Aku menidurkan Zain terlebih dahulu sebelum bergelut dengan aktivitasku pada malam hari. Dengkuran halus terdengar lalu aku menoleh pada anak ku rupanya dia sudah tertidur lelap.
Aku beranjak dari kamarku lalu berjalan menuju arah kamar ibu. Kemudian mengetuk daun pintu kamarnya. Butuh beberapa kali aku mengetuknya pintu itu baru terbuka. Tampak ibu seperti baru bangun tidur, dia berusaha membuka matanya serta menguap di depanku.
"mau apa sih bangunin ibu?" tanya ibu yang terlihat kesal. Dia kesal karena tidurnya di ganggu olehku. Aku heran kenapa ibu sudah tidur padahal jam masih menunjukan pukul tujuh malam, masuk waktu isya saja belum. Apa dia tidak sholat isya terlebih dahulu? pikirku.
"bukannya malam ini kita mau bikin kerupuk lagi ya Bu?" tanyaku langsung. Aku tidak mau ber basa basi, karena ibuku bukan tipe orang yang enak di ajak ngobrol atau di ajak becanda.
Ibu menguap lagi di depanku, kemudian mengucek matanya.
"ibu ngantuk banget Nur, ngga kuat kalau di paksain. Kamu bikin kerupuk sendiri aja ya. Lagi pula kerupuk yang tadi malam di buat kamu sendiri yang merusaknya jadi kamu harus tanggung jawab sendiri.
Ibu kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintu setelah menyuruhku membuat kerupuk sendiri. Aku menghela nafas berat. Lalu, menyeret kedua kakiku menuju dapur.
Tiba di dapur, aku membuka tudung saji. Aku harus makan terlebih dahulu agar bertenaga untuk membuat kerupuk setelahnya. Ku lihat sayur kangkung serta goreng tempe yang ku masak tadi sore masih utuh. aku memakannya dengan lahap karena memang merasa lapar. aku habiskan sayur kangkung itu karena aku tidak mau membuang buang makanan. Namun, goreng tempe ku sisakan empat potong untuk sarapanku besok pagi karena goreng tempe tidak akan basi tinggal menggorengnya kembali.
Setelah selesai makan, aku segera mempersiapkan bahan bahan untuk membuat adonan kerupuk terlebih dahulu. Setelah selesai membuat adonan, aku menyalakan tungku kayu karena aku harus mengirit gas elpiji. Aku mengukus setiap adonan satu persatu karena tempat mengukusnya kecil jadi tidak bisa menampung jumlah yang banyak. Setelah itu, aku mulai menggiling sedikit sedikit adonan yang sudah di kukus menjadi bentuk pipih dan tipis. Butuh waktu yang lama membuat kerupuk tersebut apalagi aku membuatnya sendiri. Rasa kantuk mulai menghinggapi kedua mataku. Namun, aku harus menahannya hingga selesai karena memang harus selesai malam ini agar besok pagi bisa langsung di jemur. Hingga sampai pukul dua dini hari aku baru selesai mengerjakannya.
Begitu lah rutinitas ku sebelum tidur. Hampir setiap malam aku membuat kerupuk untuk di jual di beberapa warung dan hasil keuntungannya untuk makan sehari hari kami serta bayar arisan ibuku.
Ayam berkokok mengusik tidur ku. Aku berusaha mengejapkan mataku yang terasa lengket sekali. ku lihat Zain masih tertidur pulas di sampingku lalu menoleh pada jam yang menempel di dinding kamar sudah menunjukan pukul setengah lima subuh. Suara adzan pun berkumandang. Lalu, aku menyeret kedua kakiku untuk mengambil air wudhu terlebih dahulu.
Setelah selesai sholat, aku ke dapur lalu mencuci piring, memasak air. setelah itu mencuci pakaian dengan mesin cuci. mesin cuci yang ku beli dengan uangku lima tahun yang lalu. Aku bersyukur mesin cuci itu masih berfungsi dengan baik sehingga membuat aku tidak terlalu capek mencuci pakaian.
Aku menggoreng telur untuk sarapan Zain serta menghangatkan tempe yang ku sisakan tadi malam untuk sarapanku.
"kamu masak apa nur? tanya ibuku di belakang sambil membuka tudung saji. Aku tau dia baru bangun tidur terlihat dari rambutnya yang masih acak acakan.
"kok belum ada apa apa nur?" tanyanya lagi dengan nada kecewa.
"Belum ada tukang ikan yang lewat Bu," jawabku.
"terus, itu kamu lagi goreng apa?"
"goreng telor buat Zain dan goreng tempe sisa semalam.
Terdengar ibu menghela nafas kasar."kalau bukan aku yang belanja, kayaknya di meja ngga pernah ada makanan. Terus kulkas kosong terus ngga ada isinya."
Aku tau ibu menyindirku. Tapi, apa dia tidak mikir bagai mana aku bisa berbelanja kalau hasil dari penjualan kerupuk saja dia yang memegang semuanya selama ini. Ibu selalu berpikir bahwa aku memiliki uang dari suamiku. Tapi, aku hanya bisa diam saja mendengar sindirannya.
"ya sudah sana kamu beliin ibu bubur ayam aja. Ibu udah laper banget ini," ucapnya. Ibu menyuruhku membelikannya bubur tapi tidak memberikan ku uang dalam arti dia menyuruhku membelinya menggunakan uangku.
Aku mengangguk tanpa bicara. Aku mengambil sebuah mangkok lalu bergegas menghampiri Zain yang sedang bermain kelereng di ruang tv. Tapi, saat aku mengajaknya dia tidak mau karena lagi asik memainkan benda kecil tersebut.
"Nurii.......cepetan beli buburnya, lama amat sih," teriak ibu di dapur.
"ya Bu."
Ku tinggalkan Zain yang tidak mau ikut denganku, biarlah, dia sedang anteng dengan mainan barunya.
Aku berjalan menuju warung bubur yang terletak tidak jauh dari rumahku. Hanya selang beberapa rumah saja. Tiba di sana sudah banyak orang yang mengantri membeli bubur tersebut, karena di tempatku hanya itu satu satunya penjual bubur ayam. Aku pun ikut mengantri. Cukup lama aku menunggunya hingga tiba giliran ku.
"Bu Minah, saya pesan bubur satu. Ini mangkoknya." aku menyodorkan mangkok yang telah ku bawa dari rumah pada wanita bertubuh subur tersebut. Penjual bubur serta gorengan.
"tumben kamu beli bubur Nur? biasanya ngga pernah beli bubur saya."
Aku tersenyum tipis mendengar ucapan Bu Aminah." iya Bu, bubur untuk ibu."
"oh, bubur untuk ibumu. Oya ibumu punya utang lima belas ribu. Dua minggu yang lalu dia makan bubur serta gorengan di sini belum bayar. Orang nya aja ngga nongol nongol kesini lagi."
Aku tersentak, apa ibu sengaja menyuruhku membeli bubur untuknya agar sekalian membayarkan hutangnya? pikirku.
Bu Aminah sudah menaruh bubur di mangkok yang ku bawa dari rumah lalu menyodorkannya ke arahku.
"ini nur buburnya."
Kemudian, aku menyodorkan selembar uang berwarna biru padanya lalu dia meraihnya dari tanganku.
"total dua puluh lima ribu ya nur, bubur sepuluh ribu dan hutang ibumu lima belas ribu. Jadi kembaliannya dua puluh lima ribu," ucap Bu Aminah sambil menyodorkan uang kembalian ke arahku
Aku tersenyum kecut, uang nafkah suamiku berkurang lagi dan tersisa seratus lima puluh lima ribu.
"terima kasih Bu," ucap ku. Lalu, aku bergegas pulang ke rumahku.
Tiba di rumah, aku mendengar suara teriakan keras ibuku dan suara tangisan Zain. Aku tersentak dan dadaku berdebar kencang. Aku takut telah terjadi apa apa dengan anak ku, Zain. Aku bergegas masuk dan menemui Zain di ruang tv. Aku mendapati ibuku sedang memukuli pantat anak ku yang menangis histeris. Pupil mataku melebar, aku terkejut sekali. Bagai mana mungkin seorang nenek dengan tega memukuli cucu nya sendiri yang belum mengerti apa apa.
"ibuu....hentikan Buuu." Aku berteriak lalu segera menaruh bubur ayam itu di sembarang tempat. Entah tumpah atau tidak aku tidak tau karena aku panik melihat anak yang ku sayang di pukuli pantatnya.
Aku berlari dan meraih anak ku yang sedang nangis lalu menggendongnya dan menjauhi ibuku.
"Kenapa ibu tega memukuli Zain, cucu ibu sendiri?" ucapku sambil mengelus elus punggung Zain menenangkannya.
"tega kamu bilang, apa dia ngga tega melempar neneknya dengan kelereng. Lihat jidat ku lihat ini, untung ngga bocor," ucap ibu dengan berapi api.
Aku melihat pada kening ibuku, memang ada sedikit benjolan di keningnya.
"tapi Zain masih kecil Bu, dia belum mengerti apa apa, lagi pula mana mungkin Zain melempar ibu dengan kelereng?" aku membela anak ku. Rasa nya tidak percaya saja atas apa yang di katakan oleh ibuku. Zain masih terlalu kecil mana mungkin dengan sengaja melempar kelereng tersebut ke neneknya.
"oh, Jadi kamu pikir ibu bicara bohong, lalu ini apa buktinya? masa iya ibu sendiri yang melemparnya ke jidat. apa kamu pikir ibu udah ngga waras?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
ciru
yg sabar ya nur ! Author pasti sudah siapkan masa depan yg cerah untuk mu
2023-06-24
2
ciru
ibu kandung rasa ibu tiri
2023-06-24
0
Yuyun Sri
suaminya kok ndak ada ya,,, pa merantau ke kota.. 🤔🤔🤔
2023-06-16
1