Bab 4. Pertemuan Tak Disangka-sangka

Sehabis Maghrib, aku menyempatkan diri memandangi foto suami lama-lama, hebat juga ternyata, tidak ada rasa kantuk atau bosan. Mianhae, Oppa jangan risih melihat wajahku memplototimu yah? Entah bagaimana nyaman begini terus, tapi kalau ada kau di sisi ini lebih nyaman lagi.

Tok! Tok!

“Pssstttt! ... Pssttttt!”

Terlonjak kaget, sialnya suara itu malah datang dari arah jendela. Kerjaan siapa lagi kalau bukan Arin? Mengagetkan saja. Dengan malas, perlahan bergegas ke arah jendela dan membukanya lebar.

“Hayuuu cepat!”

“Hah? Ke mana sih?” rasanya malam ini tidak ada janji dengan Arin. Terus kenapa ia datang dari jendela kamar, bukan pintu depan? Nah ini! Pasti ada rencana licik si gadis genit itu. “Ketuk pintu depan saja kenapa? Aku kira kamu penyamun atau tukang ngintip gituh!”

“Udah jangan banyak cingcong lagi! Buruan, mas Jin Sama Jun udah nunggu di alun-alun sana.”

“Bukannya kamu bilang mereka datang bukan sekarang juga yah? Gimana sih? Aku juga belum dandan kali, belum memoleskan se-senti bedak pun, hanya lip balm yang sudah.”

“Iya begitu saja cantik! Ayo buruan keluar makanya!”

“Eh bentar! Ibu sama ayah bakal curiga nanti. Kamu gak takut kita diomeli? Sudah minta izin Tante sama om?”

Arin menggulung rambut panjangnya dicepol tinggi. Melihat persiapan dirinya yang super dandan, kelihatan sekali dia mau cantik sendirian. Tidak bisa apa via chat saja sebelum 10 menit keluar kan masih bisa sekedar memoles lipstik dan foundi. Dasar licik!

“Dengar Mina-ya ... Begini saja cantik natural, pasti mas Jiny suka. Kalau gak percaya makanya ayo!”

“Ya udah. Tunggu sebentar oke?”

Harus persiapan strategi sebelum ibu meletuskan perang dunia keempat. Bantal guling diposisikan tepat seperti aku ketika tidur. Tak lupa selimut sampai batas wajah dan terakhir ... Sebelum mati lampu, tebalin gincu peach favoritku.

“Nah, begini baru cantik!”

“Heh! Sudah belum? Keburu mama sama ayahku gempar juga tahu. Pokoknya strategi kita sama.” Arin berceloteh tanpa henti, padahal tidak ada suara yang keluar, bisikan pelan.

“Mmmhhpok!” gincu ini melekat sempurna. And for the last step ... Matikan lampunya! Jadi nanti kan ibu selalu memeriksa keberadaanku menjelang tidur, biasanya hanya sampai pintu saja, tidak sampai memeriksa lebih detail apakah yang di atas kasur adalah Mina, putrinya, atau orang lain. Bersyukur ibu tidak serajin itu.

Sambil menenteng sendal ke arah jendela, Arin menerimanya supaya tidak kentara bunyi berisik di dalam kamar. Setelah berhasil, giliranku sekarang untuk keluar lewat jalur darurat tersebut, hasil ajaran Arin itu namanya.

“Huuufftthhh! Mendebarkan tapi asyik. By the way, jika ibu dan ayahku tahu, juga mama dan ayahmu ... Bisa habis kita berdua di penjara bawah tanah lain kurungan. Jadi kalau kedapatan, cari alasan masing-masing tanpa melibatkan satu sama lain oke?”

“Aman!” Jawab Arin antusias.

“Sekarang masalahnya ke alun-alun naik apa? Gak mungkin jalan kaki malam-malam begini.”

“Ah betul ... Uhmmm!”

Apa sih? Arin sebenarnya mau ketemuan apa mau yoga? Kepalanya miring-miring ke arah samping tanpa arti yang jelas. Biar saja, biar nanti leher itu patah supaya berhenti mempermainkan otak orang. Soalnya otakku ini diciptakan untuk berpikir hal yang pasti lagi mudah, bukan penuh teka-teki.

“ Ahhh jinjja! Kau itu bodoh sekali. Lihat itu sepedamu terparkir dodol!”

Ah sepeda ontel kakek. Kenapa baru terpikirkan sekarang? Tapi apa iya ke alun-alun bertemu cowok, tanpa dandan terus naik ontel? Bisa dianggap cewek zaman old dong kami. Hari gini, naik sepeda ontel model lama pula, apa kata dunia?

“Aku tahu apa yang sedang dipikirkan otak kecilmu itu, kata mama untuk mengetahui sejauh mana ketulusan hati seseorang pada kita, yah berani tunjukkan apa adanya diri sendiri, mau keburukan, kelebihan tetap itu bagian dari diri kita kan? Jadi buat apa malu? Kita cantik lagian, tanpa naik mobil atau motor aura princess ya tetap keluar.” Jelas Arin. Pertanyaannya, kenapa dia berkata seperti itu? Jawabannya sudah jelas, karena ia dandan cantik! Sementara aku? Sudahlah ...

“Oke-oke, naik!”

Gerakan cepat, saatnya memanfaatkan waktu, bukan membuang waktu. Berdebat dengan Arin bisa berjam-jam tanpa tahu hasil akhirnya seperti apa. Meski tidak terlalu jauh dari pasar, alun-alun memang selalu ramai oleh pemuda dan pemudi bergerombol sekedar nongkrong. Di dukung suasana ceria akibat berdirinya banyak angkringan kaki lima bervariasi sepanjang jalan memungkinkan orang-orang berburu jajanan di malam hari.

“Alun-alun di mananya mereka?”

“Sebentar!” Arin mengecek hp, “Kita di suruh tunggu kursi sebelah kiri. Mereka sedang membeli makanan untuk kita semua.”

“Cocok!” seruku sambil terus menggowes sepeda. Semangat karena ada makanan adalah kebahagiaan paling nyata di dunia ini, apalagi ditraktir gratis oleh orang lain, berasa dapat durian runtuh. Akhirnya, setelah memarkirkan sepeda, kami memutuskan duduk terlebih dahulu. Tidak mungkin terus berdiri menunggu duo Jin dan Jun datang.

“Aku deg-degan Rin, kali ini rasanya lebih nyata.”

“Pasti, kan sudah kubilang mas Jiny bakal datang.”

“Semoga bukan Jin gunung yah.”

Lelaki tadi siang yang kutemui mulai terbayang di kepala, seseorang yang paling mirip dengan Jin adalah pria itu, kalau masih ada, pasti di bawahnya lah. 11 : 30.

“Kau yakin mereka datang? Jangan-jangan hanya bualan semata.”

“Jangan bawel deh! Sabar kenapa.”

Di sudut kanan penerangan agak gelap, muda-mudi biasanya banyak berkumpul memojok secara berpasangan, sebagai rahasia umum tahulah maksud dan tujuannya. Namun tak kalah sepat ketika mata memandang adegan yang bahkan diriku saja belum pernah melakukan hal sedekat itu. Seperti malam ini, di depan mata seorang lelaki mengelus-elus rambut sang pacar sambil mengobrol asyik tanpa tahu malu meski di tengah kota. Kutebak, dia itu tipe lelaki buaya dengan jurus andalan maut berupa gombalan-gombalan alay, dasar bocah cilik!

“Iri yah?” tanya seorang lelaki lewat.

“Iri sedikit, banyaknya mikir.” Jawabku terus terfokus pada pasangan tersebut.

“Hmmm, ngomong-ngomong ini minuman untukmu!”

Lah? Kok? Mas-mas tidak dikenal tidak boleh sembarangan memberi pada orang lain dong! Nanti dikira orang sebaik itu adalah penculik anak, pelaku cabul dengan motif memberi minuman padahal di campur obat bius. Bagaimana tidak bisa berfikir negatif?

“Maaf mas, aku tidak menerima apa pun dari orang tidak dikenal.”

“Oh ya, kenalkan nama saya Juan!”

“Beneran mau ke ...?!” astaga! Mas Jiny? Benarkah itu kau yang sore tadi hampir membuatku gagal ginjal? Mas Jin yang membeli se-roll kain batik itu? Daebak!

“Nama kamu?” ia tersenyum manis memamerkan barisan gigi yang rapi tanpa cela. Wajahnya lebih jelas karena sudah tidak memakai topi lagi. Dan percayalah! Dia itu ganteng! Umur ditaksir sekitar 25 tahunan. Cukup ideal menjadi pendamping hidupku. Eh??

“Namanya Mina Kak! Aramina Dwi Fasya!” teriak sahabatku heboh. Rupanya dia sudah mencari tempat lain dengan si Jun. Pantasan! Nyamuk selalu tersisihkan ketika dua pelaku utama sudah terlindungi obat nyamuk. Arin bodoh, kenapa tidak bilang mas Jin-nya mas yang kutemui tadi?

“Nama kamu siapa dek?”

Dipanggil adek? Aku rasa malam ini sangat hoki setelah memandangi poster Bebe Kay lama-lama. Dada bergemuruh hebat, deg-degan parah, juga keringat dingin mengalir deras. Menurut buku yang sering kubaca, mungkinkah ini gejala serangan jantung? Tidak mungkin! Aku ini masih usia belia, tidak pantas mendapat penyakit seberat itu.

“Dek?”

“Jantungku mau copot mas ...” (hasil omongan tanpa sadar).

Mas Juan terkekeh pelan mendengar igauanku. Menyerahkan sebotol minuman dan menenggak minumannya sendiri. Sampai beberapa lama hanya dihabiskan oleh senyap, saling diam tanpa menyapa. Salahku juga enggan menjawab, padahal dia berbaik hati untuk kenalan.

“Maaf mas Juan, na-namaku Mina.”

“Sudah tahu. Anaknya pak Hermansyah kan? Mbak penjaga toko batik tadi?”

Terpaksa mengangguk, “Ya, itu saya mas. Tidak menyangka bertemu di sini, sebagai nyamuk pula ...”

“Tidak apa-apa, Jun adalah sepupuku paling akrab. Tampaknya dia sangat menyukai temanmu, Arin. Jadi mohon bantuannya melancarkan hubungan ini.”

“Baiklah, tidak apa-apa.”

Apa sih yang tidak buat kamu? Seluruh jiwa raga pun akan kuberi asalkan ada kejelasan, percayalah digantung itu rasanya tidak enak banget!

Eakkkkk!!!

“Senang bertemu denganmu, Mina.”

“Senang bertemu mas juga.”

Begitulah awal perkenalan ini bermula, mas Jiny dan Juni, eh??

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!