''Katakan, berapa hari kamu di skorsing oleh pihak kampusmu?" tanya sang Ayah langsung ke inti persoala, dengan raut wajah sedatar mungkin, bukan kilatan kemarahan yang terlihat dari rona sang Ayah, matanya begitu sayu, seolah menampakan kelelahan yang amat sangat. Ya ia lelah karena hatinya selalu berperang antara benci dan sayang, akibat ulah putri tercintanya yang sudah terlalu sering melakukan kesalahan.
"Mmm, anu Pi, Papi dapat surat itu dari mana?" Ross malah balik bertanya, menuduk sesekali matanya melirik Dev. Sementara jemari kedua tangannya *******-***** bagian bawah bajunya.
"Tidak penting kamu tau Papi dapat surat itu dari mana. Papi sudah lelah Ross, Papi sudah cape. Mau sampai kapan kamu seperti ini?, dan kenapa kamu pukuli gadis itu sampai babak belur bgitu?. Dan kamu tau anak siapa yang kamu pukuli itu?" jedanya sebentar, lantas melanjutkan kalimatnya.
"Dia anak relasi bisnis Papi Ross. Untung orang tua mereka tidak memperkarakan 'mu ke jalur hukum, karena Ayah 'nya sahabat baik Papi. Kamu ini cewek Ross, Rosdiana Putri Devindra." ucap 'nya menambah tekanan volume suarnya beberapa oktaf. Lalu melanjutkan, sembari berjalan perlahan memutari tubuh sang putri yang berdiri mematung.
"Kamu ini prempuan Ross, tapi knapa sifatmu bar-bar begini?" ujar Dev lalu kembali duduk di sofa dekat dinding pembatas.
"Ross kesel Pih sama dia, habis 'nya dia sering ngebully temen deket Ross Pih, puncaknya Ross gak bisa nahan sabar sewaktu dia menyiram temen Ross itu dengan air comberan, Ross gak bisa diem kalau ngeliat kedzoliman di depan mata Ross. Apalagi orang yang di dzolimi itu kenal dan deket sama Ross Pih.'' jawab Ross masih dengan kepala menunduk mnjelaskan.
Deg!!!
Hati sanjaya benar-benar tersentuh dg ucapan Putrinya. Ternyata di balik sifat ber - barnya lebih besar sifat kepeduliannya terhadap sesama, bangga tentu saja hati Dev mersa bangga.
"Tapi bukan dengan cara lebih kejam dari dia juga Nak, samapi-sampai anak gadis orang di opnam di rumah sakit. Banyak cara yg lebih elegan dan efisien untuk menegur sifat buruknya gadis itu." ujar Devindra lagi.
Lalu Ross mulai mendekat pada sang Ayah serta ikut duduk di sofa.
"Pokoknya Papi sudah buat keputusan." lanjut sang Ayah.
"Hah, keputusan, keputusan apa Pih?" tanya Ross dengan raut muka khawatir, namun tetap tak meninggalkan kesan cantik dan imut.
"Papi akan menikahkanmu dengan lelaki pilihan Papi." sambung Dev lagi.
JDERRRR!!!.
Bak mimpi di sing bolong, hati Ross benar - benar shock. Bagimana ia akan menikah, lalu dengang sispa?, ganteng kah?, tajir atau enggak?,cinta atau enggak?, itulah isi hati Ross saat ini.
"Apa Pi?, nikah?. Aku kan masih kuliah dan belum kepikiran sama sekali Pi." protes Ross sambil menggoyang - goyangkan tangan sang Ayah.
"Aku juga pengen berkarir dulu sebelum aku nikah, dan ini yang paling penting aku juga pengen bahagiain Mami sama Papi." cicit Ross berharap sang Ayah membatalkan keputusannya.
"Dengan apa kamu ingin membahagiakan Mami sama Papi?"
Deg,,.
Pernyataan 'nya benar-benar membut diri 'nya terpojok, akhirnnya Ross hanya mampu menggelengkan kepalanya lalu berucap.
"Gak tau Pi." ucap Ross dengan nada manjanya.
"Ok!!, kalau kamu pengen liat Papi sama Mami bahagia, kamu harus nikah dan cepat kasih kami cucu. Gimana??" tanya Dev kembali.
"Tapi Pi??" sela Ross lagi.
"Gak ada tapi - tapian kalau kamu menolak keputusan papi, segala fasilitas, baik mobil, kartu kredi dan semuanya akan Papi sita. Gimana?" ucap Devindra menegaskan.
Bukan 'nya menjawab malah Ross tiba-tiba berdiri den menghentakan kedua kakinya, kemudian berjalan hendak menuju pintu keluar,l. Setelah pintu di bukanya, ia pun menoleh ke belakang dan berkata.
"Aku kesel sama Papih." rutuknya dengan nada menekan.
Brugh!!, pintu pun di tutup dengan keras.
Sementara Dev Sang Ayah hanya menggelenng - gelengkan kepalanya, seakan bingung dengan kelakuan putrinya.
Di hari yang sama di lain tempat, sebuah mobil Pajero Sport telah memasuki pondok pesanter yang cukup luas. Seorang pria dengan muka garangnya, namun tak menghilangkan kharismanya sebai seorang pemimpin para preman pasar, ya dialah Bang Junet atau Junaidi pamannya Zain Al Ghifari, ia turun dari mobil 'nya yang sebelum 'nya telah di bukakan oleh sopir pribadinya. Di susul Maher dan Ibunda 'nya, sedang di depan rumah yang sungguh asri dan sederhan, telah berdiri Abah Yai dan Umy Aminah istri Abah Yai Komarudin serta Ning Zhainab anak gadisnya Abah Yai, kebetulan Zhainab baru pulang dari Mesir setelah menyelesaikan setudy 'nya.
"Assalamualikm." ucap para tamu serempak.
"Wa'alaikumsalaam." jawab tuan Rumah serentak pula.
Usai Junaidi bersalaman dan saling merangkul Pundak Abah Yai, di susul Zain dan Ibu 'nya bersalaman dengan ketiga tuan rumah tersebut. Terakhir Zain dan Zhainab bersalaman dengan hanya isarat menempelkan kedua telapak tangannya, dan menempelkannya ke dada,mereka 'pun sepintas saling betatap mata kemudian keduanya menunduk bersamaan.
"A - apa kabarnya Bang Zain." sapa Zhainab gugup, jantungnya berdebar tak karuan. Ya, Zhainab sudah jatuh cinta sejak dulu kepada Zain, karena mereka di besarkan di lingkungan yang sama, yaitu Pon-pes Raudatul Ilmi milik Abah Yai Komarudin.
"Alhamdullah sehat. Adek sendiri gimana kabar 'nya sehat 'kah?" jawab Zain, tanya balik.
"Alhamdulillah baik dan sehat pula Bang." ucap Zhainab yang pipi 'nya semakin memerah. Seterus 'nya Zain pun ikut menyusul ke dalam dan duduk bersama dengan yang lainnya di ruang tamu. Sedang Zhainab ikut masuk ke dalam namun langsung menuju dapur.
Zain berdampingan duduk dengan sang Bunda di sofa panjang, sedang Abah yai duduk berdampingan dengan istrinya, sedang Junaidi duduk di sisi kanan Kh Komarudin.
"Ada angin apa ini samapai berjama,ah begini datang ke Pndok kami?" tanya Abah Yai, namun kedua matanya mengarah pada wajah Junaidi.
"Sebenarnya saya sudah lama ingin berkunjung ke sini hanya saja baru kali ini bisa bisa terwujud." ujar Jubaidi, lantas tangannya begerak ke saku baju koko 'nya, meraih sebuah amplop berwarna coklat yang cukup tebal.
"Dan ini ada rizki sedikit untuk kebutuhan pondok, dan kebetulan tadi saya liat di depan sedang ada pembangunan pagar, semoga ini bisa membatu." ujar Junaidi lagi.
"Syukur Alhamdulillah, semoga Amal ibadah panjenengan bisa menambah fahala di akhirat kelak." timpal Abah Yai.
Tak lama datang seorang gadis cantik berhijab ungu, membawa sebuah nampan yag di atasnya ada beberapa minuman dan aneka makanan ringan, bibir 'nya menyungingkan senyum ramahnya seakan menambah kecantikannya.
Melihat itu Bunda 'nya Zain sangat terpikat dengan gadis itu.
"Masya Allah, cantik sekali kamu Nak, siapa namamu?'' tanya Fatimah kemudian.
''Saya Zhainab Bu.'' sambutnya.
"Masya Allah, ternyata kamu sudah besar ya, dulu kamu masih kecil sekali sewaktu ibu mengunjungi Zain ke sini." ucap Ibunda Fatimah lagi.
"Maaf semuanya, kalau begitu saya pamit dulu, karena ada pengajian untuk para santriwati. Abah, Ummi, Ibu dan Bang Zain saya mohon pamit, Assalamualaikum." pamit Zhainab, lalu bergegas keluar untuk menuju aula untuk mengajar kitab kuning bagi para santriwati.
Seberlalu 'nya Zhainab merekapun menikamti hidangan sederhana yag tersaji di atas meja.
"Begini Kiyai." kata Junaidi pamannya Zain.
"Ggomong-ngomong akhirat tadi, kebetulan saya kesini ingin membahas itu." lanjutnya.
"Apa maksudnya Paman kesini membahas akhirat?, bukankah kesini ingin membahas tentang penyerhan Ketua preman pasar." gumam Zain membatin.
"Maksud panjenengan?" tanya Kiyai, menanggapi perkataan Junaidi.
"Saya sudah tua Kiyai, tidak terasa usia sudah hampir kepala enam, jadi saya ingin fokus ibadah. Oleh karena itu saya memohon izin pada Pak Kiyai, agar Zain mau menggantikan saya menjadi Ketua Keamanan Pasar." ujar Junaidi panjang lebar.
"Saya tidak bisa memberi izin ataupun tidak Pak, karena yang punya keputusan di sini adalah Zain sendiri, tapi seandainya Zain mau menerima Amanah itu, saya sangat merestui dan meridhoi, karena saya yakin kehadiran Zain di pasar kelak akan memberikan pengaruh positif untuk para preman di sana." timpal Kiyai, lalu wajahnya berpaling ke arah Zain.
"Dan untuk kamu Za, Abah berharap kamu mau menerima permintaan Pamanmu, karena Abah Yakin kamu bisa mengamalkan Ilmu 'mu untuk kebaikan para Preman - preman pasar di situ." ucap Kiyai.
"Kalau memang Abah sudah mengizinkan tentu saya tidak bisa meolak Bah." jawab Zain dengan nada lembut.
next,,, part 6.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments