“Na, na-na-na-na-na-na-na ...”
“Na, na-na-na-na-na-na-na ...”
“ Ayye! Ayyehhh!”
“Mina! Kau masih belum selesai juga hah? Sudah jam berapa ini?!”
“Eomma jamkkanman! Aku belum selesai memakai bedak.” Jeda 2 detik dan tunggu ..., 1,2,3!
Plak!
Meski sering di getok pake tiang sapu, kemoceng, centong nasi bahkan raket nyamuk si Abang, aku tetap setia! Setia membela setiap hal yang berhubungan dengan idol. Kalau sedang menyetel salah satu lagu, maka harus di selesaikan saat itu juga. Namanya juga harus menghargai sesuatu yang kita suka kan? Meski Kai tidak tahu apa yang sedang kuperjuangkan untuknya, but it’s okay! Anggap saja cinta dalam doa.
“Eomma!!?? Kau kira ibu ini sudah bau tanah? Sudah oma-oma, mau mendoakan supaya ibu cepat mati yah?”
Tuh kan! Selalu seperti itu. Padahal jika ibu sering nonton drakor sedikit banyaknya mesti hapal. Apalah daya, katanya ia lebih suka dengan sinetron lokal beribu episode pun tak masalah! Melilit, melingkar, tegak, lurusnya jalan cerita terus dihantam. Hadeuhh ...
“Eomma itu artinya ibu, bukan oma-oma tua seperti yang ibu bilang loh.” Kucoba menjelaskan meski percuma.
“Pakai bahasa sendiri kenapa? Apa bagusnya bibir monyong-monyong kalau tidak mahir? Sok-sok an bahasa Korea, bahasa sendiri saja tidak lulus!”
Aku tahu maksud ibu baik, menyindir seseorang secara terang-terangan terlebih lagi kepada putrinya sendiri. Maklum, korban pelampiasan lelah hanya pada kami, orang rumah. Karena sudah rapi, ibu juga kembali mengurusi alat perang di dapur, tinggal memasang sepatu kesayanganku dan berangkat ke tempat ayah. Biasanya aku menggunakan sepeda ontel peninggalan kakek untuk menempuh perjalanan yang jaraknya hanya sekitar 1 km dari rumah. Toko itu adalah toko kain warisan turun temurun dari kakeknya kakek ayah, terus turun ke ayahnya ayah alias kakekku, dan sesudahnya dipegang ayah. Emang agak belibet juga sih, tapi percayalah ini kejujuran.
“Eomma!! Aku berangkat!”
“Iyaaa! Bantu ayahmu dengan benar, jangan malah keluyuran!”
“Siap Bu!”
Hehe, soalnya kemarin ketika toko sedang ramai, muncul Arin dengan bujuk rayu akan mengajakku makan bakso favorit kami di kios depan dengan syarat dia harus ditemani bertemu gebetannya sebentar. Dasar tidak setia! Dia menghianati Oh Sehan sejak dahulu kala. Setiap ada seorang kenalan berwajah sipit, dagu lancip, and goodlooking, Arin menganggap akan mirip Oppa korea meski copy paste perbedaannya jauh di atas rata-rata. Kira-kira 11 : 50 lah, paling hoki 11 : 12 -an, tapi jarang.
“Aku memang pecinta EXE Na, tapi itu cukup di dunia virtual saja. Kita kan tidak bisa tidak menikah hanya karena cinta sepihak ini. Mereka juga pasti sering kencan buta, punya pasangan sesama idol. Nah apalah kita? Bukan lagi remahan rengginang dalam kaleng roti, melainkan sisa seres kue bolu di atas piring, itupun sudah basi pula!” ucapnya saat kutentang hubungan mereka. Katanya gebetan itu bawa teman yang gak kalah jauh soal ketampanan, idih apaan? Sipit-sih sipit, tapi bukan karena hasil karya seni sengatan lebah juga kali.
“Kau kok bisa bilang begitu? Nanti jika muncul Oh Sehan di depanmu, trus kau punya pacar gimana? Menyesal gak tuh!?”
“Aishhh! Itu nanti saja di pikirkan! Jangan tambahi pikiranku dengan dunia halumu yang hyper luar biasa. Pokoknya kau juga harus mulai mencari teman hidup lah, cinta bodohmu itu mustahil! M-u-s-t-a-h-i-l!”
Memang aku sangat marah, yang dikatakan Arin benar sekali. Hanya mencari itu bukan segampang mencari tutut di empang. Untuk saat ini setia saja cukup, tidak bisa menjaga kesetiaan ya sudah! Tak perlu menjudge orang lain supaya melakukan hal sama jika aku saja tidak pernah keberatan. Malam Minggu sepi? No! Cukup nonton MV my hot Kay juga segala dokumenter media sosialnya sudah membuat malamku berwarna, plus bonus mimpi indah setelah terlelap.
“Woyy Mina-ya! Pulang jam berapa?”
Huwaaaa terkaget!
Baru saja mengingat Arin, si gadis tengil itu sudah nongol di depan jendela, tempat biasa aku mengambil jalan memotong supaya lebih cepat sampai ke pasar.
“Setelah toko tutup. Ada apa? Jangan ajak aku bertemu si Jun-gu itu lagi! Tidak level!”
“Ihhh sok jual mahal! Padahal dia juga lumayan dan belum tentu suka padamu kali. Tapi kemari ...”
Arin membungkuk hendak berbisik, “Bukan Jun-gu yang akan datang, tetapi copy-an Jiny!”
Seketika aku merinding hebat. Jin? Jin Qhorin? Jin penunggu pohon asem? Atau Jin pesugihan yang lagi santer dibicarakan para tetangga di warung sayur? Berkat penelitian eomma.
“Heh! Kalau mau nyomblangin itu yang warasan dikit! Kau saja yang jadi Jasmine sebagai pasangan si jiny. Aku mah ogah! Biarin cuma bisa cium-cium poster oppa asalkan tidak aneh-aneh sepertimu!”
“Duhh! Kau bodoh apa lamban sih?” Arin menggerutu kesal.
“Bukannya bodoh dan lamban itu sama aja?”
Mungkin wajah ini sudah pencerminan dari kata bodoh itu sendiri.
“Bukan jin yang makhluk halus loh! Idol sebelah yang gak kalah areumdaun sama idol kita.” Gadis itu berdiri tegak, berputar 180 derajat hingga punggungnya menjadi tontonanku di balik jendela. Perlahan bahu Arin bergerak teratur dari kanan ke kiri, lalu dengan sok cantik melirik ke arahku sambil bersenandung, “Uwooo, uwo-uwo-uwo-ooooooo ...”
Nah ini baru jelas!
“Uwooo, uwo-uwo-uwo-oooooo ...” tanpa sadar mulut ini juga ikut bersenandung. Oh maksudnya Jiny yang gantengnya minta ampun itu? Yang wajahnya kalem polos namun bisa membuat meleleh kaum hawa di seluruh dunia? Jinjja? Tidak dipungkiri semua grup idol memang kami suka, tapi EXE-lah yang paling melekat di hati tersebab my hot Kay ada di sana.
“Nah itu! Jiny BTW! Yakin gak mau?”
“Kalau begitu sih mauuu ... Tapi betul bukan di sengat lebah lagi kan?” perasaan ini sungguh was-was bin trauma di dekati makhluk jadi-jadian macam Jun-gu.
“Ani! Tentu saja natural dan tampan.”
“Boleh tuh. Tapi tidak bisa hari ini. Kau tahu kan demi tiket konser kita, aku harus bekerja sekeras apa? Ibu sudah tahu lagi, aku keluyuran pada saat toko ramai.”
“Tenang saja! Malam gimana?”
Mata ini membulat sempurna. Apakah bisa? Mengingat ayah dan ibu tidak akan mengizinkan keluar malam lebih lama selain di malam Minggu. Jika memanfaatkan waktu yang sebentar itu paling banter cuma sampai alun-alun makan karedok dengan boba.
“Aku tahu apa yang kau pikirkan, tenang kita ketemuan di alun-alun jam 8 malam, sejam lumayanlah. Jam 9 bisa pulang tepat waktu supaya tidak dimarahi.”
“Oke juga! Tapi masalahnya kalau di dekat sini kan guys, ada si Abang rese! Tahulah gimana berurusan sama dia, apalagi kalau lihat kita sama Jin dan Jun, mau bonyok berapa muka mereka?!”
“Itu gamp ...”
“Minaaaaa!! Sampai jam berapa lagi kalian bergosip? Ayahmu sudah menunggu dan segera pulang untuk makan siang, Cepat pergi! Se-ka-rang!”
Teriak ibu tiba-tiba dari jendela kamarku karena letaknya pas sekali dengan jendela kamar Arin. Bersebelahan, tempat paling asyik menatap bintang dan tentunya sambil berkhayal.
“Lihat? Nyonya Lusi marah besar, sudah dulu yah! Nanti chat saja bagaimana jadinya.”
Buru-buru kukayuh sepeda, jangan sampai ibu malah keluar dan merepet mengiringi sepanjang jalan. Bisa kecelakaan nanti. Maksudnya sepeda ontel kakek bisa oleng trus nyebur ke selokan tepi jalan besar.
Pasti akan sangat memalukan!
“Daaahhh!” balas Arin, gadis itu ... Benar-benar, kami ini bagai pepatah : sahabatku, cerminanku.
Bukankah kami serupa? Ayeeee!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments