Pagi.
"Bagaimana keadaanmu, Apakah baik-baik saja,?" tanya Darandra pada Amara namun tanpa ingin melihatnya karena tangannya sedang sibuk berbalas pesan dan ntah dengan siapa.
"Hm..." hanya itu jawaban yang keluar dari mulut Amara.
"Jawaban macam apa itu,? dan apa tidak sebaiknya kau keluar Saja dari Cafe itu dan bantu aku di klinik karena aku akan kerepotan, dari pada aku menggaji orang lebih baik aku menggajimu bagaimana,?" tawar Darandra
"Tidak, aku tidak bisa aku juga kerja di cafe karena sudah berjanji sama Kak Renata, aku akan selalu menjaganya," tolak Amara memberikan alasan.
"Terserah kamu saja," setelah berkata seperti itu Darandra pun segera keluar dan meninggalkan Amara sendiri.
"Apa kau tidak sarapan dulu? aku sudah bangun memasak pagi-pagi untukmu,"
"Kau tidak perlu repot-repot, aku bisa sarapan di klinik, lagi pula Tasya juga selalu membawakan makanan yang lezat untukku,"
"Ya sudah, kalau begitu biar aku makan sendiri saja," Darandra memang sengaja berkata seperti itu dia ingin melihat ekspresi wajah dari Amara namun ekspresi yang ditunjukkan Amara biasa-biasa saja membuat Darandra semakin kesal, Darandra pun segera keluar dari halaman rumah kontrakannya tersebut menggunakan mobil miliknya, yang ia beli dari hasil tabungannya yang tersisa.
"Kakak, tunggu dulu! Apa aku boleh ikut,? kita kan searah,?" teriak Amara karena Darandra sudah lumayan jauh.
"Kamu naik taxi saja, kasihan Tasya dia sudah lama menungguku di klinik," Timpal Darandra tanpa ingin menoleh, karena kini la tengah masuk di mobil lalu pergi meninggalkan Amara begitu saja, Amara pun mengepalkan ke dua tangannya saat mengetahui suaminya itu pergi hanya untuk menemui yang menurut Amara lstri suaminya itu.
PIN PIN PIN.....
Terdengar suara Klakson mobil Sport berwarna merah yang tiba-tiba saja terpakir di depan Rumah kontrakan sederhananya itu.
"Jhony...,?" kejut Amara saat mengetahui siapa pemilik mobil itu, Iya dia adalah Jhony.
"Amara aku ke sini untuk menjemputmu, Apa kau ingin ikut denganku? Aku akan mengantarmu ke tempat kerja," Ajaknya
"Waow...Kebetulan sekali kau datang pagi-pagi tapi Kok, kamu tahu aja sih kalau aku sedang butuh kendaraan,?" Tanyanya binggung.
"Iya... tahulah, Bukankah semalam kita sudah Janjian kalau aku akan menjemputmu pagi-pagi sekali,"
"Oh,, iya kah? Masak sih? kok aku bisa sampai lupa," Amara menepuk jidatnya sambil nyengir kuda.
"Tunggu aku,! aku tidak jadi sarapan di sini kita sarapan di Cafe saja," Amara pun berlari masuk dengan begitu riang dan sumringahnya, hingga begitu ia ingin berbalik.
Bugh.
"K-kau,, kau kenapa? kenapa kau mengagetkanku,? dan untuk apa juga kau ikut masuk bukankah tadi kau sudah pergi,?" Tanyanya pada Darandra yang tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya itu.
"Minggir, beri aku jalan aku mau keluar,!" Tanpa ingin mendengar jawaban Darandra Amara memilih untuk segera pergi karena takut Jhony akan menunggunya lebih lama lagi, la pun berjalan ke luar namun sudah tidak mendapatkan siapapun di sana.
"Di mana Jhony,? apa kau mengusirnya,?" tanya Amara berbalik menatap Darandra sambil mendelik tajam.
"Ya, aku menyuruhnya pergi, kenapa,? kenapa kau tak pernah mau mendengarku Amara,? aku tidak suka kau bertemu dengan Pria lain di belakangku, kau menelponnya setelah aku pergi untung saja aku belum jauh," ucap Darandra kesal.
"Kau melarangku seolah aku adalah istri yang paling kau cintai, aku menganggapmu cemburu, tapi ya sudahlah aku mau berangkat aku akan naik taxi, kau pergilah mungkin Tasya sudah lama menunggumu," ucapnya datar Amara pun berbalik namun tangannya kembali di tarik membuatnya limbung dan membentur dada bidang itu.
Deg.
"Kenapa kau suka sekali memancing emosiku Amara,? kau sudah berbohong sekarang apa lagi yang ingin kau lakukan dengan lelaki yang bukan suamimu itu,? apa kau ingin melakukan ini di belakangku,?" Darandra menarik pinggang Amara hingga ia pun bisa ******* bibir yang begitu menggodanya itu.
"Lepaskan aku, apa yang kau lakukan,? apa kau sudah gila? aku mau bekerja dan buang fikiran burukmu itu tentangku," Amara mencoba untuk mendorong tubuh Darandra agar menjauh dan melepaskannya, namun perbuatan nya itu malah bembuat Darandra memeluknya semakin erat.
"Aku ingin lihat sampai di mana kau menolakku,!" kini Darandra mengunci kedua tangan Amara di atas kepalanya.
"Apa yang akan kau lakukan padaku,? lepas kan aku, aku mau bekerja," cicit Amara berusaha berontak namun sia-sia saja.
"Lepas...." suaranya hilang dalam tautan yang di berikan Darandra, namun tetap saja ia terus berusaha menolak tanpa ingin membalasnya, hingga sebuah tangan menelusup masuk di balik Bajunya dan mengelus dengan lembut ke dua gundukan miliknya hingga menegang.
Amara berusaha menggigit bibirnya agar tidak terbuai dengan permainan Darandra, namun Amara salah, Darandra yang begitu lihai terus saja memberikan sentuhan di setiap titik sensitifnya, dan tanpa dia sadari dirinya dan Darandra hanya memakai dalaman segi tiga saja ntah kapan Darandra merobek pakaian miliknya.
"Sampai kapan kau akan menolakku, kau tau aku tidak suka penolakan, aku ingin mendengar suara lembutmu memanggilku dengan des..ahanmu itu," bisik Darandra lembut di telinga Amara.
Melihat Amara yang hanya diam tanpa ada jawaban membuat Darandra, semakin kesal kini la kembali memberikan tautannya yang lebih panas sedangkan tangan yang satunya membelai lembut sesuatu yang sudah lembab di bawah sana, sedang lidahnya kembali menyapu gundukan kenyal yang menantang itu membuat Amara kini meliuk-liukkan tubuhnya seperti seorang penari erotis.
Darandra tersenyum miring melihat istrinya kini terbuai dengan permainan panasnya itu, ia pun kini mengangkat tubuh Amara ala bridal style, karena tadi mereka melakukannya sambil berdiri di ruang makan.
kini Darandra membaringkan tubuh Amara di atas kasur empuk miliknya, setelah itu ia pun mengungkung tubuh Amara dan kembali melakukan Aksinya.
"Akh...Kak, Andra Aku Akh..." suara itu akhirnya keluar juga di saat Darandra terus saja menggelitikkan lidahnya di bawah sana, bahkan ia sesekali memberikan sesapannya membuat Amara merasakan sesuatu yang dahsyat datang menghantam tubuhnya.
Dengan cepat Darandra mengatur posisi tubuhnya agar bisa melakukan serangan terakhirnya saat menyadari kalau sang istri sudah takluk oleh serangan demi serangan yang terus di lancarkannya itu.
Dengan gerakan pelan tapi pasti ia mengarah kan Rudalnya untuk memasuki gua pertahanan terakhir Amara, dengan gerakan lembut ia terus memberikan hentakan demi hentakan, yang membangun kembali sesuatu yang ada dalam diri Amara, hingga ia tak mampu lagi untuk menahan gejolak yang terus menghantam tubuhnya bertubi-tubi dan entah sudah berapa kali Darandra menyemprotkan bibit unggulnya di dalam hingga membuat Amara terkulai lemah masih dengan nafas yang memburu, bersama ambruknya tubuh Damara tepat di sampingnya, Darandra pun memeluk tubuh penuh peluh itu dengan posesif.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2023-03-20
0