Bab. 4

Wajah Mala terlihat begitu kusut. Namun, wajar saja karena ia sedang mengerjakan tugas matematika. Dia membaca dengan seksama sambil menggigit ujung pulpen. Setelah memahaminya, ia mengerjakannya lagi. Ia sangat bersemangat mengerjakan tugasnya itu. Ia juga sudah memastikan kepada Ita bahwa ia mampu mengerjakannya sendiri kali ini.

“Yes! Akhirnya selesai juga”, ucap Mala sambil tersenyum puas sambil meregangkan otot-ototnya yang sudah tegang sedari tadi karena terus membungkuk.

Mala menyusun bukunya kembali dan memasukkannya kedalam tas. Ia berbaring di kasurnya. Begitu nyaman sekali rasanya. Ia pun memeluk gulingnya menikmati dinginnya sarung yang menyelimuti guling tersebut. Setelah puas, ia merentangkan lagi tubuhnya. Dan ia baru teringat sesuatu.

“Oh, iya tadi kayaknya ada pesan masuk deh”, pikir Mala.

Ya, saat ia mengerjakan tugas, Hp-nya memang bordering. Tapi, ia tidak memperdulikannya karena takut mengganggu konsentrasinya. Setelah dibuka ternyata itu adalah pesan dari Edo. Ia pun membaca pesan tersebut.

Malam Mala. Kamu jadi ikut ke puncak nggak?

Mala baru teringat kalau dia belum meminta izin kepada orang tuanya. Ia pun buru-buru keluar dari kamarnya. Ia menjadi bersemangat kembali. Karena akan pergi bersenang-senang dengan semua teman-temannya.

“Ma…”, panggil Mala berteriak sambil mencari sosok ibunya.

Tapi, tidak ada yang menyahut. Mala melihat Ivan sedang menonton TV. Ia pun mendekati Ivan untuk menanyakan keberadaan ibunya.

“Kak, Mama dimana?”

“Lagi ngobrol sama Bi Surti di dapur”, jawab Ivan yang tidak melepas pandangannya dari TV.

Mendengar jawaban Ivan, Mala pun segera ke dapur menemui ibunya. Dan ternyata memang benar. Ibunya sedang berada di sana sedang mengobrol dengan Bi Surti.

“Mama…”, panggilnya manja.

“Ya Mal, ada apa?” sahut ibunya.

Mala langsung mendekatkan diri pada ibunya dan memeluknya dari belakang serta mencium pipinya. Ibunya tersenyum tapi, ia juga terlihat bingung dengan tingkah Mala.

“Ma, teman-teman sekelas mau pergi ke puncak. Aku boleh ikut nggak?” tanya Mala dengan nada yang manja.

“Ke puncak? Dalam rangka apa ke sana?” tanya ibunya sambil mengerutkan dahinya.

“Kan, bentar lagi ujian nasional jadi, sebelum ujian kami mau buat acara perpisahan di sana Ma.”

“Menginap maksud kamu?”

“Iya Ma. Tapi, cuma semalam aja kok.”

Mala melihat ibunya tampak bingung. Perasaan Mala jadi tidak enak. Dalam hatinya, ia yakin pasti tidak diperbolehkan lagi. Setiap ada acara pergi bersama teman-teman sekelasnya, ia selalu tidak diperbolehkan ikut. Tapi, ia tidak putus asa untuk meminta izin kepada orang tuanya. Ia berpikir mungkin suatu saat nanti orang tuanya bisa mengerti. Tapi, sampai sekarang ia tetap tidak bisa bergabung dengan teman-temannya.

“Coba deh, tanya sama ayah”, usul ibunya.

Mala menjadi patah semangat mendengar usulan ibunya. Jelas ia tidak berani bicara langsung dengan ayahnya terlebih hal seperti ini. Ia pun menjadi resah.

“Ma…. Mama aja deh yang bilang ke ayah. Mala takut”, rengek Mala sambil menggenggam lengan ibunya.

Mendengar rengekan anaknya itu, ibunya pun tersenyum. Ia langsung menuruti perkataan Mala. Mala mengikuti ibunya dari belakang. Tapi setelah ibunya masuk ke kamar, ia berhenti lalu berbalik berjalan  ke ruang tengah untuk menonton TV bersama Ivan sambil menunggu jawaban.

Mala sudah menunggu lama tapi, ibunya juga belum keluar memberi jawaban. Mala sebenarnya sudah tidak sabar tapi, apalah daya ia tidak punya keberanian untuk menanyakan langsung.

“Kamu kenapa sih?’ tanya Ivan yang terganggu dengan kegelisahan Mala.

“Ada deh, mau tau aja!” jawab Mala jutek.

“Yah, udah abis”, kata Ivan yang melihat acara kesukaannya sudah selesai.

“Kamu mau tetap disini? Soalnya kakak mau tidur nih!”

Mala menganggukan kepalanya. Ivan kemudian pergi ke kamarnya. Mala masih berharap ibunya datang memberikan jawaban. Sebenarnya Mala sudah sangat mengantuk dan jam pun sudah menunjukkan pukul setengah dua belas.

Tapi, tiba-tiba…. Aaaaaaa!!!... Mala berteriak sambil menutup matanya. Ternyata acara di TV berganti menjadi acara misteri tentang penampakan hantu. Ia berteriak kala mendengar suara yang sangat menakutkan baginya.

“Oh iya, inikan malam Jumat”, kata Mala ketakutan.

Mala langsung mematikan TV dan berlari ke kamarnya dengan terburu-buru. Setelah masuk ke dalam kamarnya, ia langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang lalu menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya. Dan pada akhirnya, Mala pun tertidur pulas tanpa tau jawaban dari orang tuanya.

Lalu, keesokkan paginya ia baru mendapat jawaban dari orang tuanya saat sarapan.

“Ayah tidak mengizinkan kamu pergi!” kata ayahnya.

Jawaban singkat yang sangat menyayat hati. Mala tidak merespon perkataan tersebut. Ia menjadi tidak selera makan tapi, ia tetap berusaha tenang. Ayanhnya begitu cepat menghabiskan sarapannya dan langsung buru-buru pergi. Ibunya pun mengantar suaminya sampai pintu depan.

“Emangnya mau pergi kemana dek?” tanya Ivan yang penasaran.

“Kalau aku kasih tau, emang kakak bisa merubah semuanya? Ha?” jawab Mala emosi.

Ia langsung menyandang tasnya dan pergi meninggalkan Ivan sendirian di meja makan. Emosi Mala sedang dipuncaknya. Ia menarik tangan ibunya untuk bersalaman tapi, tidak mencium pipi ibunya seperti biasanya. Ia mengambil sepedanya dan langsung mengendarainya.

Di perjalanan berkali-kali ia menyeka air matanya. Jantungnya terasa sesak dan lehernya begitu terasa sakit karena rasa sedih dihatinya. Ia tidak bisa memberontak. Ia hanya bisa menangisi nasibnya yang sangat menyedihkan.

Ia menekan rapat-rapat giginya. Sangking kesalnya. Ia mengkayuh sepedanya dengan sangat cepat tapi…..Pleetaaakk!!! Bruuuukk!!! Kakinya terlepas dari pedal sepeda. Membuat keseimbangannya goyah. Tapi, ia tidak segera berdiri karena merasa tidak sanggup. Bukan, bukan karena tubuhnya yang terluka. Tapi, karena hatinya yang kecewa. Ia menangis sampai terisak-isak.

Akhirnya ia menyadari kalau tidak segera berjalan, ia akan terlambat datang ke sekolah. Ia pun kembali menyeka air matanya.

Mala begitu tidak bersemangat hari ini. Terlihat jelas dengan langkah kakinya yang begitu lemas. Matanya sembab karena habis menangis. Ia berjalan ke arah kelasnya sambil menundukkan kepalanya karena tidak mau orang-orang melihatnya yang baru saja habis menangis.

“Hai, Mal!” sapa Ita saat melihat Mala masuk ke dalam kelas. “Kamu kenapa? Tumben nggak datang lebih awal? Terus lesu amat sih kamu? Oh ya, kamu udah nyiapi apa aja untuk ke puncak nanti?” begitu banyak pertanyaan yang Ita ajukan.

“Aku nggak ikut”, jawab Mala singkat dan datar.

Mala lalu meletakkan tasnya di meja dan di lanjutkan dengan meletakkan kepalanya di atas tasnya. Ia sungguh sangat tidak bersemangat.

“Hah? Kenapa? Kamu nggak di bolehin pergi lagi ya? Yah, padahal inikan acara perpisahan.”

“Nggak tau ah!”

“Yah Mal, jangan marah gitu dong.”

Di kelas Mala dan Ita melihat teman-temannya sedang berkumpul seperti sedang membicarakan sesuatu yang serius. Ita sih penasaran tapi, Mala kelihatannya acuh saja tuh. Mala hanya berdiam saja di bangkunya. Rasanya ia ingin bolos sekolah seharian ini saja.

Kemudian, Ita mencoba ikut bergabung untuk mengetahui informasi yang sedang di bicarakan oleh teman-temannya. Lalu, Mala menyingkirkan tasnya dan melipat tangannya di atas meja sebagai tumpuan untuk kepalanya.

“Mal”, panggil Ita.

“Hm”, jawab Mala malas.

Ita menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya itu. Memang kalau sudah badmood, Mala susah diajak ngobrol sama siapa pun.

“Ada kabar duka nih”, kata Ita memberi tahu.

“Hah? Kabar duka apa?” tanya Mala terkejut. “Emangnya orang tua siapa yang meninggal?”

“Bukan orang tua Mal, tapi teman kita.”

“Apa? Siapa?”

“Alan.”

***

 

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!