Kembali Disakiti

Tampaknya orang-orang di sekitar Liora mulai menyadari kejanggalan yang terjadi terhadap dirinya. Dimulai dari dengan seringnya menghilang ketika diajak berkumpul dan sekarang malah bolos tanpa ada kabar.

Hal itu membuat kedua temannya merasa curiga, pun khawatir. Bahkan sekarang, mereka bahkan mendatangi rumah gadis itu yang hanya ada Mely di sana.

“Kami datang mau ketemu Liora. Di mana dia, Tan?” tanya Alya.

“Dia belum pulang, Nak. Kalian nggak tau ke mana?” balas Mely yang sedikit terkejut.

Iya, ini bukanlah salah satu sikap Liora yang bahkan membiarkan temannya datang tanpa memberi tahu ibunya. Ia adalah tipe gadis cerita yang selalu melapor.

Ketiga wanita itu mulai sibuk mencari-cari keberadaan Liora. Namun, kecemasan itu segera berakhir dalam hitungan menit tatkala gadis itu pulang dan segera masuk ke rumah tanpa menyapa siapapun.

Mely berlari menghampiri anak gadisnya yang ia tahu tidak sedang baik-baik saja. matanya sembab oleh air mata. Berbeda dengan Yana yang malah fokus dengan laju motor yang ia ketahui dikendarai oleh Riko.

“Ada apa, Sayang? Kamu ada masalah apa?” tanya wanita itu bersikap seolah tidak tahu apa-apa.

Memang apa lagi masalah yang paling pasti saat ini kecuali masalah kehamilannya. Alya mendekat, segera memeluk sahabatnya itu kemudian memerintah Yana untuk mengambilkan air minum. Ia mengira jika hubungan antara Riko dan Liora baru saja berakhir menjadi buntut kesedihan gadis itu.

“Aku sedang tidak ingin ngapa-ngapain. Kalian pulang saja, Yak, Yan. Aku mau istirahat,” kata gadis itu setelah ia cukup tenang.

Luka di lututnya menjadi alasan paling masuk akal sebagai tameng untuk mendapat kepercayaan Yana dan Alya. Sesungguhnya, hal itu bahkan disengaja oleh Riko yang sempat menjatuhkan Liora dari motornya. Beruntung, ia dengan sigap menghindar agar perutnya tidak terluka sama sekali.

“Berarti kami pulang sekarang?” tanya Alya sedikit kecewa, namun juga cukup mengerti.

“Iya.” Liora tersenyum datar.

Liora segera menangis setelahnya. Ia tidak bisa membayangkan arah tujuan hidupnya sekarang. Ia telah hilang harapan untuk melakukan apapun setelah mendapat ketidakadilan dari Riko.

Mungkinkah kisah cinta di antara mereka selama ini hanya sebatas omongan? Mungkinkah ia gadis terbodoh yang telah menjadi korban Riko sampai terjebak sejauh ini? Bagaimana dan apa yang harus ia lakukan selanjutnya? ia benar-benar terlarut dalam kesedihan.

***

Riko baru saja kembali ke rumah dan cukup terkejut mendapati seluruh anggota keluarganya yang sudah kembali dari aktivitasnya masing-masing.

Roy, selaku kepala keluarga yang baik, pun memutuskan untuk tetap berusaha membangun keharmonisan dalam keluarganya. Ide yang diajukan oleh Lehon segera saja ia terima.

“Ko, kamu segera bersiap-siap, ya. Kita makan malam bersama di luar,” ucapnya dengan senyum tulusnya setelah meletakkan ponselnya di meja.

Riko tak terlalu peduli. Ia segera mengeluarkan kotak makanan yang disiapkan oleh ibunya.

“Ini, masakan siapa? Maaf, aku tidak suka. Tidak berselera. Tapi, terima kasih sebelumnya.”

Meletakkan kotak makanan yang isinya sama sekali tidak tersentuh itu.

Sila begitu terkejut dengan perilaku anaknya. Air matanya segera membanjiri wajahnya. Roy yang sadar akan hal itu, pun mendekat memberi dekapan pada sang istri yang memang membutuhkan dukungan di saat-saat seperti ini.

Lehon mengikuti langkah Riko dan menyelinap masuk lebih dulu. Ia duduk dengan santai sembari menatap tajam, membalas tatapan Riko yang tentu saja tidak menyukainya.

“Keluar!” perintah Riko.

“Sampai kapan begini terus? Kamu bukan anak-anak lagi, Ko!”

“Apa urusanmu?”

“Apa kamu akan terus merasa sebagai anak yang kurang perhatian dan kasih sayang kalau tingkahmu seperti ini? Memangnya anak sepertimu pantas mendapatkan itu?” tutur Lehon.

Riko tentu saja merasa tersinggung. “Sebelum lukamu sembuh, jangan cari masalah denganku. Kau bisa habis dengan sekali sentilan,” ucapnya dengan sombong.

“Hahaha … bacot! Gimana bisa … Mami punya anak sombong tak berbobot sepertimu?”

Riko menatap saudara tirinya dengan kesal. Lehon tengan memamerkan tangkapan layar berisi percakapan Riko dengan Liora.

“Sialan lu!” umpatnya.

“No respect. Segera keluar jika tidak ingin masalah ini sampai ke telinga teman bajinganmu itu,” ancam Lehon dengan santai kemudian berlalu dari sana.

Ia tersenyum bangga sebab untuk pertama kalinya memenangkan pertandingan tanpa perlawanan dari Riko.

“Sialan!” Lagi, umpatan itu terdengar.

***

Di meja makan, Jona tampak meletakkan ponselnya setelah beberapa saat memainkannya. Mike yang sangat tidak suka dengan tingkah ayahnya akhir-akhir ini, pun segera menegur.

“Pah, sudah tua, kan? Kenapa masih bersikap seperti anak kecil? Putrimu bahkan akan segera punya anak. papah Gimana, sih?” decitnya kesal.

Jona terkesiap. Tak ada alasan baginya untuk menentang ucapan putranya itu.

“Namanya juga demi kerjaan. Demi kehidupan layak di rumah ini.”

“Bacot! Aku juga sudah punya penghasilan. Tidak usah membawa-bawa masalah ekonomi rumah ini! Lagian, semua orang di rumah ini juga tau, kalau gaji Papah tidak semuanya masuk ke rekening rumah ini. Selalu ada dana besar yang membelok,” kesal Mike sembari menyindir sang ayah dengan sengaja.

“Sudah, sudah. Mike, dia itu ayah kamu. Bagaimana bisa kamu membentaknya seperti itu? Tidak sopan,” ucap Mely menengahi perdebatan itu.

“Mamah juga selalu saja membela manusia aneh di rumah ini. Papah yang selalu kelihatan sibuk dan selalu mempermasalahkan pekerjaannya. Anak perempuan yang selalu dibangga-banggakan ternyata malah hamil di luar nikah dan akan melahirkan tanpa suami. Arrghhh!”

Lelaki itu merasa geram dan semua hal seolah menjadi beban baginya. Segera saja, lelaki itu meninggalkan acara makannya dengan banyak sisa di piringnya.

Liora yang lagi-lagi terseret dalam setiap masalah hanya bisa menahan diri. Ia memang tidak punya kuasa untuk sekadar melawan perkataan sang abang yang memang benar adanya. Riko tidak mau bertanggungjawab.

“Mike?” panggil Jona.

“Sudah. Jangan ganggu aku!” Segera berlalu dari sana dan mengurung diri di kamar. Tampaknya sudah menjadi ciri khas yang sama untuk pengisi rumah itu.

“Pah?” panggil Liora dengan nada canggung dan getir. “Yang dikatakan Mike benar adanya. Kami tau kalau Papah punya kesibukan di luar sana yang tidak pernah dijelaskan. Apa memangnya?” lanjut gadis itu kemudian berlalu dari sana.

Kecanggungan di rumah itu semakin terasa. Jalan keluar untuk masalah Liora masih tak ditemukan. Sekarang, malah ada kecurigaan terhadap aktivitas Jona yang dirasa tidak adil.

“Bagaimana ini?” tanya Mely dengan nada sedih.

“Jangan membebankan hal yang sama berulang-ulang. Semua sudah terjadi. Memangnya kamu bisa mengembalikan semuanya ke semula?” balas Jona yang malah menyalahkan istrinya kali ini. “Satu lagi ... kalau aku sibuk, itu pasti demi keluarga. Tolong jangan main curigaan begitu. Aku jadi tidak bergairah untuk bekerja.”

Mely merasa frustasi. Ia mengejam. Ia menghela napas panjang untuk menahan segala kesesakan di dadanya.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!