Liora memutuskan untuk tak lagi masuk kampus. Ia memilih untuk mengikuti kemauan keluarganya. Hari ini, bersama Mely dan Mike, mereka akan memeriksakan kandungannya.
Sepanjang perjalanan, gadis itu tampak diam. Wajahnya lesu, meratapi nasib yang seolah semakin pahit. Kenapa harus begini?
“Dek, maafin abang kalau sudah terlalu kasar dan keras sama kamu,” ucap Mike yang tampak merasa menyesal dan kecewa pada dirinya sendiri.
Liora tersadar di mana ia sekarang ini. “Iya. Aku tau kok, Bang. Itu semua Abang lakuin karena sayang sama adek,” balasnya mencoba kembali akrab dengan suadara laki-lakinya itu.
Di belakang, Mely tersenyum tipis melihat keakraban kedua anaknya itu. Ia cukup senang sebab keduanya tak lagi menaruh rasa kesal dan amarah dalam hati masing-masing.
“Nanti kita makan siang di luar, ya?” usulnya.
“Boleh,” ucap kedua bersaudara itu dengan kompak. Sudut bibir keduanya membentuk senyum.
“Kandungan anda sudah tiga bulan,” terang Lehon yang berada di ruangan dokter itu.
Liora yang seperti tau suara itu pun mendongak. Ia menjadi gugup dan tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Walau tidak saling kenal, namun ia tahu jika pria itu sekampus dengannya.
“Iya, kita satu kampus, kan. Tenang saja ... saya tidak akan bocor ... lagian, saya tidak ada urusan dengan anda.”
“Baguslah. Ternyata kamu tau batasannya.” Mely berlalu bersama putrinya sekarang.
Mely tampak terdiam di ujung lorong. Kembali terbengong seperti beberapa waktu yang lalu. Kembali merasa bersalah karena telah menjadi seorang ibu yang gagal.
“Mah, sudahlah. Jangan menyalahkan diri sendiri. Tidak ada yang salah untuk hal ini. Itu sudah ditakdirkan untuk Liora. Yang terpenting, kita tidak lagi menyudutkannya dan mari kita perbaiki,” ucap Mike memberi pijatan di bahu ibunya.
Beban wanita itu seolah sedikit lebih ringan. Ia cukup senang dan bangga akan sikap dewasa putranya itu.
“Nak, berjanjilah untuk tidak pernah melakukan hal seperti ini pada anak gadis orang. Sakit. Kamu bisa lihat sendiri kan, bukan hanya masalah malu. Yang paling utama adalah masalah kesiapan wanita itu.”
Wanita itu menatap ke arah putrinya yang juga sedang termenung. Gadis itu sama sekali tidak bergerak layaknya patung bernapas.
“Iya, Mah. Makanya lebih baik sekarang kita pulang,” ajak Mike menggandeng sang ibu. “Kita makan di luar, ya.”
Begitulah ketiga orang itu keluar dari rumah sakit bersama-sama. Kesedihan memang masih jelas tergambar di wajah masing-masing.
Di perjalanan, Liora amat sangat terkejut ketika tak sengaja melihat sosok ayahnya berada di dalam sebuah mobil dan sedang bersama wanita.
“Itu Papah, bukan? Bang Mike, ikuti mobilnya. Itu Papa. Itu Papa!” teriak gadis itu heboh.
Mike menolak untuk mengikuti kemauan sang adik.
“Itu bukan Papah. Dia sibuk di kantor. Nggak mungkin juga berkeliaran jam segini,” balasnya santai.
“Bang, percaya deh samaku. Aku nggak mungkin salah lihat! Mamah?”
Mely tak memberi jawaban, tampaknya ia lebih setuju akan perkataan putranya. Hal itu membuat Liora sungguh kesal, namun menahannya sebab teringat pada pesan dokter.
“Kita cari tempat makan yang enak sekarang,” heboh Mike menghilangkan kecanggungan itu.
***
Alya dan Yana tengah merasakan kekesalan di hati masing-masing sekarang ini. Bagaimana tidak, selain tidak kuliah hari itu, Liora juga tidak dapat dihubungi.
“Aku curiga deh sama dia,” ucap Yana dengan raut wajah kesalnya.
“Sama, Yan. Kayak ada sesuatu gitu.”
“Ha? Sama! Aku juga merasa ada sesuatu gitu loh, Ya!” heboh Yana segera menarik sahabatnya itu menjauh ke tempat yang lebih sepi.
“Perutnya itu loh. Aku merasa ... dia seperti sedang hamil!” ucap Yana menekankan nada suaranya.
“Apaan sih, Yana! Aku nggak berpikir begitu. Dia teman kita loh … Liora. Ya, nggak mungkinlah.”
“Alya, jangan polos-polos banget lah. Kamu tau sendiri kan, ibuku dokter spesialis kandungan. Secara tidak langsung nih ya, walaupun aku nggak belajar itu, pasti taulah sedikit info.”
Alya terdiam. Ia tidak ingin asal bicara. Segera saja ia mendudukkan pantatnya di taman sebelum akhirnya menyetujui perkataan sahabatnya itu.
“Sebelum itu, kita seret Riko sekarang!” kesal Alya.
Hal itu tampaknya disetujui oleh Yana yang segera berjalan mendahului dirinya. Sepertinya, mereka ingin memastikan hal itu kepada lelaki itu sebelum bertanya langsung pada Liora yang akan membahayakan hubungan persahabatan mereka.
Riko tampak memainkan sifat sombongnya. Ia tersenyum menyeringai dan balik menyerang kedua gadis itu.
“Kamu nggak ngapa-ngapain dia, kan?” Yana memburu dengan pertanyaan.
“Nggak salah tuh? Seharusnya aku yang ada di posisi kalian sekarang. Yang ngapa-ngapain itu ya dia. Dia yang selingkuh dan ninggalin aku. Tiba-tiba ngajakin ketemu buat balikan. Ya ogah!”
Jawaban itu sudah cukup membuktikan bahwa Riko ada sangkut pautnya dengan Liora. Namun, keduanya tak tahu harus berbuat apa.
Riko tersenyum tipis. Ia merasa senang sebab berhasil membuat Liora disudutkan seolah menjadi pelaku. Ia berhasil membuat gadis itu bercitra buruk.
Beberapa saat kemudian, sebuah panggilan masuk yang ternyata dari teman-temannya. Ia bergegas ke luar dari kampus dan segera berhadapan langsung dengan Mike.
Ia sempat gentar, namun melihat wajah teman-temannya yang penuh harap, keberaniaannya seketika muncul. Pria itu segera menyerang tanpa aba-aba, bahkan tanpa keterangan.
“Riko! Riko! Riko!” seru semua orang memberi semangat.
Hal itu membuat Riko menjadi gugup. Ia takut mengecewakan teman-temannya. Ketakutannya ternyata benar-benar terjadi. Ia kalah.
“Kamu ... jangan pernah sebarkan gosip tak benar lagi tentang adikku. Kalau tidak, nyawamu yang akan jadi taruhannya. Paham?!”tegas Mike setelah menghajar Riko.
“Siapa kamu? Pacarnya? Cuih ...” Meludah dengan sembarangan. “Ternyata dia berani juga untuk mendekati pria lain. Padahal, dia sudah terlalu cinta padaku.”
Mendengar hal itu, amarah Mike kembali memuncak sekarang. Ia memberi sebuah tendangan yang akhirnya berhasil merobek pelipis Riko.
“Aku Mike ... abangnya. Dia adik kandungku. Tenang saja, nilaimu tahun ini sudah tidak aman.”
Ancaman itu sebenarnya tidak menjadi masalah baginya, namun rasa malu yang ia terima saat ini sudah tak tertahankan. Ingin sekali ia membalas Mike, namun semua temannya pun sudah berubah menjadi pecundang.
***
Helena kembali bermasalah dengan Jona. Ia kembali menuntut untuk lebih mendapat perhatian dan diutamakan dibanding keluarganya saat ini.
Tentu saja hal itu kembali memicu perdebatan dan pertengkaran di antara keduanya. Untuk pertama kalinya bagi Jona membentak wanita itu.
“Diam! Untuk saat ini, hal itu adalah sebuah kemustahilan. Keluargaku benar-benar membutuhkan aku. ”
“Kenapa, Mas? Apa aku tidak penting lagi untukmu? Katamu tidak akan bertemu denganku selama beberapa minggu, tapi kenapa datang?”
Merasa semakin disudutkan dan serba salah, Jona melampiaskan amarahnya pada wanita itu. Plakk!
Tamparan itu sempurna di pipi kanan Helena. Wanita itu tercengang sungguh tidak menyangka.
“Baguslah jika kamu telah berani dan tega melakukannya, Mas. Semakin kejam, maka kita akan semakin tidak terpisahkan. Aku tau, semua ini kamu lakukan karena rasa sayang.”
Bingung dengan ucapan wanita itu, Jona memilih untuk merebahkan tubuhnya di ranjang.
“Kemarilah,” ajaknya pada Helena yang segera menurut.
“Jangan lakukan itu lagi, Mas. Aku takut.”
“Maafkan aku, Sayang. Aku berjanji akan selalu ada untukmu, tapi tidak untuk saat ini. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan.” Memberi sebuah kecupan di kening wanita itu.
Helena tampak lebih tenang sekarang. Ia segera memeluk pria itu dengan sangat erat.
“Sesakit apapun itu, ditinggalkan olehmu masih lebih sakit. Aku akan tetap sabar sampai akhirnya kamu sadar kalau aku adalah tempat pulang paling nyaman. Bunga terindah untukmu.”
Jona tampak setuju dengan perkataan wanita itu. Keduanya sama-sama terpejam dalam pelukan hangat setelah perdebatan parah itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments