''Zain, kamu kah itu Nak?" tanya Sang Bunda, terlihat kedua matanya berkaca-kaca.
"Iya Bunda, ini Zain Bun, anak Bunda." ucapnya, lekas tangan kanannya meraih tangan Sang Bunda, menciumnya berkali-kali, kemudian mereka berdua perpelukan sambil menangis terisak-isak, seakan siapun yang melihatnya tampak sangat mengharukan.
Setelah keduanya melpas rindu antara anak dan ibu, Zain pun bergantian menyalami Sang Paman dan memeluknya. Sementara Dadang turut besalaman pada kedua orang tua tersebut. Mereka pun duduk di kursi kayu, Zain berdampingan dengan Ibunya di kursi panjang, semtara Dadang berdampingan dengan Sang Paman dengan kursi masing-masing.
"Bagaimana kabar Abah Yai Nak, apa beliau baik-baik saja?" ucap Sang Bunda sambil tangan kanannya lekat memegang tangan putra satu-satunya itu.
"Alhamdulillah Beliau baik-baik saja, tidak kurang suatu apapun." balas Zain menjelaskan."
"Oh iya, Beliau juga menghaturkan salam untuk Paman dan Bunda." lanjutnya.
("ALLAHU AKABAR ALLAAHU AKBAR")
("ALLAAHU AKBAR ALLAAAHU AKBAR")
Belum selesai Obrolan mereka, suara adzan berkumandang dari toa Masjid yangg Zain dan Dadang singgahi tadi.
"Karena magrib sudah tiba gimana kalau kita ke masjid dulu. Ohya Dadang,kamu mau ikut sholat di masjid kami?" tanya sang Paman.
"Oh, seprtinya enggak Bang, saya sholat di rumah saja." ujar Dadang menimpali.
"Ya sudah, hati-hati di jalan ya!" ujar Paman mengingatkan.
Dadang pun berlalu dengan motornya usai bersalaman degan mereka bertiga. Zain dan Paman pun berjalan bersama ke Masjid.
Usai solat berjamah merka pun pulang secara bersamaan.
"Paman,sebearnya ada apa samapi meminta saya pulang secara mendadak begini?" tanya Zain sambil melangkahkan kakinya beriringan dengan pamannya.
"Nanti saja paman ceritakan di rumah, karena Ibumu pun harus tau masalah ini." ujar Sang Paman dengan mimik muka tanpa ekspresi.
Zain pun terdiam sembari hatinya mebatin. "Ada apa sebenarnya, kenapa aku semakin penasaran?."
Tak berselang lama mrekapun samapi di rumah, sementara sang Ibu sedang menyiapan dua cangkir kopi untuk anak dan kaka dari Almarhum suaminya.
"Assalamualaiku." ucap keduanya ketika melihat seorang wantia paruh baya meletakan dua cangkir minuman di atas meja yang berada di teras depan rumahnya.
"Gimana sholat jama'ahnya Nak, banyak yang hadir?" tanya sang Bunda pada anaknya ketika hendak duduk.
"Alahamdulillah, banyak bun, yaaah!!! meski barisannya ga nyampe pintu." jawab Zain sambil bibirnya tersenyum hangat menampakan aura ketampananya.
"Di sini memang begitu Za kalu sholat magrib, tapi kalau sholat subuh, jangan di tanya jama'ahnya, paling-paling dua tiga orang, itu pun orang yang itu-itu juga." kelakar sang Pamanya sambil tertawa kecil.
Mereka pun duduk bersama melingkari meja bundar yg terlihat unik, karena terbuat dari kayu jati yang sudah puluhan tahun.
"Begini Za, mumpung skarang ada Ibu 'mu, akan paman sampaikan apa niat paman sebenarnya memintamu pulang." ujar sang Paman, memulai pembicaraan serius, kedua wajah lawan bicaranyapun nampak serius. Apalagi Zain sang keponakan, wajah gantengnya menampakan ke kepoannya.
"Kamu tau kan Za, kalau propesi paman 'mu ini apa?" tanya Sang Paman mulai mengutarakan maksudnya.
"Saya rasa di kota ini gak ada ya gak tau siapa Pamanku ini, seorang Ketua Keamanan pasar terbesar di kota ini." jawab Zain dengan tutur kata yang lembut.
"Sebenarnya ada apa sih kalian ini?, Ibu ko jadi deg - degan dengernya." sela Ibunya Zain di tengah pembicaraan Paman dan keponakan 'nya.
"Ya sudah mumpung Adek ada di sini, Abang fikir akan lebih baik jika adek tau apa yang akan Abang katakan." ucap Junaidi sambil mengulurkan tangannya ke cangkir yang ada di hadapannya dan meminum isinya.
"Ya sudah katakan saja to Bang, jangan bertele-tele dan bikin penasaran." ucap Bundanya Zain tak sabar.
"Jadi begini Dek, Abang harap anakmu Zain mau menggantikan Abang untuk menjadi ketua keamanan pasar." ujar Junaidi sambil mukanya menghadap adik iparnya dengan wajah berharap.
"Lho ko?, nanti dulu Paman, ini maksudnya apa?, ko tiba-tiba Paman menyerhakan jabatan itu kepada saya, jangankan ada niat saya untuk menjadi ketua preman di pasar itu, kepikiran pun tidak Paman." ucap Zain dengan sesopan mungkin.
"Jadi kamu menolak permintaan Paman?" tanya sang Paman.
"Bukan 'nya menolak Paman, tapi di rasa aneh aja kenapa Paman mengamanahkan tanggung jawab itu kepada saya. Mmmm -.'' ucapnya terjeda, kemudian ia melanjutkan.
"Justru, kalau pun saya harus tingaal di sini, saya ingin mengamalkan ilmu saya untuk menghidupkan kembali Majlis ta'lim yang pernah Abi bangun." jawab Maher dengan mimik muka keheranan.
"Iya Bang, rasanya amanah itu terlalu berat buat Zain." ujar Fatimah,Ibunya Zain ikut berkomentar.
"Dek!!, kenapa Abang mempercayakan itu pada Anakmu?, karena Abang yakin Zain mampu mengemban amanah itu. Selain jujur dan pandai ilmu agama, anak 'mu juga pemberani dan kenpa Abang bicara seperti tu?, krna Abang tau sifat anakmu.
"Baiklah, begini saja Paman, saya akan memikirkan permintaan Paman, karena propesi Paman bukan propesi sembarangan, seperti 'nya saya harus minta pendapat dulu kepada Abah Yai di Pondok." lanjut Zain menengahi pembicaraan Ibu dan Pamannya.
"Oo tentu, itu lebih bagus Za, dan kapan kamu akan menemui gurumu?'' tanya Sang Paman.
"Entahlah Paman, mungkin besok atau lusa." ujar Zain dengan suara lirihnya.
"Ya suda besok Paman jemput, Paman juga sudah lama tidak bertemu dengan Gurumu." Jawab sang Paman kemudian.
"Saya yakin gurunya akan mengijinkan jika saya ceritakan alasannya kepada beliau." batin Junaidi, Pamannya Maher.
Obrolan pun terhenti, karena istri Paman 'nya itu menelepon, memintanya agar segera pulang.
Setelah itu sang Paman pun berpamitan, untuk pulang menuju rumahnya yang letaknya tak jauh dari situ, karena masih di lingkungan satu kampung.
Sementara itu di tempat lain, masih kota yang sama. Seorang gadis cantik berambut panjang yang sdikit bagian depannya di warnai putih, seolah sedang mengikuti tren anak muda masa kini. Ia sedang tertidur tengkurep, sambil kepala 'nya di letakan miring ke sisi kiri di atas bantal, sembari sesekali tangannya menyeka sudut bibirnya karena keluar cairan, alias ngiler.
Tok! tok! tok!!. Tiba - tiba suara pintu kamar 'nya di ketuk dari luar.
"Mmmm." ucap si gadis lirih sambil kembali tangannya menyeka sudut bibirnya.
"Ros, Rosdiana!, bangun sayang ini sudah siang apa kamu tidak berangkat kuliah?" suara dari luar yang terdengan begitu lembut.
"Dasar ini anak, kebiasaan kalu tidur ga pernah kunci pintu." batin Anjani, ibunya Ros istri dari Devindra seorang pengusaha terkenal terkenal di kota itu.
Lalu Anjani pun masuk kedalam kamar putrinya lekas menghampiri Sang putri duduk di sisi ranjang.
"Sayang,,, bangun sudah siang ini, jangan-jangan kamu belum subuh Nak." ujar Anjani sambil menepuk - nepuk pundak anaknya dengan lembut.
"Mmmm,,uaaaaah." respon sang Putri sembari merenggangkan kedua tangannya, namun tubuhnya masih dalam keadaan berbaring, sedang matanya masih dalam kedaan terpejam.
"Astagfirullaha'adziiim, Diana Diana, kalau mulutmu seperti itu harus kamu tutupin pake tangan kanan 'mu. Gak baik kalau seperti itu." ucap sang Mama sambil mengoyang-goyangkan tubuh sang Putri.
next,,, part 4.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments