...Episode 5...
Aku yang masih kebingungan, Kak Dini mendekatiku dan berkata, “Nanti Hani tau Karate itu apa, setelah belajar dan mempraktekkannya dengan kakak. Sekarang Hani ganti baju. Pakai baju Karate yang kakak bawa.” Kak Dini menyodorkan baju itu.
Kemudian Nenek mengajakku berganti pakaian. Di rumahku ada ruang khusus untuk olahraga, ruangannya besar , biasanya ayah berolahraga di sana. Setelah menggunakan pakaian Karate, Kak Dini mulai menjelaskan satu persatu, Karate itu apa.
“Baju yang dipakai Hani sekarang, Namanya …..”
Aku yang tidak tau apa-apa hanya mengangguk. Hari pertamaku belajar Karate, kak Dini hanya menjelaskan semua tentang bela diri Karate.
Kemudian memamerkan gerakan indahnya. Aku kagum dan heran setiap gerakan Kak Dini yang indah dan merasa kak Dini sangat kuat.
"Baju yang Hani gunakan disebut gi. Ada 3 teknik dasar dalam Karate yaitu : Kihon, Kata, dan Kumite. Dan tentunya ada sabuk, sabuk ini menandai tingkatan dalam Karate," Kak Dini mengeluarkan semua sabuknya.
Lanjut penjelasannya, "Sabuk putih, kuning, oranye, hijau, biru, cokelat, dan tingkatan tertinggi sabuk hitam. Pemula di awali dengan sabuk putih.” Kak Dini melihatku sambil tersenyum.
“Oke kita langsung praktik teknik dasar, kihon.” Kak dini berdiri dan mulai bersiap-siap mempraktikkan gerakannya.
Aku yang masih sangat awam tentang beladiri, hanya memperhatikan dan mengingat setiap nama gerakan yang di praktikan Kak Dini. Aku mulai tertarik dengan Karate, di saat kak Dini dengan lemes dan indahnya memperagakan teknik pukulan.
Aku mulai meniru-niru gerakannya, Kak Dini hanya tersenyum dan tertawa. “Hani sudah tak sabar ya ingin langsung praktik gerakannya?” tanya kak Dini kepadaku.
Aku mengangguk dan terus bergerak mengikuti gerakan kak Dini. “Enggak papa deh Hani gerak sesuka hati dulu, besok kakak benerin gerakan yang salah, yang penting untuk pertama ini Hani senang, Hani senang, kan?” ucapnya sambil memegang pipiku.
Aku gerak bebas, kak Dini menontonku di samping hanya tertawa-tawa. “Hari ini kita sudahi dulu ya Hani, kakak setiap hari Rabu akan datang kesini untuk melatih Hani,” kata Kak Dini.
Aku yang kelelahan disuruh Tarik napas yang panjang kemudian disuruh mengeluarkannya perlahan dan pelan-pelan.
Kak Dini dan aku keluar dari ruangan olahraga, Nenek di depan sedang menonton tv dengan santainya. “Sudah selesai ya?” tanya Nenek.
“Sudah Nek. Pertemuan pertama perkenalan dulu dengan Hani. Pertemuan berikutnya kita mulai belajar lebih serius, oke, Hani?” jawab Kak Dini sambil menyodorkan tangannya, tos denganku.
“Semangat banget nih cucu nenek kayanya, tapi ingat dong kalau sudah hebat Karate jangan untuk menjahili temennya.” Kata Nenek.
Aku mengangguk dan berkata dalam hati, "Menjahili siapa juga, temenku kan, cuma Nenek." Tak terasa hari sudah semakin gelap.
“Assalamualaikum, ayah pulang!” terdengar suara Ayah yang baru pulang kerja.
Seperti biasa aku berlari ke arah Ayah, digendong dan dipeluknya. “Gimana latihan Karate? Seru, kan?” tanya Ayah.
“Seru Yah, Kak Dini hebat,” tulisku dibuku.
“Tadi kak Dini setelah melatih Hani datang ke kantor ayah, dan ayah meminta dia untuk menjadi pengawal, Hani. Kak Dini menyetujuinya. Mulai besok, kak Dini tinggal bersama kita dan melayani Hani,” ucap Ayah, dengan senyumnya.
Aku sangat senang mendengar itu, hari-hariku hanya ditemani nenek. Ada pelayan yang mengurusi makananku tapi akui dilarang bergaul atau bermain dengannya.
Yang aku tau hanya boleh ditemani Nenek. Sekarang aku punya teman sekaligus pelindung setiap aku pergi. Di malam itu juga Ayah membelikan ku mobil agar aku bisa pergi-pergi dengan kak Dini dan nenek.
Terdengar gemericik air dari luar, hujan mulai turun. Aku tidur disebelah Ayah. Sebelum tidur, Ayah mengambil buku dongeng yang belum selesai diceritakannya.
“Hani mau mendengarkan dongeng yang kemarin belum selesai ayah ceritakan ?” tanya Ayah kepadaku. aku mengangguk.
“Oke kita mulai ceritanya. Kemarin ayah bercerita sampai di anak semut yang kehilangan ibunya dan akan dimakan seekor cicak. Anak semut yang terpojok hanya bisa menangis dan memanggil ibunya, ibu… ibu… ibu… aku takut, akui kedinginan. Saat sedang berteriak, cicak itu semakin mendekat,"
Lanjut cerita Ayah, "Anak semut itu terdiam seketika dan membungkam mulutnya, kemudian bersembunyi di belakang pohon. Cicak yang tak sulit mencari anak semut itu, mulai berjalan dan menaiki batang pohon. Karena sudah tidak mendengar ada jejak jalan mendekat, anak semut itu mengintip ke arah depan, melihat sudah tidak ada cicak di depannya. Tangisnya sudah berhenti dan merasa lega, ia merasa sudah aman," Berhenti dan menarik nafas.
Ayah bercerita lagi, "Anak semut itu mulai melangkahkan kakinya, baru satu langkah, tiba… tiba… suara berisik terdengar dari atas pohon. Anak semut itu menengok ke atas ternyata cicak sudah ada di atasnya pas, dan siap memakannya," Mata ayah mulai sayup-sayup dan tak berhenti menguap.
Ayah melanjutkan lagi ceritanya meski matanya sudah tak tahan lagi, "Cicak mengeluarkan lidahnya yang Panjang, semut hany bisa menghindar. Tangisnya pecah lagi dan memanggil ibunya. Saat dirinya sudah tidak bisa apa-apa lagi, anak semut itu memejamkan matanya dan hanya bisa pasrah. Anak semut memejamkan matanya, sekarang hani memejamkan mata juga dan kita besok lanjut lagi.”
“Aku masih penasaran dengan lanjutan ceritanya Ayah, lanjutkan!” tulisku dalam buku.
“Besok lagi ya sayang, sekarang waktunya tidur” ucap ayah. Aku yang merasa jengkel, terlihat cemberut. “Imutnya anak ayah yang merajuk.” Ayah meledekku.
Aku mulai memejamkan mataku begitu pula yah, ayah yang memang lelah karena baru pulang kerja, langsung ngorok dan tertidur pulas. Setelah mendengar dongeng dari ayah, aku jadi teringat Erik, anak laki-laki yang ada di panti asuhan.
Aku merasa sangat kasihan dengannya. Erik sudah tidak punya siapa-siapa lagi, dan aku merasa bersyukur, walau aku sudah tidak ada ibu tetapi, aku masih memiliki ayah dan nenek yang sangat menyayangiku. Besok aku ingin pergi ke panti dan bermain di sana dengan Erik.
Keesokan harinya sebelum ayah berangkat kerja, aku meminta izin dengan Ayah, “Ayah, aku nanti boleh pergi ke panti asuhan yang waktu itu kita kunjungi. Bersama nenek dan kak Dini?” tanyaku di dalam tulisku.
“Hani, panti asuhan itu kan lumayan jauh,” jawab Ayah.
“Enggak papa, kan sama nenek dan Dini yang bisa melindungi Hani,” ucap Nenek.
“Yasudah boleh, tapi ingat… hati-hati, jangan nakal, jangan pergi jauh-jauh dari Nenek ya!”
Aku mengacungkan jempol dengan Ayah, isyarat yang berarti “Oke”.
Tak lama setelah sarapan, Ayah pergi kerja. Sembari menunggu kak Dini sampai disini, aku dan Nenek siap-siap. Mandi dan menyiapkan semua barang bawaan yang akan dibawa termasuk bingkisan untuk panti asuhan itu.
Setelah semuanya beres, suara salam dan ketukan pintu terdengar. Ternya itu suara kak Dini. Nenek membukakan pintu dan mempersilahkan Kak Dini masuk.
Kak Dini membawa koper besar, semua baju-baju dan peralatannya dibawa ke rumah, kemudian nenek mengantarkannya ke kamar yang sudah disiapkan untuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments