"Apa kau lapar,?" Amara hanya mengaguk pelan.
"Tunggu aku, aku akan memesankan sesuatu untukmu."
"Tidak usah, aku makan ini saja, nanti mubazir, lagi pula aku juga ingin segera masuk kerja," tolak Amara.
"Kau tak boleh pergi, bukankah aku sudah melarangmu,! kalau hari ini kau di rumah saja."
"Tapi bagaimana kalau Tasya, juga sedang menunggumu,? kasihan dia, kau juga punya pasien yang harus kau tangani, setiap saat,apa kau akan mencoba Menjadi Dokter yang abai dengan pasien-pasienmu,?"
Mendengar apa yang di katakan Amara ada benarnya juga, Darandra menatap sesaat lalu mendekati istrinya yang tengah memanasi makanan yang sudah mulai dingin itu, Darandra memeluk tubuh istrinya dengan posesif dari belakang, bahkan sesekali ia akan memberi ciuman di leher jenjang milik Amara, membuat Amara kadang ingin menendang suaminya itu, agar bisa terpental jauh ke Himalaya.
Agar tak ada lagi yang mengganggunya di saat ia ingin menenangkan hati seperti ini, lelaki itu malah seenak hatinya saja memperlakukannya tanpa peka terhadap apa yang di fikirkan dan di rasakannya.
"Baiklah, aku akan pergi, tapi ini tidak berlaku bagimu, kau harus tetap di rumah karena malam ini aku akan pulang cepat dan mengajakmu pergi." Darandra pun segera berbalik pergi.
"Tapi Kak, aku ada janji dan..." Teriakan Amara terjeda saat sadar kalau Darandra memilih terus berlalu meninggal kannya sendiri tanpa ingin berbalik bahkan berhenti.
'Ck, kenapa aku sangat mencintai lelaki seperti ini, Oh, Tuhan...lirihnya.'
Amara tak melanjutkan makanannya, ia memilih pergi daripada harus, makan dengan perasaan menyesakkan dadanya.
*
*
"Maaf, aku telat,"
"Bukan telat lagi, tapi mungkin kau hari ini tak berniat ingin datang, lihatlah mereka yang sudah Antri menunggumu dari tadi, dan kau,? Dokternya main se enaknya saja masuk, apa ini caramu untuk membujuk Dokter James,? ingat kita sudah sampai sejauh ini jangan korban perjuangan yang kita lakukan," tegur Tasya dengan wajah yang di tekuk.
"lya-iya aku tidak akan melakukannya lagi, kau dan Amara sama saja bawel, apa sekarang kau juga akan cerewet seperti dia,?" mendengar ucapan Darandra Tasya, membulatkan matanya, saat melihat lelaki itu memilih segera masuk ke ruangannya.
"Apa,? apa aku tidak salah dengar, kau menyamakan aku dengannya,? Heh... Aku tidak menyangka kalau kau akan jatuh cinta secepat itu padanya," Ucap Tasya sambil tersenyum mengejek.
"Hei...jangan bilang kau cemburu dengannya,?"
"Untuk apa aku cemburu,? toh aku juga sudah punya suami," Ketus Tasya.
"lya, aku tau suamimu itu mantan tunangan yang hampir melecehkanmu itu kan,?"
"Kau,! kau jangan berkata seperti itu, biar bagaimana pun dia adalah suamiku,"
"lya, lya aku tau siapa bilang dia itu suamiku, kau ini aneh-aneh saja, Tapi apa kau yakin kita akan berhasil melakukannya,?"
"Aku yakin pasti kita bisa,"
"Baiklah aku serahkan semuanya padamu aku yakin kau bisa melakukannya, dan jangan membuatku kecewa."
"Kau itu lucu sekali, Apa pernah aku membuatmu kecewa selama ini,? aku rasa kau yang selalu menyakitiku dan bahkan mengecewakan aku, lelaki itu ternyata semuanya sama saja, Aku saja yang bodoh sudah terjabak di antara kalian."
Mendengar ucapan Tasya yang datar saat menyindirnya, Darandra pun mendekat dan meraih kedua tangan Tasya lalu menggenggamnya Erat.
"Maafkan aku, sekuat apapun aku menghindarinya, ternyata dia adalah jodohku, dan mari kita akhiri semuanya jika kita sudah berhasil, aku juga ingin melihatmu tersenyum bahagia bukan dengan air mata seperti waktu itu, percayalah padaku setelah semuanya kita lewati bersama bahagia pasti akan membersamai kita juga, hem, sekarang tersenyumlah, karena kalau seperti ini kau akan seperti Oma-Oma." Lanjut Darandra sambil terkekeuh lalu mengacak rambut Tasya.
Tanpa mereka sadari dari kejauhan seseorang terus mengawasi interaksi mereka dengan tatapan sendunya.
'Apa kau akan sangat bahagia jika bersamanya, selama kita menikah aku tidak pernah melihatmu tertawa selepas ini Tasya' la pun memilih pergi dengan perasaan kecewanya.
*
Malam.
"Kau akan membawaku kemana,?" Amara bertanya saat dirinya benar-benar penasaran kemana Darandra akan membawanya pergi, dari tadi ia bertanya Darandra hanya diam dan sibuk dengan gawainya.
'Untuk apa dia membawaku coba,? kalau hanya diam saja seperti itu, kalau aku tanya,' gerutu Amara yang hampir saja tidak bisa terdengar.
"Apa kau mengatakan sesuatu,?" tanya Darandra pada akhirnya.
"Tidak lupakan saja, mungkin besok aku harus belajar berbicara pada tembok siapa tahu saja dia bisa menjawabku, daripada aku bertanya pada orang yang bermulut tapi tak bicara di saat aku bertanya,"
"Turunlah,!"
"Apa?"
"Apa kau pura-pura tidak mendengarku,?"
"Aku bilang turun,!"
"Tapi, Kak, Aku..." Amara tak melanjutkan ucapannya di saat dirinya tatapan tajam. la akhirnya tak Punya pilihan lain selain hanya menurut saja.
"Silakan kau, duduk di depan," ucap Darandra mempersilakan duduk pada seseorang yang yang baru saja tiba dan ternyata Ia adalah Tasya.
"Masuklah cepat,! apa kau akan diam di jalan? atau kau sengaja ingin menggoda lelaki yang lewat,?" sergah Darandra pada Amara yang masih diam berdiri di pinggir jalan, Amara yang terkejut langsung tersadar dari lamunannya pun menatap kearah Darandra.
"Duduklah di belakang!" lagi-lagi Amara hanya menurut saja. Dan ketika matanya bersi bobrok dengan Tasya, nampak Tasya menatapnya sambil tersenyum seolah ia tersenyum penuh kemenangan, sedang Amara memilih membuang mukanya, jengah rasanya ia mendengar cipika cipiki keduanya, la memilih untuk tidur saja, dari pada la harus mendengarkan percakapan memuakkan ke dua orng itu, Sungguh membuat hati dan telinganya sakit.
*
"Amara,...! Amara...! apa kau tidur,?" Amara yang mendengar namanya di panggil memilih untuk diam dari pada harus menjawab.
"Kenapa juga kau harus membawanya jika ia akan menyusahkanmu, kita kan bisa berdua saja, bagaimana kalau ia akan mengacaukan makan malam kita.?"
"Maafkan aku, aku terpaksa membawanya karena la hanya sendiri di rumah," Sahut Darandra menjelaskan.
"Aku harap dia tidak membuat kekacauan," Timpal Tasya kembali.
"Hei...dengarkan aku, aku tidak akan membiarkan itu terjadi percayalah padaku, apa kau masih meragukan ku,?"
"Ya, tentu saja, aku meragukanmu semenjak kau menikahinya, kau pikir aku ini bahan cadanganmu di saat kau butuh kau datang padaku." Kesal Tasya
Darandra menepikan mobilnya, saat menatap ada raut kesedihan di wajah Tasya.
"Apa kau hari ini sedang ada masalah,? kenapa kau menumpahkan semua kekesalanmu itu padaku, bukankah aku sudah minta maaf, dan tentang pernikahan itu bukan kah aku sudah menjelaskan padamu, saat itu aku tidak ada pilihan lain, dan bukankah tadi siang aku sudah mengatakannya padamu, jika semuanya berhasil, aku akan mengakhiri semuanya"
Bukannya menjawab Tasya memilih turun dari mobil dan pergi.
"Tunggu Tasya...!" Darandra pun turun mengikutinya la mengejar langkah Tasya.
"Kau mau kemana,? nanti kita terlambat,!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-03-20
0