Mengapa dan Bagaimana cinta ini semakin menyeretku masuk ke palung jiwa yang telah dihembuskan pria itu? Mungkin bagi kalian yang belum mengenal kami, hubungan yang kami jalani tampak seperti hubungan orang-orang pada umunya. Namun, entah kenapa aku sampai detik ini belum bisa memaknai setiap rasa yang hadir secara tiba-tiba. Mengapa jatuh cinta harus serumit ini? Aku wanita dan dia lelaki apa itu saja tak cukup bagi kami untuk meneguk madu asmara?
“Andai ku jadi awan, aku rela asal kau menjadi pelangi ku, kekasih sungguh beratkan rasa yang harus aku resapi untuk bersanding denganmu,”
“Andai kan ‘ku jadi bintang, ku ingin menghiasi setiap malam-malammu, Bila ‘ku jadi bulan kuingin menemani mu menabahkan dunia ini,”
Mengapa aku bisa tergoda dengan semua rangkaian lisan yang keluar dari bibir manisnya? Aku merasa dunia ini tak adil, kenapa dunia ini seakan-akan mempermainkan diriku. Aku sudah bertekuk lutut pada keadaan ini. Apa yang telah terjadi di dalam hatiku?
Sore basah itu aku hanya termenung menatap nanar keluar jendela, dengan sebuah notebook yang selama ini mengiringi setiap gerak-gerik pekerjaanku. Tak lupa sebotol Jim Beam menjadi saksi bisu ku menjelang petang ini. Ku tatap monitor yang menghadap wajahku, kulihat deretan angka-angka yang harus ‘ku olah sedemikian rupa. Namun konsentrasiku melanglang buana entah kemana.
Sesekali aku mengecap minuman yang aku tuang ke dalam sloki disamping alat kerjaku. Minuman berwarna amber ini memang lebih manis dari pada jenis Whisky lain pada umumnya. Namun memiliki kandungan alkohol yang tak kalah tinggi dari JD ataupun Red Labels. Bagi kebanyakan wanita peminum, mereka lebih suka Jim Beam Apple karena selain bercita rasa apel, aroma minumannya lebih smooth daripada Jim Beam seri Bourbon.
Ku mulai menulis beberapa laporan yang harus ku kerjaan untuk bulan ini. Jangan tanya kemana Hyun Bin kawe ku? Bila dia tak memberiku kabar itu tandanya dia sedang tak ingin diganggu. Aku pun juga tak perlu memberinya kabar karena dia pasti tahu apa yang sedang kulakukan sepulang kerja bila hari Jumat. Jumat adalah hari pendek dalam sejarah pekerjaanku, dan Jumat ini pula aku tak perlu repot-repot untuk bersiap-siap bekerja di Bar milik Anthoni.
Meski dengan terseok-seok, akhirnya aku mampu menyelesaikan laporan bulananku. Aku mulai menutup alat kerjaku yang aku gunakan untuk menulis laporan yang akan aku kirimkan ke atasanku besok. Ketika aku ingin menyimpan beberapa peralatan kerjaku, aku melupakan sebuah box yang bertuliskan namaku.
Box itu aku terima beberapa hari yang lalu, ketika aku masih berada di tempatku bekerja. Seketika seluruh isi ruangan saling membully ketika aku menanggalkan setiap bungkus dari paketan yang aku terima. Gelak tawa memenuhi area yang aku gunakan untuk bekerja. Mereka saling mengejek diriku yang tersaingi untuk menuju pelaminan.
Lantaran isi dari paket tersebut adalah satu set perlengkapan untuk Bridesmaids. Bagaimana mereka tak saling mengejekku ketika sudah dipastikan pernikahan yang mungkin aku impikan pasti akan sulit untuk kuraih.
Namanya Tiara, dia adalah temanku ketika aku mengenyam pendidikan formal. Tiara adalah teman satu kostku, meski kami berbeda fakultas. Mantan Mahasiswi asal Mataram itu kini akan melangsungkan pernikahan di Pulau Dewata. Memang satu persatu teman dekatku sudah gugur dari predikat Jomblo abadi. Tinggal aku dan sebagian kecil dari kelompok kami yang masih betah hidup mandiri.
Melihat box kosong wadah dari paket Bridesmaids tersebut, membuatku teringat seseorang yang telah beberapa hari tanpa kabar. Sambil ku pandangi box kosong yang isinya sudah berada ditempat yang seharusnya, isinya berada di tempat salah satu penjahit langgananku. Ku raih benda pintar sebagai alat komunikasi masa kini tersebut.
Bagaimanapun juga aku harus menghubungi dia, dia siapa lagi kalau bukan pria yang mampu mengobrak-abrik emosiku. Meski masih diliputi rasa jengah untuk memulai membuka percakapan setelah pertikaian kecil yang terjadi diantara kami.
“Kenapa Zha?” suaranya lembut ditelinga, aku yakin dia berusaha dengan keras guna menciptakan nada seperti yang kudengar sepersekian detik barusan.
“Ko, Hari minggu akhir bulan ini apa aku bisa menghadiri pernikahan temanku?” ucapku tak kalah dengan nada lebih lembut supaya tak terkesan garang. Karena aku sangat hapal bagiamana sifat dia. Dia suka wanita yang penurut dan mampu diatur.
“Dimana Zha?”
“Denpasar, apa kamu mau menemaniku?”
“Maaf sekali aku tak bisa sayang, dikejar deadline nih Zha,” jawabnya dengan sangat sopan. Mungkin ia takut akan mengecewakan aku. Nyatanya memang aku sudah kecewa, namun apa mau dikata.
“Baiklah, kalau begitu aku akan datang sendiri!” ucapku dengan nada sewot. Aku sedikit kecewa padanya. Aku sebagai orang yang spesial baginya tak pernah sedikitpun mengharapkan apa-apa darinya. Hanya sebuah perhatian kecil saja kadang sulit kudapatkan.
“Cuaca sedang tak menentu, jaga dirimu baik-baik sayang!” ujarnya sebelum mengakhiri sambungan telepon dariku.
Benar kan seperti apa dia? Pernah kah dia memikirkan bagaimana perasaanku saat ia tiba-tiba memutuskan sambungan telepon seperti tadi. Terkadang aku pun merasa sangat aneh, kenapa aku harus bersedia melakukan apa yang ia minta? Pernah terbesit suatu ketika aku ingin memupus hubungan ini. Namun lagi-lagi pria itu mampu membuatku berpikir dua kali untuk tetap mempertahankan hubungan absurb ini.
Lalu metode apa yang aku gunakan hingga aku bisa bertahan untuk waktu yang telah kuhabiskan bersamanya? Jurus andalanku adalah diam. Diam bila aku merasa tak enak hati. Tetap bergeming bila aku merasa kecewa. Tak bersuara bila aku merasa terluka.
Sebelum Sang malam makin serius dalam gulitanya, segera saja aku bersiap-siap untuk melepas seluruh penatku di dunia ini. Rasa lelah hati dan pikiran yang sedang berkecamuk jadi satu, membuatku ingin segera cepat bertemu dengan Sang peraduan. Tak perlu lama-lama lagi aku kini telah berada di kamar tidurku.
Ruangan itu tak seberapa luas, tak seperti kamar tidurku saat aku masih tinggal bersama kedua orangtuaku. Lagipula aku tak banyak menghabiskan waktuku untuk berlama-lama didalam privat room ku ini. Aku mempergunakannya hanya untuk mengisi baterai tubuhku saja.
Malam semakin larut, segera kutarik selimut pemberian mamaku saat beliau terakhir datang ke rumahku. Tak butuh waktu lama aku segera memejamkan mataku, aku merasa sedikit relaks meski Sean mengecewakan aku. Atau mungkin efek Jim Beam lah yang sedikit menenangkan pikiranku. Entah lah!
*
Cinta, dimanakah kau berada?
Diujung senja aku mendamba
Cinta, ingatkah engkau pada hati ini?
Hati yang tak pernah mendua
Cinta, kiranya kau ingin pulang
Hatiku tak pernah meradang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments