kesempatan untuk bisa memulainya lagi.

###

Aruna begitu sulit untuk memejamkan mata. Dia melirkk Tita yang masih senyum senyum menatap layar ponselnya. Dia yakin jika Tita sedang berbalas pesan dengan kekasihnya.

"Aku sudah tidak sabar pulang, Ta." ucap Aruna seketika membuat Tita menatapnya. Dia tersadar jika dia sedikit abai pada orang yang niatnya dia temani.

"Sabarlah, Run. Tinggal ngitung jam. Besok juga sudah bisa pulang. Mending kamu tidur saja." lanjut Tita. Dia tahu Aruna memang paling susah jika diminta untuk berdiam.

"aku nggak bisa tidur, Ta. Entahlah, kenapa hatiku terasa melow." jelas Aruna. hatinya begitu gelisah banyak rasa yang menyatu dalam hatinya.

"Kenapa?" tanya Tita kemudian menaruh ponselnya dan berjalan mendekat ke arah Aruna.

"Nggak tahu juga, si." celetuk Aruna.

"Ah, dasar kamu kebiasaan nggak jelas. Makanya nggak usah nyimpen- nyimpen yang nggak jelas di hati. Gitu, kanjadinya labil." omel tita, sedikit kesal jika Aruna sudah seperti itu.

"Ya Allah Tita, segitunya dirimu mengatakan diriku labil." cebik Aruna, wajahnya kemudian melengos menatap ke arah lain.

"Apa coba namanya? kalau sebenarnya suka tapi pura-pura nggak suka, ujung-ujungnya dilema." cerocos Tita.

"Hah... maksud, lo? " desak Aruna.

Tita hanya mendesah dengan menggedikkan kedua bahunya. Rasanya terlalu rumit menjelaskan. Bagi Tita Aruna memang butuh konseling untuk urusan hati.

"Intinya kamu harus memberikan lampu hijau pada Mas Abi." Mendengar kalimat Tita ganti Aruna yang melotot. Gadis itu merasa heran dengan Tita yang begitu yakin dengan Abimana.

" Apa kamu nggak yakin Mas Abi menyukaimu?" tanya Tita. Aruna berlahan menggeleng membuat Tita semakin gemas.

"Iya sih, dia perhatian banget sama aku. Tapi dia tidak pernah menyatakan cinta, mengajak pacaran atau menikah. Terus aku bisa apa? Dan harus bagaimana? Bagaimana jika aku salah paham, kenyataannya dia punya pacar?" Aruna mencoba menjelaskan apa yang dia pikirkan.

"Kalian ini sudah dewasa, Run. Tidak ada lagi zamannya tembak menembak atau apalah." jelas Tita.

" Tapi aku juga nggak mau salah paham. Aku nggak mau, eh ternyata hanya perasaanku aja." jawab Aruna.

Tita semakin dibuat kesal. Bagi gadis yang berkali kali mendesah, menahan gemas itu, Aruna terlalu kaku, terlalu saklek untuk merespon perhatian seseorang.

" Sudah, mending kita tidur, besok kamu pulang aku juga harus berkerja." ucap Tita, menurutnya itu lebih baik dari pada kembali berdebat dengan Aruna.

Aruna pun tersenyum, kemudian dia merebahkan diri menuruti Tita. Dia tahu jika Tita sudah merasa kesal.

Aruna terdiam, kemudian meliril Tita yang sudah mulai memejamkan mata di sofa. Pikiran Aruna mulai berkelana, mencerna kata kata Tita agar dia konseling.

Entahlah, apa dia butuh atau tidak, tapi memang ada bagian dari hidupnya yang sempat terluka. Yaitu, saat menerima kenyataan ayahnya menikah dan mengkhianati bundanya.

Saat itu, dia benar benar sangat terluka, melihat kedua orang yang dia cintai harus berpisah. Rasa sedih itu kembali menyapanya, meskipun kedua orang tuanya sudah meninggal.

Aruna mengusap sudut matanya yang basah, dia selalu menyembunyikan rasa sakit akibat perpisahan kedua orang tuanya termasuk dengan Tita.

###

Bersama Hendriko, Sabda melangkah ke arah seseorang yang melambaikan tangannya. Dia sudah disambut oleh Bagas dan Nathan.

" Apa kabar?" Sapa sabda pada kedua sahabatnya. Mereka kemudian bersalaman, sebelum mereka duduk di salah satu meja.

"Ada angin apa ini yang tiba - tiba mengajak kami ke club?" tanya Nathan yang sudah sangat penasaran karena entah sudah berapa tahun, Sabda seperti membuang beberapa kebiasaan setelah kepergiaan seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya.

"Mungkin, dia sudah selesai bertapanya di pinggiran kota yang cukup sepi dan hening." balas Bagas, setengah meledek Sabda yang masih terdiam saja.

Sabda memang memilih perumahan kecil agar bisa menghapus kebiasaan dan beberapa kenangan dari kisah masa lalunya.

"Jangan meledeknya seperti itu. Sabda ke sini karena butuh hiburan karena ditolak seorang gadis." celetuk Hendriko yang langsung mendapat tatapan tajam dari Sabda. Sebenarnya Hendriko hanya menebak saja.

Lelaki matang itu seolah mengelak tentang semua apa yang dikatakan Hendriko. Dia merasa kali ini Hendriko sangat ngawur.

"Benarkah? Siapa gadis itu? Kami begitu penasaran jika ada gadis yang mampu membuatmu keluar dari pertapaan." ledek Nathan yang kemudian dibumbui gelak tawa lainnya.

Sabda masih saja tenang, dia membiarkan teman-temannya meledek sesuka hati mereka. Dia memang hanya butuh teman yang bisa mengusir kegabutannya diantara waktu yang sengaja dia luangkan.

Terpopuler

Comments

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

padahal ceritanya bagus, tp sedikit yang baca ya, apa kurang promo 🤔

2023-01-03

0

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ

aruna gelisah karena sabda tidak datang menengoknya 😂

2023-01-03

0

Nur Ainy

Nur Ainy

mantaplah bangun tidur ada mas sabda😁😁😁

2022-11-28

0

lihat semua
Episodes
1 Rumah Baru
2 Bertemu Cowok Itu
3 Terjebak Hujan
4 Ikhlas Dan Tidak Ikhlas
5 Kebiasaan Lama
6 Lebih Baik dicintai
7 Pendekatan
8 Mesumnya Cowok Dingin
9 Posesif
10 Menagih Hutang
11 Makan Siang Bersama
12 Pertemuan Anak Dan Ibu
13 Pertemuan dua perempuan
14 Pemotretan Amatir
15 Perhatian Aruna
16 Cinta
17 Rebutan
18 Janji Yang Berat
19 Pengakuan dan Harapan
20 Menunggu Calon Mertua
21 Hubungan Tanpa Jadian
22 Bujukan Syaitan
23 Cinta Masa Lalu
24 Balik
25 Ngerjain Aruna
26 Cinta Pertama
27 Pertunangan Tita
28 Cemburu
29 Patah Hati
30 Mengagetkan Aruna
31 Menggenggam Rasa 1
32 Adaptasi
33 Tita tidak Terima
34 Berhasil
35 Ketulusan Aruna
36 Penyesalan
37 Datang ke Showroom
38 Resepsi
39 Suap- Menyuap
40 Sakit
41 Peresmian
42 Menggenggam Rasa 42
43 Menggenggam Rasa 43
44 Menggenggam Rasa 44
45 Menggenggam Rasa 45
46 Kabar Dari Tita
47 Pingsan
48 Keputusan
49 Kepanikan Sabda
50 Mama Rosa
51 Pilihan
52 Pulang
53 Konsultasi
54 Menggenggam Rasa
55 Rambut Aruna
56 Menggenggam Rasa 56
57 Mama Rosa Drop
58 Menuruti Mama Mertua
59 Menggenggam Rasa 59
60 Pesan Gambar
61 Bertemu Abi
62 Transferan
63 Pertemuan Dua Wanita
64 Aruna Histeris
65 Titik Balik
66 Marahnya Sabda
67 Aruna sakit
68 Hamil???
69 Tak Pernah disangka
70 Hampir Pingsan
71 Menghabiskan Waktu
72 Salah Tuduh
73 Pengakuan Aninditha
74 Permintaan Rosa
75 Panggilan Abimana
76 Diamnya Sabda
77 Kesal
78 Menunggui Sabda
79 Nasi Uduk
80 Keterusan
81 Cinta Aruna
82 Ulah Aninditha
83 Tetangga Baru
84 Tidak Tahu Diri
85 Ngidam
86 Aib
87 Kedatangan Mama Mertua
88 Tegas Sabda
89 Bertemu Orang Di Masa Lalu
90 Undangan
91 Kangen
92 Sudah Menikah
93 Tak Bisa Ditahan
94 Terkesima
95 Penyesalan
96 Keindahan yang Berbeda
97 Tak Seindah yang Terlihat
98 Ingin Pulang
Episodes

Updated 98 Episodes

1
Rumah Baru
2
Bertemu Cowok Itu
3
Terjebak Hujan
4
Ikhlas Dan Tidak Ikhlas
5
Kebiasaan Lama
6
Lebih Baik dicintai
7
Pendekatan
8
Mesumnya Cowok Dingin
9
Posesif
10
Menagih Hutang
11
Makan Siang Bersama
12
Pertemuan Anak Dan Ibu
13
Pertemuan dua perempuan
14
Pemotretan Amatir
15
Perhatian Aruna
16
Cinta
17
Rebutan
18
Janji Yang Berat
19
Pengakuan dan Harapan
20
Menunggu Calon Mertua
21
Hubungan Tanpa Jadian
22
Bujukan Syaitan
23
Cinta Masa Lalu
24
Balik
25
Ngerjain Aruna
26
Cinta Pertama
27
Pertunangan Tita
28
Cemburu
29
Patah Hati
30
Mengagetkan Aruna
31
Menggenggam Rasa 1
32
Adaptasi
33
Tita tidak Terima
34
Berhasil
35
Ketulusan Aruna
36
Penyesalan
37
Datang ke Showroom
38
Resepsi
39
Suap- Menyuap
40
Sakit
41
Peresmian
42
Menggenggam Rasa 42
43
Menggenggam Rasa 43
44
Menggenggam Rasa 44
45
Menggenggam Rasa 45
46
Kabar Dari Tita
47
Pingsan
48
Keputusan
49
Kepanikan Sabda
50
Mama Rosa
51
Pilihan
52
Pulang
53
Konsultasi
54
Menggenggam Rasa
55
Rambut Aruna
56
Menggenggam Rasa 56
57
Mama Rosa Drop
58
Menuruti Mama Mertua
59
Menggenggam Rasa 59
60
Pesan Gambar
61
Bertemu Abi
62
Transferan
63
Pertemuan Dua Wanita
64
Aruna Histeris
65
Titik Balik
66
Marahnya Sabda
67
Aruna sakit
68
Hamil???
69
Tak Pernah disangka
70
Hampir Pingsan
71
Menghabiskan Waktu
72
Salah Tuduh
73
Pengakuan Aninditha
74
Permintaan Rosa
75
Panggilan Abimana
76
Diamnya Sabda
77
Kesal
78
Menunggui Sabda
79
Nasi Uduk
80
Keterusan
81
Cinta Aruna
82
Ulah Aninditha
83
Tetangga Baru
84
Tidak Tahu Diri
85
Ngidam
86
Aib
87
Kedatangan Mama Mertua
88
Tegas Sabda
89
Bertemu Orang Di Masa Lalu
90
Undangan
91
Kangen
92
Sudah Menikah
93
Tak Bisa Ditahan
94
Terkesima
95
Penyesalan
96
Keindahan yang Berbeda
97
Tak Seindah yang Terlihat
98
Ingin Pulang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!