...Episode 3...
Karena aku sudah bisa menulis, ayah memberikan buku dan pena. Ayah berkata denganku, “Gunakan buku dan pena untuk menulis apa yang ingin anak ayah bicarakan dan jika ada orang yang tidak paham dengan bahasa isyarat.”
Aku mulai menulis, “Ibuku dimana, Ayah?”
“Ibumu sudah tidak ada lagi, jangan tanyakan ibumu lagi, disini ada ayah dan nenek. Ayah harus segera berangkat kerja, anak ayah ditemani nenek ya…, jangan nakal ya sayang,” ucap ayah.
Ayah pergi kerja, saat ayah tidak di rumah aku selalu di temani nenek. Nenek bagiku sudah seperti sosok ibu, nenek selalu bercerita menemaniku bermain dan tidur siang.
Saat tidur siang, aku terbangun dan melihat nenek yang sedang tidur pulas di sampingku. Aku pergi ke dapur untuk mengambil minum.
Setelah minum, aku melihat ada pintu gudang terbuka, karena penasaran aku masuk ke sana dan melihat banyak sekali kain-kain putih menutupi benda berbentuk persegi.
Berjalan dan perlahan membuka salah satu kain itu, ternyata benda yang tertutup kain itu adalah sebuah lukisan yang sangat indah.
Melihat satu-persatu lukisan yang ada di gudang, membuat hatiku sangat bahagia. Disaat itulah aku mulai menyukai lukisan.
“Hani… Hani… Hani…!” Nenek memanggil. Terdengar olehku suara nenek memanggil.
Aku bergegas pergi dan menutup pintu gudang. Nenek bertanya denganku, “Hani dari mana?”
Aku menulis dibuku yang selalu ku bawa, “Dari minum, Nek.”
“Kirain kemana, nenek nyariin Hani. Besok kalau mau apa-apa bilang dulu ke nenek,” ucap nenek.
Aku hanya mengangguk. Hari-hari berikutnya aku datang ke gudang untuk melihat lukisan-lukisan itu, tanpa sepengetahuan nenek.
Melihat keindahan lukisan itu, tanganku tiba-tiba bergerak mengikuti bentuk gambar, seolah-olah aku sedang melukis ulang gambar yang ada di depan mataku.
Tak terasa aku sudah lama di dalam gudang, ternyata nenek mencari kemana-mana. Tak sadar nenek sudah ada di belakangku, kagetnya aku ketika nenek menepuk pundak ku.
Nenek berkata, “Hani suka lukisan…?”
Aku hanya mengangguk. “Sini sayang duduk dipangkuan nenek, nenek mau cerita tentang ibumu.”
Aku sangat senang ketika mendengar tentang ibu. Ibu yang selama ini belum pernah ku lihat, bahkan belum pernah mendengar cerita tentangnya. Aku duduk di pangkuan nenek dan nenek mulai bercerita tentang ibu.
“Ibumu adalah wanita yang cantik, sama sepertimu. Mukanya sangat mirip denganmu, matanya, dan hidungnya. Dia adalah seorang pelukis terkenal.
Banyak orang yang mengagumi lukisan-lukisannya. Sekarang lukisan yang Hani lihat, itu semua lukisan ibumu, Hani. Hari-harinya hanya duduk disini dan mulai melukis.
Nenek tidak terkejut, ketika Hani menyukai lukisan, karena memang Hani anak dari seorang pelukis berbakat. Tetapi… jangan sampai ayahmu tau kalau Hani suka melukis, karena ayahmu membenci lukisan.”
Aku yang penasaran kenapa ayahku tak suka lukisan, bertanya dengan nenek, menulis dibuku, “Kenapa ayahku tak suka dengan lukisan?”
“Nanti Hani tau alasan kenapa ayah Hani tidak suka lukisan, saat Hani sudah besar ,” jawab nenek.
“Assalamualaikum, sayang ayah pulang!” suara ayah masuk ke rumah.
Mendengar ayah pulang aku dan nenek bergegas keluar dari gudang, kemudian aku berlari ke arah ayah dan memeluknya. Aku di gendong ayah.
“Uluh-uluh... anak ayah manjanya, anak ayah udah makan kan ?” Bertanya penuh perhatiannya.
Aku sangat sayang dengan ayahku. bagiku, tak ada yang bisa menandingi perhatiannya. Aku menjawab hanya dengan mengangguk.
“Besok, ayah libur sayang, kita liburan ke pantai dengan nenek juga ya.”
Kali ini aku menulis di buku, “Hore, janji ya, Yah. Besok kita main ke pantai.”
“Iya sayang janji, sekarang ayah mau mandi dulu, masa anak ayah udah wangi ayahnya bau kecut,” ucap ayah.
Aku turun dari gendongannya, ayah pergi mandi dan aku nonton TV dengan nenek. Sedang asik-asiknya nonton TV, terdengar dengkuran. Ternyata nenek tidur di sebelahku.
Melihat nenek sangat lelah, aku merasa kasihan kemudian aku menyelimutinya. Hari sudah larut malam.
“Sayang istirahat, sini tidur sama ayah, lihat ni…” ayah memamerkan buku dongeng yang baru ia beli.
Aku sangat senang dan langsung berlari ke kamar ayah. Nenek terbangun, karena suara langkah kakiku, kemudian nenek pindah ke kamarnya. Aku mulai tidur di samping ayah dan ayah mulai membacakan dongeng yang barusan dipamerkannya.
“Sayang, judul dongengnya, Ibu Semut,”
Ayah melanjutkan ceritanya, “Pada suatu hari, ada seekor anak semut yang berjalan dengan ibunya, ibunya sangat menyayanginya, setiap pergi anak semut ini selalu dibawa.
Pada suatu ketika ibu semut terpisah dari anaknya. Ibunya sangat ketakutan, mencari ke sana kemari tetapi, tidak ada. Tak lama hujan turun ibu semut merasa sangat khawatir berkata dimana anakku?, ia menangis takut terjadi sesuatu dengan anaknya.
Anaknya yang masih sangat kecil, tak tau jalan pulang, tak tau ada dimana, tersesat di dalam hutan yang sangat luas dan kedinginan. Berteriak, ibu…ibu…ibu, aku takut !, berteriak terus menerus sambil menangis.
Anak semut itu benar-benar ketakutan, merasa akan kehilangan ibunya. Tiba-tiba ada seekor cicak muncul di depannya, anak semut itu berlari ketakutan.
Lari terus berlari sambil berteriak memanggil ibunya. Tetapi, lari anak semut itu sangat pelan, karena Langkah kaki yang panjang dan cepat, cicak hanya berjalan sudah sampai lagi di depan anak semut, akhirnya anak semut terpojok, hanya bisa menangis.”
Aku memegang ayah dan meminta untuk berhenti bercerita dengan bahasa isyarat. Kemudian aku menulis dibuku, “Ayah, aku tidak mau menjadi semut, aku ingin memiliki ibu.”
Membaca tulisanku ayah tersenyum dan mencium keningku. Kemudian berkata, “Sudah malam sayang, besok kita lanjutkan lagi dongengnya. Anak ayah sekarang tidur besok kita jalan-jalan.” Ayah berbicara dengan nada bicara sedih.
Aku mencium ayah dan bergegas tidur. Tidur di pelukan ayah yang sangat aku sayangi. Jika waktu bisa ku ulang, aku tidak akan mengatakan bahwa aku ingin memiliki ibu.
Perkataan ku waktu itu adalah hal yang menyakitkan untuk ayah. Dimalam itu aku terbangun dan melihat ayah yang sedang tertidur, aku melihat dari matanya meneteskan air mata.
Aku yang pada saat itu tidak tau apa-apa, hanya berfikir ayah sedang bermimpi buruk. Aku menghapus air matanya dan mulai tidur lagi.
Keesokan harinya, “Ayo sayang, cepat nanti kesiangan, panggil nenek juga,” ucap ayah di depan mobil.
“Sabar…, ini cucu nenek masih di dandani layaknya Putri salju.” Nenek tersenyum.
Mukaku memerah, hatiku senang mendengar perkataan nenek. Suara langkah kaki ayah terdengar masuk lagi ke rumah dan berkata, “Coba ayah mau lihat,”
Mendekat dan melihatku, “Ya Allah cantik banget anak ayah,” ucap ayah, melanjutkan perkataan yang tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Elly Ermawati
sedih aku bacanya...
2023-01-14
3