Pagi hari Marco bangun dari tidurnya. Dia menanggalkan
pakaiannya begitu saja kemudian dia masuk kedalam kamar mandi. Dan pada saat
itu juga Geby masuk dan melihat pakaian yang berserak di lantai. Gadis itu memungutnya
dan memasukkan ke dalam keranjang ng kotor. Setelah itu dia masuk ke dalam walk
in closet untuk mengambil seragam Marco sesuai dengan instruksi pak Haris.
Marco tergelak kecil melihat pakaiannya sudah tersedia dan dia
menyukai setelan itu, dia tau jika geby yang memilihkannya. Gadis itu sudah
menunggu di dekat pintu sambil memegang sepatu Marco dan sekali lagi Marco
tergelak kecil.
Ternyata menyenangkan juga.
Marco menuruni anak tangga di ikuti Geby yang mengekor di
belakangnya. Gadis itu masih gemetar sambil mengeratkan jemarinya. Mempersiapkan
diri untuk segala kemungkinan buruk yang
mungkin terjadi karena pria sialan yang berjalan di depannya ini memang betul
betul menjengkelkan.
“Silahkan tuan”
Marco benar benar menikmati sarapan pagi tanpa memikirkan
Geby yang berdiri di belakangnya. Setelah selesai sarapan, Gerald melihat jam
yang menempel di tangannya. “Kita berangkat tuan”.
Marco berjalan diikuti Geby dibelakang sambil menenteng tas
kerja Marco. Pria itu masuk ke dalam mobil dan bergeser ke pinggir memberikan
sedikit ruang. Geby memberikan tas kerja kepada pemiliknya namun Marco tidak
menerimanya. Tas itu masih menggantung di udara, gadis itu bingung. “GER! Apa
kau tidak bisa mencairkan sedikit otaknya biar pintar”.
“Masuklah nona”.
“Maaf kenapa saya harus ikut?” gadis itu benar benar
merutuki kebodohannya masih bertanya. “Tidak mau iku?’’ Marco sudah memasang
wajah serius yang memang sudah tercipta dari sononya, namun intonasinya cukup
menggambarkan kalau dia tidak senang dengan pertanyaan gadis itu.
“maaf tuan saya ikut” Gadis itu buru buru masuk dan
mendudukkan bokongnya di kursi, kemudian menutup pintu melirik laki laki gila
di sampingnya.
“Keluar!” kan mulai lagi. Ah gak tau maunya apa.
Gadis itu terkejut sekaligus takut, sampai detik ini dia
belum punya keberanian untuk menatap wajah Marco. Sambil gemetar dia sudah menyentuh
kursi mobil bersiap untuk keluar.
“Ichh!!” Marco menarik lengan baju geby agar duduk Kembali, geram sendiri melihat gadis disampingnya ini. Bodoh apa bagaimana. Udah dilihat orang marah bukannya membujuk malah menghindar.
"Kau tau kan tugas mu sebagai apa" Gertak Marco masih kesal.
"Iya tuan saya tau" Gadis itu mengeratkan pegangannya pada handle tas kerja Marco yang dia pangku.
"Apa ! "
"Melayani tuan dan juga patuh dengan semua yang tuan katakan" ucapnya terbata.
"Lalu kenapa masih menolak masuk tadi" Gerald melirik kaca spion mobil. memastikan jika yang bicara itu adalah tuannya. biasanya Marco hanya bicara poin nya saja.
"Maaf tu.... "
Marco mencekal rahang gadis itu dengan keras. "Jangan main main denganku, sudah kubilang sisa hidupmu dan ibu mu ada di tanganku" melihat gadis itu ketakutan dan gemetaran Marco malah menyukainya.
"iya tuan maafkan saya". Gadis itu hanya bisa menahan air matanya. Pertemuannya dengan Marco benar benar menjungkir balikkan kehidupan yang dia jalani selama ini. Yang dia jalani benar benar neraka kehidupan yang mungkin akan membakar hidup dengan tidak ada henti hentinya.
Sepanjang perjalanan dia membisu, tidak ada percakapan baik antara Marco dan asistennya Gerald. Sesekali asistennya itu melirik suasana di belakang.
Sesampainya di parkiran kantor, Gerald meminta Geby untuk merapikan penampilan terlebih dahulu di dalam mobil. Rambut Geby memang berantakan mungkin akibat tadi tergesa gesa. "Sempurnakan penampilan anda terlebih dahulu nona".
Gerald dan Marco berjalan beriringan, sementara Geby mengekor dibelakang sambil menenteng tas kerja Marco.
Di kantor Gerald memberitahu bahwa hari ini mereka akan mengunjungi proyek di luar kota. "Agenda hari ini banyak tuan, termasuk rapat untuk membahas pengembangan kontruksi bangunan yang terkendala di kota A"
"Siapa yang menyuruhmu duduk" Ucap marco dengan nada rendahnya. Pria itu menjentikkan jarinya meminta gadis itu mendekat. "Kau lihat itu? penuh debu sekarang bersihkan ,jangan biarkan tenagamu menganggur ibumu punya hutang berlimpah padaku" Marco menunjuk dinding kaca ruangannya.
Gadis itu menurut dia mendekati kaca dan membersihkan secara perlahan, Sinar matahari yang terik membuatnya sedikit kewalahan. Marco sengaja membuka vertical blend agar cahaya masuk, namun itu membuat gadis itu kepanasan.
Selang beberapa saat kemudian Marco sudah menutup map terakhirnya melihat gerald masuk itu tandanya sebentar lagi mereka akan berangkat meninjau proyek baru. Gerald melihat apa yang dilakukan gadis itu. Ada rasa tidak tega. Dia juga memiliki adik perempuan. Biar bagaimana pun Gabriela adalah gadis korban keegoisan keluarga. "Dia juga ikut,biar tenaganya berguna" ucap Marco berdiri.
"Ikutlah dengan kami nona!" Buru buru gadis itu berdiri sambil membersihkan tangannya dengan tissue. Gerald sendiri langsung menyambar tas kerja Marco namun Marco melarangnya "Untuk apa dia ada ? untuk itu kan".
Jam menunjukkan pukul 13.00,Geby merasa perutnya mulai mengisap. Bagaimana tidak dia bahkan melewatkan sarapan pagi akibat keinginan Marco yang tiba tiba ingin dia ikut. Gadis itu menatap punggung dua orang yang hebat yang sedang sibuk berbicara dengan manager konstruksi. Mereka sedang berada di lapangan pengembangan proyek yang mungkin akan dijadikan Mall. panas terik bercampur lapar bersatu menyerang .
aku lapar
Karena tidak tahan gadis itu merogoh kantong rok nya, beruntung dia masih memiliki sisa uang yang entah cukup atau tidak untuk membeli makan.
Dia mengedarkan pandangannya mencari tempat menjual nasi atau sejenisnya. Beruntung dia melihat kantin yang tidak begitu jauh. Kantin itu terlihat ramai oleh pekerja yang sedang istirahat. Gadis itu memilih mi instan yang di kemas dalam cup serta sebotol minuman segar karena hanya dua makanan itu yang sanggup dibeli untuk sisa uangnya.
Setelah ibu kantin menyiramnya dengan air panas, gadis itu pergi ke belakang kantin yang tidak ada orang. Tadi dia sempat melirik Marco dan Gerald masih sibuk bicara.
Setidaknya perutku bisa terganjal
Gabriella benar benar mengandaskan makanan yang dipegangnya. Masih kurang tapi perutnya sudah lebih baik. Tidak mengisap seperti tadi.
Sementara itu Manager yang sudah selesai memperlihatkan hasil yang mulai rambung. Memilih untuk mengajak Marco dan asisten setianya makan siang di sebuah ruangan.
"Kemana gadis itu?" tanya Marco. Gerald panik sendiri.
"Apa dia melarikan diri sama seperti ibunya" tatapan kemarahan Marco tidak bisa di tutupi. Rahang tegas itu mengeras bersamaan dengan air muka yang mulai berapi api. Panas terik bercampur emosi.
"Hubungi Danri! SURUH CARI ANAK ITU SAMPAI KETEMU! JANGAN MIMPI BISA LEPAS DARIKU!" Prang. Besi melayang hampir saja mengenai kepala manager yang juga mulai gemetar. Dia pun bingung siapa gadis yang dimaksud.
Namun dia juga tidak berani bertanya.
Manager memberikan instruksi lewat walkie talkie elektrik yang langsung diterima secara bersamaan dengan semua security yang tersebar di lokasi pembangunan. Kehebohan secara mendadak.
"Tuan tenangkan diri anda, nona gabriela tidak akan mungkin se nekat itu". Gerald memilih membawa Marco kedalam ruangan.
"DASAR BAJINGAN!!" Marco mengumpat kasar. Barang barang yang tadinya berada pada tempatnya sudah hancur berserak dimana mana. "Kau tidak lihat wajahnya yang menyedihkan jika di depanku ? persis dengan Ibunya yang ****** itu memohon".
Beberapa menit kemudian kepala security tampak datang membawa seorang gadis. Marco yang melihat itu langsung berdiri dengan tatapan membunuhnya. berkas berkas yang berada di atas meja langsung memenuhi udara. "Tenangkan diri anda tuan" melihat kemarahan Marco bukan lagi hal tabu baginya.
"Beraninya kau lari" Marco sudah tidak bisa menahan diri. "kemari kau!" Marco betul betul menyeret gadis itu kedalam sebuah ruangan mesin. "Aku benar benar akan menunjukkan padamu sisa hidup yang ku maksud".
Gadis itu berusaha melepaskan diri. "Ampuni saya tuan! Saya mohon! saya tidak lari!!"
Marco terus menyeret Geby yang malang. Tenaga gadis itu sudah pasti kalah telak dibanding Marco.
"AMPUNI SAYA! SAYA TIDAK LARI TUAN !" Geby histeris melihat mesin yang lift yang sedang bekerja.
"SAYA TIDAK LARI TUAN! SAYA HANYA CARI MAKAN SAYA TIDAK MAKAN DARI PAGI!!!!" mendengar itu hati Gerald teriris. Dia akhirnya berusaha menghentikan Marco yang sudah di gelapkan kemarahan.
"Ampuni saya tuan !!!" Marco sudah melepaskan tangannya dari gadis itu. "Maafkan saya tuan tadi saya kelaparan" dengan suara tersengal pilu dia berlutut di kaki Marco. "ampuni saya jangan bunuh saya. saya tidak akan lari dari anda tuan" deru nafas memburu bercampur air mata. Bola mata teduh milik gabriela sudah redup dengan kesedihan. "Jangan habisi saya tuan, saya mohon" mata gadis itu masih memandang ngeri mesin yang sedang bekerja. Jika sja marco benar benar menjatuhkannya tadi maka dipastikan tubuh gadis itu bakal menjadi bahan pelicin untuk mesin tersebut.
"Saya kelaparan tadi... maafkan saya" ucap gadis itu terisak isak memohon di bawah kaki Marco sambil menggenggam botol air minum yang terlihat tinggal setengah.
"Bangunlah nona" Gerald membantu Geby bangun.
Melihat botol air yang di pegang gadis itu ada rasa yang tergelitik di hati Marco. Mungkin benar dia tadi gadis itu sedang makan.
Mereka sudah berada di meja makan. Gerakan tangan Marco mengusir semua penghuni ruangan VIP yang di sediakan gedung untuk tamu terhormat mereka.
Gadis itu duduk berhadapan dengan Marco.
"Silahkan dimakan nona" ucap Gerald karena melihat gadis malang di depannya ini sepertinya masih dihantui rasa takut. Gadis itu menunduk tidak berani menatap sajian makan siang di depannya.
"Ba... baik tuan" Gadis itu mulai memakan sajian itu dengan lahap.
Marco yang melihat itu seperti timbul rasa bersalah. Gadis itu terlihat memang seperti orang yang tidak makan setahun. Bahkan gadis itu belum mencuci tangan namun setengah makanan di piringnya sudah kandas.
Marco hanya bisa tertegun dan rasa bersalah itu benar benar hadir. Terbukti dia menggeser beberapa menu ke hadapan gadis itu.
ternyata dia masih punya belas kasih ya.
Kenapa tidak bilang kau belum makan sejak pagi ?
Dasar gadis bodoh.
"Makanlah tuan ini sudah lewat dari jam makan siang" Ucap Gerald sambil mendekatkan menu ke depan Tuannya yang sibuk memperhatikan setiap gerakan gadis itu.
Mereka makan siang bersama sesekali Marco melirik gadis itu lagi. Sisa air mata masih membekas di pipinya. Dan itu membuat dirinya merasa tidak nyaman. Rasa kasihan bergulung dengan rasa bersalah
Dasar gadis bodoh
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments