Di sebuah rumah sederhana di pinggir kota, rumah itu mulai tampak ramai dengan kedatangan orang. Rumah yang biasa sepi kini berubah begitu ramai di kerumuni orang-orang yang datang mengucapkan duka pada keluarga yang ditinggalkan.
Suara tangisan yang saling bersahutan, membuat rumah yang biasanya bersinar penuh kedamaian itu berubah sangat menyedihkan. Kematian Dara yang membuat keluarga syok, tak terkecuali ayah yang telah lama mengabaikan anak gadisnya itu. Pria itu baru datang yang ditemani dengan istri mudanya, menatap tubuh putrinya yang sudah terbujur kaku dengan kepala yang masih di ikat dengan perban.
Ada rasa sesal dalam hati Abas yang telah menyia-nyiakan anaknya demi ego dan nafsu. Tapi apa sekarang ia bisa meminta maaf? Berlahan Abas menghapus jejak air matanya yang mengalir tanpa dapat dicegah.
Sedangkan ibunya Dara, wanita paruh baya itu hanya terlihat berdiam bak patung. Air matanya bahkan tak henti-hentinya mengalir, tahu jika dirinya kehilangan putri kesayangannya untuk selama-lamanya. Tapi untuk sekarang ia bahkan tak mampu untuk berucap dengan rasa perih yang tak bisa dikatakan.
Berlahan orang-orang mulai mengangkat tubuh gadis itu untuk di bersihkan terakhir kalinya sebelum di kebumikan. Saat melihat putrinya akan dibawa, Rahma mulai berteriak histeris.
“Jangan bawa putriku! Jangan bawa dia! Dia sedang tertidur, jangan ganggu dia!” Rahma mencoba menahan orang-orang yang ingin melakukan kewajiban terakhir untuk jenazah. Tapi bagi Rahma putrinya belum meninggal, ia tak ingin ditinggalkan oleh anak semata wayangnya.
Betran yang melihat Rahma histeris, segera ia peluk, mencoba menenangkan ibu kekasihnya. Betran juga terpukul dengan meninggal kekasihnya, ia tak menyangka pertengkaran mereka akan menjadi petaka seperti ini. Andai dia tahu kemarahan Dara akan berakhir dengan kematian, ia tak akan ingin ada hari ini. Dia tak akan membahas tentang perempuan lain di hadapan kekasihnya. Dia menyesal... Teramat menyesal membuat Betran benci pada dirinya sendiri yang egois. Padahal dia tak tahu apapun tentang kehidupan kekasihnya, tapi dia datang bak seorang yang sangat tahu dan menasihati Dara.
“Tante... Sudah, tan. Biar orang-orang melakukan kewajiban mereka. Kita tidak bisa menyiksa Dara seperti ini, tan.” Betran berusaha berucap di sela tangis yang ingin pecah. Dia tahan sekuat mungkin, agar orang-orang tak lihat dirinya juga sangat hancur.
“Tidak, nak. Dara sedang tidur, dia tidak boleh dibawa. Kalian akan menyakitinya,” rahma Lagi-lagi menangis, mencoba berdiri, meskipun pada akhirnya ia tetap terjatuh di kursi roda.
Semua orang disana tak bisa menahan air mata melihat bertapa hancurnya hati seorang ibu melihat putrinya pergi untuk selamanya. Tapi disana tak akan Ada yang menyangka jika di satu ruang yang sama penyebab kematian gadis itu sedang tersenyum bahagia.
Abas mendekati Rahma, mencoba untuk menenangkan istrinya itu. Tapi pada saat melihat mata hitam itu menatap lurus padanya, Abas tak bisa lagi melanjutkan langkahnya. Ia ingin melihat sang putri untuk terakhir kali, tapi dari tadi Salsa istri keduanya mencoba untuk menahan. Dan sekarang saat ingin mendekati istri tuannya dia malah ditatap dengan penuh kebencian oleh Rahma.
‘Rahma tidak mungkin ingin di dekatnya. Dia bisa hilang kendali dan mempermalukan mu,’ Itulah yang istri mudanya sebutkan.
Sedangkan Rahma...
Kecewa? Itu sudah pasti dirasakannya. Kenapa baru sekarang suaminya mencari mereka? Disaat buah hati mereka telah meninggal, disaat putrinya sudah tidak membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Kenapa dia baru datang?
“Kenapa kau datang?” Rahma bertanya dengan lirih. Melupakan dara yang telah dibawa orang-orang untuk dimandikan, sekarang dia hanya bisa fokus pada pria yang telah membuat dirinya dan sang putri kecewa.
“Rahma...,”
“Sudah tidak ada gunanya kamu disini, Abas. Pergilah bersama keluarga barumu... Dara sudah tidak butuh ayahnya lagi....”
Abas merasa hancur berantakan mendengar penuturan Rahma. Dia mencoba memeluk tubuh wanita yang masih sah dimata hukum menjadi istrinya itu. Tapi Rahma langsung mendorongnya, Rahma langsung meminta pada Betran untuk pergi pada putrinya. Dia hanya ingin melihat putrinya saja, tapi karena takut wanita paruh baya itu pingsan, Betran terpaksa menahannya di dalam kamar bersama beberapa keluarga lainnya yang mencoba menguatkan.
****
Gundukan tanah yang masih basah itu menjadi saksi jika baru saja seseorang telah di semayamkan di bawah sana. Dan di atas sini tersisa orang-orang yang hatinya hancur ditinggal pergi oleh dia. Mereka masih menangis dengan diiringi gerimis setelah tubuh itu di kebumikan.
Rahma yang duduk di atas kursi rodanya sedari tadi tak bisa menghentikan tangisnya. Putrinya pergi... Pergi dengan cara yang menyedihkan. Sekarang hanya tinggal dia sendiri, dan dia merasa kehidupan ini sudah tak berarti lagi baginya tanpa sang anak.
“Rahma... Maaf,” tiba-tiba Abas datang mendekat padanya.
Saat orang-orang mulai pergi meninggalkan pemakaman, sekarang hanya tinggal mereka bertiga saja disana. Ya, Betran masih setia membatu ibu kekasihnya ini, dia tak mungkin meninggalkan ibu Rahma sendiri dalam kondisi seperti sekarang.
“Kami sudah tak butuh apa-apa dari kamu, termasuk kata maaf darimu. Sekian lama pergi dan baru sekarang datang... Kami bahkan tak menginginkan melihat wajahmu.”
“Buka aku yang pergi, tapi kalian!”
“Tapi kamu yang membuat kami pergi. Kamu yang menghancurkan segalanya, termasuk putri kita...”
Abas meremas erat jari-jarinya. Hancur? Benarkah dia telah menghancurkan kehidupan putrinya? Tapi bukankah mereka yang egois pergi dengan sombong dari dirinya. Bahkan gadis itu dengan angkuh berkata tak akan pernah menganggap dirinya sebagai ayah lagi. Sebagai seorang ayah dia merasa hancur harga dirinya, karena itu ia memilih mengabaikan mereka untuk memberikan pelajaran. Tapi siapa yang akan Menyangka akan berakhir seperti ini?
“Jangan lupa Rahma, kamu yang mendidik anakmu yang menjadi keras kepala dan Pembakang seperti itu!” Abas merasa kesal, “Aku tidak mengusir kalian, pergi adalah pilihan kalian. Kau yang durhaka Rahma, membangkang dan meninggalkan suami tanpa izin!”
Rahma meremas dadanya yang terasa nyeri. Kehilangan putri, dan sekarang kenapa mantan suaminya harus datang lagi dengan kata-kata kasarnya seperti dulu. Setelah menikah lagi Abas benar-benar tak pernah lagi memikirkan perasaannya, karena itu ia menyetujui Dara saat memutuskan akan pergi dari rumah mewah itu tujuh tahun lalu.
Rahma menarik nafas lelah, “pergilah kembali bersama wanita itu. Jangan mengungkit luka lama lagi... Meskipun seribu kali pun kau berkata tidak bersalah, penghianat seperti kamu tidak akan pernah mengerti.”
“Rahma!” Abas berteriak marah, pria itu bahkan melupakan jika saat ini mereka masih berdiri di makam putrinya.
Betran yang merasa tak tahan dengan pertengkaran dua manusia dewasa itu, segera angkat bicara.
“Sudahlah, lebih baik tante pulang dan beristirahat. Lagi pula Dara pasti akan sangat sedih melihat kalian bertengkar seperti ini.” Ucapnya pelan.
Abas menatap tajam laki-laki remaja yang tak ia sadari keberadaannya sedari tadi.
“Kamu siapa?”
Rahma tersenyum tipis, “pria yang sama seperti kamu, Abas. Yang membuat putriku memilih jalan kematian dari pada bertahan!”
Kata-kata ini benar-benar menusuk. Betran bahkan tersentak mendengar ucapan Rahma yang begitu sinis. Dia berpikir dengan menceritakan kejadian yang sebenarnya waktu di rumah sakit akan membuat ibu kekasihnya ini memaafkannya. Tapi ternyata tak ubahnya Dara, Rahma juga berubah menjadi benci dan menyalahkan dirinya.
“Tante... Aku...,” menggigit bibirnya gugup. Dia bisa merasakan pria yang bernama Abas itu mendelik marah ke arahnya.
“Sialan! Jadi kamu yang membuat Dara meninggal!” Abas berteriak marah, dia langsung menarik kerah baju pria bergaya preman itu dengan kasar.
Rahma yang melihat akan ada pertengkaran segera berteriak murka. Dia benci ini, saling bertengkar padahal dia dua pria yang memiliki sifat yang sama. Tak bisa setia!
“Diam kalian!” teriak Rahma lantang, “Jangan menyalahkan pemuda itu, Abas! Jika yang patut disalahkan itu Anak jalangmu itu! Dia yang sudah menggoda kekasih anakku, ****** kecil mu itu bahkan yang menghasut Betran sampai mereka bertengkar! Dan sekarang kau masih ingin mencari kesalahan orang lain!”
****** kecil?
Abas mengerti siapa yang ditunjukkan Rahma dengan kata-kata kasar itu. Dia langsung termangu dengan tuduhan Rahma pada anak keduanya.
“Tidak mungkin! Ayunda tidak mungkin melakukan itu pada kakaknya...,” Abas menggeleng tak percaya. Dia melepaskan Betran yang sedari tadi diam saja.
“Terserah padamu! Kenyataannya anak haram mu itu berhasil di didik oleh istri ****** mu. Lihatlah...,” Rahma menunjuk gundukan tanah basah itu dengan sedih, “dia bahkan lebih hebat dari ibunya.”
Pada akhirnya tangisan Rahma kembali pecah. Tak kuat lagi rasanya dia berbicara bersama Abas, Rahma langsung meminta Betran untuk membawanya pergi dari sana. Dia sudah tak sudi lagi melihat wajah seorang pria yang tega meninggalkan keluarga demi wanita yang lebih muda.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
mayra
kenapa banyak bawang di sini Thor 😭😭
2022-12-08
1
Yoni Hartati
lanjut semangat
crazy up
2022-11-23
0