Setelah selesai melakukan aktivitas yang selalu membuatnya panas, Darandra meraih botol obat dan mengambilnya beberapa butir lalu memasukkannya ke dalam mulut Amara.
"Minumlah karena aku sudah mengeluarkan nya beberapa kali di dalam, aku tidak ingin kau hamil," mendengar semua itu hati yang Amara begitu tercabik-cabik namun apalah dayanya Ia hanya bisa menurut saja.
"Apakah kau benar-benar tidak menginginkan seorang anak dariku,?" tanya Amara kembali walaupun sudah pasti ia tahu jawabannya seperti apa, namun ia harus tetap ingin meyakinkan dirinya Apakah Darandra menginginkannya atau tidak.
"Bisa tidak, kau tidak mempertanyakan hal ini lagi? jika kamu sudah tahu jawabannya seperti apa," ucap Darandra datar.
"Baiklah, aku hanya ingin memastikan saja jika pendirianmu masih tetap sama atau sudah berubah, aku akan memaklumkannya, sekarang lepaskan pelukanmu dari tubuhku,! Aku ingin segera membersihkan diri, Aku tidak mau Kak Renata nanti mencariku,"
"Apa perlu aku membantumu,?" tanya Darandra.
"Aku rasa Aku masih bisa melakukan sendiri." Tolaknya.
Dengan langkah gontai ia memasuki kamar mandi untuk segera menyucikan tubuhnya, tapi bukannya mandi Amara menumpahkan segala kesedihannya di dalam sana.
Setelah puas menangis dan selesai membersihkan diri, kini ia pun melangkah keluar untuk segera bersiap-bersiap.
"Sebaiknya hari ini kau tidak usah keluar dulu, aku belum selesai menghukummu jadi kau akan masuk bekerja besok karena aku sudah mengirim pesan buat Renata untuk izinmu sehari karena kau harus istirahat total,"
"Apa,? kau,?" Amara yang kesal hanya bisa mengerang sambil mengepalkan ke dua tangannya saat mendengar kata-kata Darandra, yang terdengar begitu santai itu.
"Hei...aku kira kau akan menyukai permainan ku," bisik Darandra lembut di telinga Amara.
"Dan kau tidak boleh menolaknya, jika tidak ingin aku buat tidak bisa berjalan, tugasmu adalah hanya menurut tanpa membantah, mengerti, sekarang Kemarilah," Darandra menarik pinggang Amara hingga membuat tubuh mereka kembali saling menyentuh.
"Hari ini aku akan mengurung mu agar lelaki itu tidak menemuimu, berani-beraninya dia mengirim pesan untuk mengajakmu bertemu di luar dasar lelaki kurang ajar."
Darandra terus saja mengumpat dalam hati.
Karena tadi disaat Amara mandi Darandra tidak sengaja melihat pesan masuk di layar handphone milik Amara, walau ia tidak bisa membukanya namun di situ terlihat jelas siapa pengirim pesan dan juga kata-kata nya yang mengajak Amara keluar.
la terus mencoba mencari akal bagaimana caranya agar Amara tidak bisa keluar dan tidak bertemu.
"Lepaskan aku, kenapa kau hanya terus memelukku,?" tanya Amara binggung dengan tingkah suaminya yang terus memeluknya dengan posesif, Dan sontak itu membuat Darandra segera tersadar dari lamunannya.
"Oh... jadi kau sekarang sudah tidak sabar ya menunggu sentuhanku,?" ucapnya sambil tersenyum devil.
"Tit-tidak,! maksudku bukan seperti itu, a-aku upm_" suara Amara tenggelam dalam tautan bibir suaminya itu, tautan yang semula biasa saja kini jadi lebih menuntut di saat Darandra membuka handuk yang membelit tubuh Amara dan membuannya Tak tentu arah, sedang tangannya kini tak tinggal diam menyentuh setiap titik sensitif sang istri, membuat Amara kembali tak berdaya untuk menolaknya.
"Aku ingin melakukan dengan gaya berdiri apa kau mau mencobanya,?" ucap Darandra di sela-sela permainannya, Amara hanya bisa mengangguk karena tak mampu lagi ia berkata-kata, saat tubuhnya menerima setiap serangan yang seolah tak bisa membuatnya berkutik itu.
"Aku ingin kau memanggilku sayang mulai hari ini, hanya disaat kita bercinta saja, dan aku ingin bertanya padamu apa kau begitu sangat mencinta ku,?"
"Kenapa kau menanyakan hal itu,?" ucap Amara balik bertanya saat Darandra menjeda permainannya.
"Aku hanya ingin sebuah jawaban bukan sebuah pertanyaan,"
"Kau, itu egois, aku membencimu, kau menyiksaku dengan perasaanku sendiri sedang kau, kau tak pernah mencintaiku."
Amara meraih selimut dan menutup tubuhnya ia benar-benar marah hari ini ia pun segera berbaring.
"Ck, hei... kau belum selesai aku hukum, seharusnya aku yang marah kenapa jadi kau yang marah padaku,?" Darandra tak ingin mengalah ia juga masuk ke dalam selimut dan memeluk istrinya itu dari melakang, meski awalnya menolak Amara kembali terbuai dengan remasan dan sentuhan lembut di ke dua gundukannya itu, bahkan kini ia merasakan sesuatu yang menegang mencari celahnya hingga berhasil menerobosnya.
"Ahk..."
"Bagaimana apa kau menyukainya,?" Amara kembali mengaguk walau ia sangat merasa malu setiap kali di tanya seperti itu.
"Jika kau menyukainya maka kau hanya boleh mencintaiku, dan panggil aku sayang di saat kita bercinta."
"S-sayang a-aku ahk...aku mau keluar"
"Baiklah,, aku akan membantumu tapi ucapkan kau mencintaiku,"
"Iya aku mencintaimu sangat-sangat mencintaimu," blus perasaan lega kini terasa saat sesuatu yang ingin membuncah yang sempat tertahan saat Darandra dengan sengaja menghentikan permainannya membuat Amara merasa tersiksa.
Darandra pun tersenyum puas dengan ucapan cinta dan panggilan sayang dari istrinya itu, walau ia sendiri belum mengatakan cinta sama sekali pada Amara, namun cukup membuatnya tenang saat mengetahui kalau Amara masih begitu sangat mencintainya.
Sangat egois sekali bukan, saat Ia menginginkan Amara untuk terus Mencintainya, namun dirinya Memilih tetap bungkam tak pernah ingin mengatakan kalau ia mencintai Amara, hal itu terkadang membuat Amara putus asa, namun ia tak ada pilihan lain selain memilih untuk tetap bertahan hingga Akhir yang menentukan, Ia akan benar-benar melupakan semua rasa cintanya, dan mungkin juga rasa sakitnya pada Darandra.
la ingin bertahan hingga Akhirnya, la benar-benar melupakan orang yang sangat ia cintai dan sekaligus orang yang selalu memberinya luka, luka yang tak berdarah namun cukup membuatnya terus merasakan sakitnya yang teramat dalam.
"lzinkan aku memelukmu seperti ini," pinta Amara menyembunyikan wajahnya di tempat kesukaannya itu yaitu di ketiak suaminya.
"Kau kenapa, apa kau sedang sakit?," tanya Darandra heran, karena ini kali pertamanya Amara memeluk suaminya itu dengan posesif, apa lagi saat ini dia merasakan kalau tubuh Amara bergetar karena mungkin saat ini ia sedang menangis, Darandra yang merasa khawatir, mengurai pelukan Amara, dan benar saja ia melihat mata indah itu basah, Darandra mengusap lembut air mata yang tersisa di sudut mata wanitanya itu.
"Katakan padaku kenapa kau menangis apa kau marah padaku, atau kau membenciku,? kau jangan seperti ini kau membuatku khawatir saja, inilah yang tidak aku sukai dari wanita yang lemah dan cengeng, kau tahu Tasya tak pernah cengeng di depanku bahkan dia tak pernah manja, itulah yang membuatku sangat mencintainya tapi semenjak kau..."
"Lepaskan aku, aku mau makan, kau membuatku lapar," ucap Amara beranjak ke kamar mandi, ia merasa kesal di saat ia ingin meluapkan emosinya lewat tangisan, lagi-lagi lelaki itu menyebut nama wanita lain yang selama ini di anggap madunya oleh Amara.
"Hei...aku belum selesai bicara...!" teriak Darandra.
'Padahal aku mau bilang semenjak bersamamu aku tidak bisa melihatmu menangis, tapi apa yang harus aku lakukan kalau kau tau cara membuat wanita berhenti untuk menangis, ada banyak hal yang belum bisa aku katakan padamu Amara.' Monolog Darandra dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Enung Samsiah
aaahh,,, disndra brengsekkk,,,,
2023-05-14
0
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-03-20
0
UQies (IG: bulqies_uqies)
Astaga, tega sekali dia mengatakan itu di hadapan Amara 😱
2022-12-23
0