Riza duduk di atas lututnya sambil mendekatkan wajahnya di perut Sekar. Tangan meraba-raba perut besar yang mengandung kedua buah hatinya.
“Anak-anak Papa, apakabar? Papa udah nggak sabar ketemu kalian.”
Sekar menatap suaminya dengan penuh cinta. Satu tangannya mengelus rambut hitam tebal Riza sementara satu tangan menopang tubuhnya yang sedang duduk di pinggir tempat tidur.
“Kalau bayi-bayi kita udah lahir, Mas nggak akan nyuekin aku, kan?” Sekar bertanya dengan nada manja.
Riza mendongak membalas tatapan istrinya.
“Nggak akan, Cinta. Yang ada kamu yang cuekin aku karena sibuk ngurusin Si Kembar.”
Sekar menjebik sambil tersenyum. Riza menaikkan tubuhnya untuk menyatukan bibir mereka. Sedikit pun ia tidak pernah bosan me lu mat bibir mungil milik Sekar. Terlebih lagi dengan kehamilannya, si bukit kembar makin terlihat seksi. Membuat hasratnya sering meluap.
Riza menurunkan zipper daster yang dikenakan Sekar lalu perlahan melepaskannya. Sekar menunduk, malu akan tubuhnya yang tidak lagi sempurna dengan perut berisi bayi kembar.
“Hei, Sayang. Kenapa?”
“Aku jelek.”
Riza mengerti bahwa emosi ibu hamil sering naik turun. Terlebih lagi di usia kehamilan yang tinggal menunggu hari. Ia mengagumi betapa tubuh wanita yang tetap lincah bekerja membantu menyiapkan pesanan, bergerak ke sana ke mari tanpa mengeluh. Walau kelelahan, Riza tahu istrinya tidak mau mengeluh. Hanya sesekali mengaduh jika si kembar menendang.
“Sayangku, kamu adalah wanita tercantik, terseksi, tergemoy bagiku.”
“Tergendut juga.” Sekar memanyunkan bibirnya, tangannya meraih kembali daster.
“Eits … no way hosey… kalau udah mulai harus dituntaskan. Apalagi kata bidan, kita harus mulai sering berhubungan untuk merangsang kelahiran bayi-bayi kita.” Riza menaik turunkan alis dengan sorot mata mesum.
“Sekarku, Cintaku, kamu itu mengandung dua bayi. Tubuhmu menjadi rumah yag aman untuk bayi-bayi kita. Justru karena ini dan inimu membesar, malah terlihat makin seksi. Tuh lihat, Si Babang mulai bereaksi.” Riza tanpa tedeng aling-aling memegang bukit kembar istrinya.
Sekar tersenyum ragu.
“Aku takut Mas ninggalin karena gendut.”
“Naudzubillah. Nggaak!” Riza bergidig tak terbayang ia membagi cinta dengan wanita lain.
Sekar menangkup wajah suaminya.
“Janji setia sama aku dan anak-anak kita karena Allah, ya.”
“In syaa Allah. Aku akan jagain kamu dan anak-anak kita. Sayang … aku udah pengin banget.”
“Ya ampun aku lupa gosok gigi,” ujar Sekar sambil pura-pura bangkit dari duduknya.
“Ngadi-ngadi, tadi kita sikat gigi bareng.”
Perlahan, Riza merebahkan tubuh wanitanya dengan posisi miring ke kanan. Posisi yang paling nyaman untuk wanita hamil besar.
“Aku cinta kamu, Sekar. Jangan pernah meragukan perasaan aku, ya …”
“Iya Mas, in syaa Allah. Mas .. mmm Sekar mau yang kayak kemaren. Enak.”
Riza tersenyum, matanya berbinar.
“Siap, Permaisuriku.”
Dengan lembut Riza mulai menyentuh istrinya. Ia ikhlas memberikan semua yang diinginkan istrinya agar mendapatkan kenikmatan maksimal.
Dirinya paham, dengan kehamilan yang menginjak trimester terakhir, Sekar tidak selincah dulu. Riza lah yang kini selalu menjadi pemimpin dalam permain ranjang mereka.
Tubuh mereka menyatu hingga mencapai puncak kemudian saling berpelukan untuk merasakan kenikmatan surga dunia yang masih menggelenyar.
“Makasi, Mas. Kata bidan, Ibu happy, bayi happy, lahirannya lancar.” Sekar berkata sambil mengatur napasnya.
“Anytime, Sayang. Sini aku pakein lagi bajunya. Udara agak dingin malam ini. Besok aja kita mandi bersih sebelum shalat subuh.”
Sekar membiarkan suaminya dengan hati-hati memakaikan daster padanya. Tak berapa lama mereka sudah berbaring berhadapan menikmati momen intim setelah bercinta.
“Mas, apakah Pak Darius sudah tau kamu sebentar lagi akan punya anak?”
“Aku yakin sudah. Ayah menempatkan orang-orangnya di sekitaran kita.”
“Oh ya?”
“Aku hanya nggak minat untuk memegang perusahaan Ayah. Tapi bukannya aku bodoh dan tidak mengenal orang-orang yang bekerja padanya serta cara kerja mereka.”
“Mas, sebegitu sulitnya kah memegang bisnis Pak Darius hingga kamu menolak singgasana yang sudah disiapkan?”
“Bisnis besar itu tidak selamanya bersih. Kadang ada langkah-langkah kotor yang harus diambil,” ujar Riza sambil menerawang.
“Aku merasa jalanku bukan di sana. Adrian lebih cocok untuk posisi itu, sambungnya sambil mengelus perut Sekar.
“Sekar belum pernah ketemu Pak Adrian. Katanya ganteng.”
“Terus kalau ketemu kamu bajal naksir sama dia, hm?” Riza mencubit pipi istrinya.
Sambil mengerling jahil, Sekar menjawab, “Kalau lebih ganteng dari kamu sih, why not?“
“Ini istri, mulutnya harus dihukum!” Gerutu
Riza yang langsung me lu mat bibir istrinya tanpa ampun. Lidahnya melesak bermain di rongga mulut hingga istrinya terengah.
Sekar memejamkan mata, menikmati hukuman yang diberikan Riza.
Setelah puas, Riza menatap netra istrinya.
“Sekar, kamu nggak akan naksir Adrian, kan? Bilang!”
“Kok kamu insecure gitu. Ya enggak lah, Mas. Sedikit pun enggak. Dia juga sepertinya nggak peduli sama kami-kami kaum bawah,” jawab Sekar sambil terkekeh menertawakan pertanyaan unfaedah yang dilontarkan suaminya.
“Ayah menyiapkan Adrian untuk jadi pemimpin. Aku rasa dia akan berhasil. Aku doakan dia berhasil.”
“Kamu orang baik, Mas. Makanya aku cinta.” Sekar mengelus wajah suaminya dengan punggung tangan.
“Walau aku tidak bisa menjelaskan, ada sesuatu dalam diri Adrian yang membuatku tak nyaman.”
“Kita doakan saja semoga Group Anantara makin maju ya, Mas. Dan juga berdoa agar Pak Darius mau menerima kita dan cucu-cucunya.”
“Sekar, kamu adalah berkah dalam hidup aku. I love you.”
“Love you, too.“ Sekar menjawab dengan mata setengan terpejam. Tak lama, Sekar pun lelap dalam pelukan kehangatan Riza.
***
Suara keras kentongan membangunkan para penghuni yang sedang lelap di peraduan.
“Kebakaran … kebakaran …!”
Riza terbangun. Ia menoleh ke arah Sekar yang masih pulas tak bergerak. Gegss ia keluar kamar, di sana Fauzan dan Arum yang memang tinggal bersama sudah berada di luar rumah.
“Riza, bangunkan Sekar. Kebakaran sudah merembet kemana-mana,” seru Fauzan sambil melesat ke kamarnya mencari barang yang bisa diselamatkan.
“Innalillaahi …” Riza kembali ke kamarnga dan membangunkan Sekar. Mereka mengambil beberapa baju seadanya dan tas melahirkan yang sudah disiapkan.
Tak berapa lama mereka berempat berada di luar rumah.
“Semua bergerak ke pinggir desa! Kita tidak bisa ke jalan raya karena beberapa bangunan sudah roboh menutup akses kita ke sana. Api mulai membesar!
Suasana kacau. Warga berlarian ke sana kemari. Desa mereka cukup padat dan perumahannya rapat. Terlebih lagi musim kemarau membuat para laki-laki sukit mengambil air dari sumur untuk memadamkan api.
Riza terus menggenggam kuat tangan Sekar. Istrinya terbatuk-batuk karena asap pekat.
“Riza, kita ke arah timur saja karena angin mengarah ke Barat.”
Riza mengangguk kini merangkul Sekar dan menuntunnya. Fauzan dan Arum mencari jalan sementara Riza dan Sekar mengikuti dari belakang.
Suasana makin mencekam. Bunyi kayu-kayu penyangga rumah yang roboh berkeletakan disertai dentuman mengiringi teriakan warga yang ketakutan.
Fauzan, Arum, Riza, dan Sekar terus menyusuri jalan desa membelah manusia yang panik berlarian ke tak tentu arah.
Hanya diterangi cahaya dari lampu hape mereka terus menuju hutan di sebelah timur desa yang menghubungkan ke desa sebelah.
“Mas, perutku sakit,” rintih Sekar sambil menggengam satu tangan Riza.
“Tahan, Sayang. Kita akan menyeberangi hutan untuk ke desa Tanjung Sari. Di sana kita cari bidan.”
Kini mereka berlari menunju hutan dengan penerangan seadanya. Fauzan dan Arum yang besar di desa itu sangat mengenal hutan yang sedang mereka lalui. Begitu juga Sekar, namun rasa sakit di perutnya membuat wanita hamil besar itu pasrah mengikuti suami dan kakaknya.
“Aaaah, Mas. Aku nggak kuat.” Sekar melorot dan terduduk. Tangannya memegangi perut yang terasa sakit luar biasa.
“Kita sudah aman untuk sementara. Semoga warga bisa mencegah api sampai ke ujung desa, kalau tidak hutan ini akan ikut terbakar,” seru Fauzan dengan napas terengah-engah.
Arum memberi minum pada adik iparnya yang kini duduk di bawah pohon besar.
“Mas, air ketuban Sekar pecah.”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Aisyah farhana
nah ulahnya s Adrian kayanya semoga semua baik" aja kak
2022-11-27
1
Arie
😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭kasian semoga gpp
2022-11-27
1